Saturday, 1 April 2017

Al-Baqarah, Ayat 26-27 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Baqarah.

Al-Baqarah, Ayat 26-27.

Perumpamaan-perumpamaan dalam al-Qur-an dan Hikmah-hikmahnya, -pent.

Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Rabb mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan oleh Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. (QS. 2: 26) (Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. 2: 27)

As-Suddi meriwayatkan dalam tafsirnya, dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud, dan beberapa orang Shahabat ra-dhiyallaahu 'anhum: Ketika Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menyebutkan dua permisalan ini bagi orang-orang munafik, yakni firman-Nya: "Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api," (QS. Al-Baqarah: 17) dan firman-Nya: "Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit," (QS. Al-Baqarah: 19) orang-orang munafik berkata: "Allah terlalu tinggi dan mulia untuk membuat permisalan seperti ini." Maka Allah menurunkan ayat ini hingga firman-Nya: "Mereka itulah orang-orang yang merugi." (116)

Sa'id meriwayatkan dari Qatadah, ia mengatakan: "Maksudnya, Allah tidak malu terhadap kebenaran untuk menyebutkan sesuatu, baik yang kecil maupun yang besar. Dan ketika Allah menyebutkan lalat dan laba-laba di dalam Kitab-Nya, maka orang-orang yang sesat itu mengatakan: "Apa maksud Allah menyebutkan ini?" Maka Allah menurunkan ayat: "Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu." (117)

Perumpamaan Dunia.

Tentang ayat ini Abu Ja'far ar-Razi meriwayatkan dari ar-Rabi' bin Anas, ia mengatakan: "Ini adalah perumpamaan dunia yang Allah sebutkan, bahwa nyamuk itu hidup tanpa rasa lapar, namun jika kekenyangan ia pun mati. Seperti itulah perumpamaan orang-orang yang telah dibuat perumpamaan tentang mereka dalam al-Qur-an, apabila mereka telah kenyang dengan dunia, maka saat itulah Allah mencabut nyawa mereka. Kemudian beliau membacakan ayat:

"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka." (QS. Al-An'aam: 44)

Makna ayat ini, Allah mengabarkan bahwa Dia tidak malu, yakni tidak merasa enggan. Ada juga yang mengatakan: "Tidak takut untuk membuat perumpamaan apa saja. Yaitu perumpamaan apa pun dengan objek apa saja, baik benda yang besar maupun yang kecil."

Firman Allah Ta'ala: "Famaa fauqahaa" maksudnya adalah apa-apa yang lebih besar darinya, karena tidak ada yang lebih hina dan lebih kecil daripada nyamuk.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau apa yang lebih besar darinya melainkan dicatat baginya derajat dan dihapuskan dosa darinya." (118)

Maka Allah Sub-haanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa Dia tidak pernah menganggap remeh sesuatu pun yang Dia jadikan perumpamaan, meskipun hal itu hina dan kecil seperti nyamuk.

Sebagaiman Allah tidak merasa enggan untuk menciptakannya, demikian pula Dia tidak merasa enggan untuk membuat perumpamaan dengannya.

Sebagaimana Dia membuat perumpamaan dengan lalat dan laba-laba dalam firman-Nya:

"Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah." (QS. Al-Hajj: 73)

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba seandainya mereka mengetahui." (QS. Al-'Ankabuut: 41)

Allah juga berfirman:

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (QS. Ibrahim: 24-27)

Allah juga berfirman: "Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun," dan ayat seterusnya. (QS. An-Nahl: 75)

Kemudian Dia berfirman:

"Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja ia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan?" (QS. An-Nahl: 76) dan ayat selanjutnya.

Sebagaimana Dia berfirman:

"Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba-hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rizki yang telah kami berikan kepadamu," (QS. Ar-Ruum: 28) dan ayat selanjutnya.

