Friday, 9 June 2017

Lailatul Qadar | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

M. Abdul Ghoffar E.M.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kesembilanbelas.

Lailatul Qadar.

Keutamaan Lailatul Qadar ini sangat besar, karena malam kesaksian turunnya al-Qur-an al-Karim, yang mengantarkan orang yang berpegang padanya ke jalan keagungan dan kemuliaan, serta mengangkatnya ke puncak ketinggian dan keabadian. Ummat Islam yang selalu mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selangkah demi selangkah, tidak perlu mengibarkan bendera atau membangun gapura besar untuk menyambut malam tersebut, tetapi dia hanya perlu berlomba-lomba untuk bangun malam dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala.

Berikut ini, saudaraku, beberapa ayat al-Qur-an dan juga hadits-hadits an-Nabawi yang permanen yang disebutkan berkenaan dengan Lailatul Qadar ini, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Keutamaan Lailatul Qadar.

Lailatul Qadar ditetapkan mempunyai nilai yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur-an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadr: 1-5)

Pada malam itu, semua urusan dipecahkan dengan penuh kebijaksanaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh kebijaksanaan, yaitu urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus para Rasul, sebagai rahmat dari Rabbmu. Sesungguhnya Dialah Yang Mahamendengar lagi Mahamengetahui." (QS. Ad-Dukhaan: 3-6)

2. Waktu Lailatul Qadar.

Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa waktu Lailatul Qadar itu jatuh pada malam keduapuluhsatu, keduapuluhtiga, keduapuluhlima, keduapuluhtujuh, atau keduapuluhsembilan, serta malam terakhir dari bulan Ramadhan. (142)

Imam asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan, "Menurutku, wallaahu a'lam, seakan-akan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan jawaban atas apa yang ditanyakan kepada beliau. Ditanyakan kepada beliau: 'Apakah kita bisa mendapatkannya pada malam anu?' Beliau bersabda, 'Capailah Lailatul Qadar itu pada malam tersebut.'" (143)

Pendapat yang paling rajih adalah pendapat yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh di malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Hal tersebut telah ditunjukkan oleh hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma, dimana dia menceritakan: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu bangun pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan seraya bersabda: 'Dapatkanlah (dalam sebuah riwayat disebutkan: Carilah) Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.'" (144)

Jika seorang hamba tidak mampu, maka jangan sampai tertinggal untuk mengejar tujuh malam terakhir. Hal itu sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma, dimana dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang di antara kalian tidak mampu atau lemah, maka hendaklah dia tidak ketinggalan untuk mengejar tujuh malam yang tersisa." (145)

Dan itu menafsirkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Aku melihat pandangan kalian telah lemah. Oleh karena itu, barangsiapa yang hendak mencarinya, maka hendaklah dia mencarinya pada tujuh malam terakhir." (146)

Sebagaimana diketahui dari Sunnah bahwa pengetahuan mengenai Lailatul Qadar ini tidak diberikan, karena manusia saling berselisih. Dari 'Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu 'anhu, dia bercerita: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar rumah pada (malam) Lailatul Qadar, lalu ada dua orang muslim yang berselisih, maka beliau bersabda: 'Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahu kalian mengenai Lailatul Qadar,' lalu si fulan dan si flan berselisih, sehingga pengetahuannya tidak diberikan. Dan mudah-mudahan hal tersebut lebih baik bagi kalian. Oleh karena itu, carilah pada malam kesembilan, ketujuh, dan kelima (dan dalam riwayat lain disebutkan: Pada malam ketujuh, kesembilan dan kelima)." (147)

Peringatan:

Ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir. Yang pertama bersifat umum, sedangkan pendapat kedua bersifat khusus. Yang khusus didahulukan dari yang bersifat umum. Ada beberapa hadits lain yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh pada tujuh malam yang tersisa, dan yang ini terikat pada ketidakmampuan dan kelemahan, sehingga tidak ada masalah. Di sini, hadits-hadits tersebut berkesesuaian dan tidak bertentangan, sepakat dan tidak bertolak belakang.

Ringkas kata, bahwa seorang muslim mencari Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, yaitu malam keduapuluhsatu, keduapuluhtiga, keduapuluhlima, keduapuluhtujuh, dan keduapuluhsembilan. Dan jika seseorang tidak mampu atau lemah untuk mengejarnya pada malam-malam ganjil terakhir, maka hendaklah dia mengejarnya pada tujuh malam ganjil yang tersisa, yaitu malam keduapuluhlima, keduapuluhtujuh, dan keduapuluhsembilan. Wallaahu a'lam.