Mengenai firman Allah: "Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu," Mujahid mengatakan: "Orang-orang yang beriman mengimani perumpamaan itu, baik yang kecil maupun yang besar. Mereka mengetahui bahwa perumpamaan itu adalah kebenaran yang datang dari Rabb mereka. Dan Allah memberikan petunjuk kepada mereka dengannya." (119)

Dalam tafsirnya, as-Suddi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud, dan beberapa Shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, bahwa yang dimaksud dengan "yu-shallu bihi ka-tsiiran" (Banyak orang yang disesatkan), yakni orang-orang munafik. Dan dengannya pula Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman. Maka kesesatan mereka (orang-orang munafik) itu terus bertambah dengan pengingkaran mereka terhadap perumpamaan yang diberikan oleh Allah yang telah mereka ketahui dengan benar dan yakin. Ketika perumpamaan itu benar dan tepat, maka itu merupakan penyesatan bagi mereka." (120)

Dan dengan perumpamaan itu, "yahdii bihi" Dia memberikan petunjuk kepada kebanyakan orang-orang beriman, sehingga hidayah yang mereka peroleh semakin bertambah dan keimanan mereka semakin kuat, karena kepercayaan mereka atas apa yang mereka ketahui secara benar dan yakin, bahwa ia pasti sesuai dengan perumpamaan yang Allah sebutkan, serta pengakuan mereka atas hal itu. Itulah petunjuk yang Allah berikan kepada mereka.

Tentang firman-Nya: "Dan tidak ada yang disesatkan Allah dengannya kecuali orang-orang fasik," as-Suddi mengatakan: "Mereka itu adalah orang-orang munafik."

Orang-orang Arab biasa mengatakan: "fasaqatir ruthbatun", artinya isi kurma keluar dari kulitnya. Oleh karena itu tikus disebut fuwaisiqah, karena selalu keluar dari persembunyiannya untuk melakukan perusakan.

Telah shahih dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim sebuah hadits dari 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Ada lima jenis binatang perusak (fawasiq) yang boleh dibunuh, baik di tanah halal maupun di tanah haram, yaitu burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus dan anjing gila." (121)

Jika demikian, orang fasik di sini mencakup orang kafir dan juga orang yang durhaka. Hanya saja kefasikan orang kafir lebih berat dan lebih keji. Adapun yang dimaksud dengan orang fasik dalam ayat ini adalah orang kafir, wallaahu a'lam, dengan dalil bahwa Allah menyifati mereka melalui firman-Nya setelah itu:

"(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi." Sifat-sifat di atas adalah sifat orang-orang kafir yang bertentangan dengan sifat orang-orang mukmin, sebagaimana Allah berfirman dalam surat ar-Ra'd:

"Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan untuk dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk." (QS. Ar-Ra'd: 19-21) dan ayat-ayat selanjutnya.

Hingga firman-Nya:

"Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan untuk dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)." (QS. Ar-Ra'd: 25)

Al-'ahdu (perjanjian) yang telah dilanggar oleh orang-orang fasik itu adalah wasiat dan perintah Allah kepada seluruh makhluk-Nya untuk senantiasa menaati-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, di dalam Kitab-kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-rasul-Nya. Dan mereka melanggarnya dengan tidak mengamalkannya.

Ada pula yang berpendapat bahwa orang-orang fasik dalam ayat tersebut adalah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dari kalangan ahli Kitab. Dan perjanjian yang telah mereka langgar adalah perjanjian yang telah diambil oleh Allah 'Azza wa Jalla atas mereka di dalam kitab Taurat, yaitu mengamalkan kandungan isinya, mengikuti Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam apabila telah diutus, serta membenarkannya dan membenarkan apa yang beliau bawa dari sisi Rabb mereka. Adapun pelanggaran mereka adalah pendustaan mereka terhadap Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah mereka mengetahui hakikatnya dan mengingkarinya serta menyembunyikan pengetahuan tentang hal itu dari manusia, padahal mereka telah berjanji kepada Allah untuk menjelaskan hal itu kepada manusia dan tidak menyembunyikannya. Maka Allah Sub-haanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa mereka telah mencampakkan perjanjian itu di belakang punggung mereka (melanggarnya) dan menjualnya dengan harga yang sangat murah.