3. Bagaimana Seorang Muslim Mendapatkan Lailatul Qadar?

Orang yang diharamkan mendapatkan malam yang penuh berkah itu berarti dia telah diharamkan dari semua kebaikan, dan tidaklah seseorang diharamkan dari kebaikannya melainkan dia benar-benar merugi. Oleh karena itu, dianjurkan kepada orang muslim yang benar-benar taat kepada Allah untuk menghidupkan Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan penuh harapan akan pahalanya yang besar. Jika mengerjakan hal tersebut, niscaya Allah akan memberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosa yang telah terdahulu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa mendirikan ibadah pada (malam) Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan harapan akan pahala, maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosa-dosanya telah berlalu." (148)

Dan disunnahkan untuk membaca do'a sekaligus memperbanyaknya. Telah diriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma, dimana dia bercerita, pernah kutanyakan: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang mesti aku ucapkan?" Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda: "Bacalah:

اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ, تُحِبُّ الْعَفْوَ, فَاعْفُ عَنِّيْ

Allaahumma innaka 'afuwwun, tuhibbul 'afwa, fa'fu 'annii.

'Ya Allah, sesungguhnya Engkau Mahapemaaf, yang mencintai maaf. Karena itu berilah maaf kepadaku.'" (149)

Saudaraku, mudah-mudahan Allah memberi berkah dan petunjuk kepadamu untuk senantiasa taat kepada-Nya, kini engkau telah mengetahui hakikat Lailatul Qadar ini. Oleh karena itu, berusahalah untuk bangun malam pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, dan menghidupkannya dengan ibadah serta meninggalkan hubungan suami isteri. Dan perintahkanlah keluargamu untuk melakukan hal yang sama serta perbanyaklah ketaatan pada malam tersebut.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma, dia bercerita, "Jika memasuki sepuluh malam terakhir, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memperkuat ikatan kainnya (150) sambil menghidupkan malam itu serta membangunkan keluarganya." (151)

Masih dari 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berusaha keras pada sepuluh malam terakhir, yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan lainnya." (152)

4. Tanda-tanda (Malam) Lailatul Qadar. (153)

Ketahuilah, wahai hamba yang taat -mudah-mudahan Allah mendukungmu melalui pertolongan-Nya- bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyifati pagi dari Lailatul Qadar agar orang muslim mengetahui, malam apakah itu:

Dari 'Ubay radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Pagi (setelah) malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyinarinya, seakan-akan ia bejana sehingga naik." (154)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, "Kami pernah membicarakan Lailatul Qadar di dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka beliau pun bersabda, 'Siapa di antara kalian yang menyebutkan, yaitu ketika bulan terbit, dimana ia seperti separuh mangkuk.'" (155)

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Lailatul Qadar merupakan malam penuh kelembutan, cerah, tidak panas dan tidak pula dingin, dimana matahari pada pagi harinya tampak lemah kemerahan." (156)

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(142) Berbagai pendapat yang muncul berkenaan dengan masalah ini cukup beragam. Imam al-'Iraqi telah menyusun satu risalah tersendiri yang dia beri judul: "Syarhush Shadr bi Dzikri Lailatil Qadar", yang di dalamnya dimuat berbagai pendapat para 'ulama mengenai masalah ini, silahkan lihat.

(143) Seperti yang dinukil darinya oleh al-Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (I/ 388).

(144) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 225) dan Muslim (1169).

(145) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 221) dan Muslim (1165).

(146) Lihat komentar terdahulu.

(147) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 232).

(148) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 217) dan Muslim (759).

(149) Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850) dari 'Aisyah (radhiyallahu 'anhuma). Sanad hadits ini shahih. Lihat kembali kitab Bughyatul Insaan fii Wazhaa-ifi Ramadhaan (hal. 55-58) karya Ibnu Rajab al-Hanbali.

(150) Maksudnya, menghindari campur dengan isteri dalam rangka meningkatkan ibadah serta berusaha keras untuk mencari Lailatul Qadar.

(151) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 233) dan Muslim (1174).

(152) Diriwayatkan oleh Muslim (1174).

(153) Masyarakat awam mengenai tanda-tanda Lailatul Qadar ini memiliki banyak khurafat dan keyakinan yang menyimpang, di antaranya adalah bahwa pohon pun bersujud dan gedung-gedung tidur, dan demikian seterusnya.

(154) Diriwayatkan oleh Muslim (762).

(155) Al-Qadhi 'Iyadh mengatakan: "Di dalamnya terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar itu muncul di akhir-akhir bulan, karena bulan tidak mungkin berwujud separuh mangkuk saat terbit kecuali di akhir bulan."

(156) Diriwayatkan oleh ath-Thayalisi (349), Ibnu Khuzaimah (III/ 231), al-Bazzar (I/ 486), dan sanadnya hasan.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.