Pendapat lain mengatakan bahwa orang-orang fasik dalam ayat ini mencakup seluruh orang kafir, musyrik dan munafik. Adapun perjanjian Allah kepada mereka dalam bertauhid ialah dalil-dalil yang diturunkan kepada mereka yang menunjukkan atas Rububiyyah-Nya, sedangkan perjanjian Allah kepada mereka dalam hal (mentaati) perintah-Nya dan (menjauhi) larangan-Nya ialah hujjah-hujjah yang telah diberikan kepada para Rasul berupa mukjizat yang tidak mampu dilakukan oleh manusia lain selain para Rasul tersebut yang membuktikan kebenaran mereka.

Mereka yang berpendapat dengan pendapat ini mengatakan: "Pembatalan perjanjian yang mereka lakukan adalah dengan tidak mengakui dalil-dalil shahih yang telah nyata bagi mereka. Dan pendustaan mereka terhadap para Rasul dan Kitab-kitab suci, padahal mereka mengetahui bahwa apa yang dibawa oleh para Nabi itu adalah kebenaran." Diriwayatkan juga dari Muqatil bin Hayyan penjelasan yang semakna dengan ini, dan ini adalah penjelasan yang baik. Az-Zamakhsyari condong kepada penjelasan ini.

Firman-Nya: "Dan memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah (kepada mereka) untuk menyambungnya." Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah menyambung tali silaturrahim dan kekerabatan, seperti yang ditafsirkan oleh Qatadah. Sebagaimana firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan." (QS. Muhammad: 22) (122)

Pendapat ini dirajihkan (dikuatkan) juga oleh Ibnu Jarir.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud lebih umum dari tali silaturrahim dan kekerabatan, bahkan mencakup semua yang diperintahkan oleh Allah Sub-haanahu wa Ta'aala untuk menyambung dan melakukannya. Tetapi mereka memutuskan dan mengabaikannya.

Yang dimaksud dengan Kerugian.

Mengenai firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Mereka itulah orang-orang yang merugi," Muqatil bin Hayyan mengatakan: "Yakni (merugi) di akhirat." (123)

Sebagaimana firman-Nya: "Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)." (QS. Ar-Ra'd: 25)

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia mengatakan: "Semua nama atau julukan yang dinisbatkan oleh Allah kepada selain orang-orang Islam, seperti khaasir (orang yang merugi), maksudnya tiada lain adalah kekufuran. Dan apa yang dinisbatkan kepada orang-orang Islam adalah perbuatan dosa." (124)

Tentang firman-Nya: "Mereka itulah orang-orang yang merugi," Ibnu Jarir mengatakan: "Al-khaasiruun adalah jamak dari al-khaasir yaitu mereka yang mengurangi perolehan rahmat bagi diri mereka sendiri dengan berbuat maksiat kepada Allah 'Azza wa Jalla. Sama halnya seorang yang merugi dalam perdagangannya dengan berkurangnya modal dalam perniagaannya.

Demikian juga dengan orang-orang munafik dan orang-orang kafir, mereka merugi karena Allah mengharamkan bagi mereka rahmat-Nya yang sengaja Dia ciptakan bagi hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat kelak, ketika mereka sangat membutuhkannya. Dikatakan: khasirar rajulu yakhsaru khusran wa khasaaran, sebagaimana yang dikatakan oleh Jarir bin 'Athiyyah dalam sya'irnya:

Inna saliithan fil khasaari innah
Au laadu qaumi khuliquu aqinnah

Sesungguhnya Salith dalam keadaan rugi
Karena dia termasuk anak-anak suatu kaum yang diciptakan sebagai hamba sahaya tulen. (125)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(116) Tafsiir ath-Thabari 1/398.

(117) Tafsiir ath-Thabari 1/399.

(118) Muslim 4/1991 no. 2572.

(119) Ibnu Abi Hatim 1/93.

(120) Tafsiir ath-Thabari 1/408.

(121) Fat-hul Baari 6/408, dan Muslim 2/856. Al-Bukhari no. 1828, Muslim no. 1198.

(122) Tafsiir ath-Thabari 1/416.

(123) Ibnu Abi Hatim 1/101.

(124) Tafsiir ath-Thabari 1/417.

(125) Tafsiir ath-Thabari 1/417.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.