Monday 27 February 2017

Hadits Keenam | Syarah Hadits Arba'in

Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah.

Syarah Hadits Arba'in.

Syaikh Ibnu Daqiiqil 'Ied.

Syaikh Usamah Abdul Kariem Ar-Rifa'i.

Ustadz Abu Umar Abdullah Asy-Syarif.

6. Hadits Keenam.

Dari Abu Abdillah An Nu'man bin Basyir (1) radhiyallahu 'anhuma berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Antara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang menjaga dari perkara-perkara yang syubhat tersebut maka berarti dia telah menjaga dien dan kehormatannya, dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara yang syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram. Seperti seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, lambat laun akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja itu memiliki daerah larangan, sedangkan daerah larangan Allah itu adalah apa-apa yang diharamkan Allah. Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Dia adalah hati." (HR. Al-Bukhari (no. 52) dan Muslim (1599)).

Syarah.

Hadits ini merupakan prinsip yang agung dalam dasar-dasar syari'ah. Abu Dawud As-Sajastani (2) berkata, "Islam itu berkisar pada empat hadits." Beliau menyebutkan salah satunya adalah hadits ini. Para ulama sepakat akan keagungan dan besarnya faedah dari hadits ini.

Sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam): "Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas. Antara keduanya ada perkara-perkara syubhat" maksudnya adalah bahwa sesuatu itu terbagi menjadi tiga macam.

Apa-apa yang telah disebutkan nashnya tentang kehalalannya berarti halal, seperti firman Allah:

"Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu." (Al-Maidah: 5)

Dan firman-Nya:

"Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian." (An-Nisaa': 24)

dan semisalnya.

Apa-apa yang telah disebutkan nasnya tentang keharamannya berarti jelas haram, seperti firman Allah:

"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan." (An-Nisaa': 23)

Firman Allah:

"Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram." (Al-Maidah: 96)

Demikian pula dengan diharamkannya perbuatan yang keji baik yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi serta setiap perbuatan yang Allah menetapkan sangsi tertentu ataupun mengancamnya dengan siksa maka ia adalah haram.

Adapun syubhat adalah setiap perkara yang masih dalam pembicaraan atau pertentangan dalil-dalilnya dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, menjauhi perbuatan syubhat ini adalah bentuk dari sikap wara'.

Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian syubhat yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits ini. Sebagian berpendapat bahwa pada dasarnya itu adalah haram karena sebagaimana yang beliau sabdakan: "Berarti dia telah menjaga dien dan kehormatannya." Orang yang memegang pendapat ini berkata, barangsiapa yang tidak menjaga dien dan kehormatannya itu artinya dia terjerumus ke dalam yang haram. Namun yang lain berkata, "Pada asalnya ia adalah halal." Mereka menggunakan dalil sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "Seperti seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan" hal ini menunjukkan bahwa pada hakekatnya itu halal namun meninggalkannya adalah sikap wara' (kehati-hatian). Adapula yang berpendapat bahwa kata syubhat dalam hadits ini tidak bisa dikategorikan ke dalam yang halal ataupun yang haram, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menempatkannya antara yang halal dan yang haram. Maka sudah sepantasnya kita berlaku tawaqquf (berdiam diri) dan sikap ini merupakan wara' juga.

Telah disebutkan di dalam shahihain dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anhuma berkata, "Sa'ad bin Abi Waqash (3) dan Abdu bin Zam'ah (4) telah mengadu kepada Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) perihal anak laki-laki. Sa'ad berkata, 'Wahai Rasulullah, anak laki-laki ini adalah putra saudara laki-lakiku, Utbah bin Abi Waqash dia berkata kepadaku bahwa ia adalah anaknya, lihatlah kemiripannya.' Sedang Abdu bin Zam'ah berkata, 'Ini adalah saudarak laki-laki, wahai Rasulullah, ia dilahirkan di tempat tidur ayahku oleh ibunya.' Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kemiripan antara anak tersebut dengan Utbah. Maka Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda, 'Dia untukmu wahai Abdu bin Zam'ah, anak itu untuk ibu yang melahirkannya, berhijablah darinya wahai Saudah.' (5) Maka sejak itu Saudah sama sekali tidak melihat anak laki-laki tersebut."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghukumi bahwa anak tersebut bagi suami dari perempuan yang melahirkannya. Secara dhahir anak tersebut adalah anak dari Zam'ah dan berarti dia saudara laki-laki Saudah istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliau adalah putri dari Zam'ah, namun hal itu dilihat dari dugaan yang kuat bukan suatu kepastian. Kemudian Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) memerintahkan Saudah berhijab dari anak tersebut (padahal secara dhahir ia adalah saudara laki-laki Saudah, -pent) karena masih adanya syubhat tentangnya. Hal ini sebagai sikap hati-hati dan merupakan bukti takutnya kepada Allah Azza wa Jalla. Sebab kalau saja anak itu sudah pasti anak dari Zam'ah menurut ilmu Allah Azza wa Jalla, sudah barang tentu beliau tidak memerintahkan Saudah untuk berhijab darinya sebagaimana beliau tidak menyuruhnya berhijab dari saudara-saudaranya baik Abdun maupun yang lain.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Adi bin Hatim (6), dia berkata, "Wahai Rasulullah, saya melepaskan anjing saya dengan menyebut basmalah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan." Beliau bersabda:

"Janganlah kau makan karena engkau hanya mengucapkan basmalah bagi anjingmu saja, sedangkan anjing yang lain tidak." (7)

Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) berfatwa kepadanya dengan hukum syubhat karena beliau khawatir jangan-jangan anjing yang menerka hewan buruan tersebut adalah anjing lain yang dilepas tanpa menyebut basmalah. Sehingga kedudukan hewan tersebut seperti kedudukan hewan yang disembelih untuk selain Allah. Allah berfirman tentang hal ini:

"Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan." (Al-An'am: 121)

Fatwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini menjadi dalil akan kehati-hatian terhadap perkara-perkara yang masih samar tentang halal haramnya karena ada sebab-sebab yang belum jelas. Inilah makna dari hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu dan ambillah apa-apa yang tidak meragukanmu." (8)

Di antara ulama berpendapat bahwa syubhat itu ada tiga macam. Pertama, sesuatu yang telah diketahui manusia akan keharamannya tetapi ia ragu apakah masih tetap haram atau tidak. Misalnya, makan daging hewan yang tidak diketahui dengan pasti penyembelihannya, maka hewan semacam ini menjadi haram kecuali jika terbukti telah disembelih. Alasan dari pendapat ini adalah hadits Adi bin Hatim seperti tersebut di atas.

Kedua, sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kepastian kehalalannya. Seperti seorang laki-laki yang memiliki istri, namun ia ragu apakah dia telah menjatuhkan talak kepadanya ataukah belum, atau apakah istrinya berstatus budak apakah telah merdeka. Hal-hal semacam ini pada asalnya mubah sampai diketahui dengan jelas bahwa hal itu haram. Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci. (9)

Ketiga, seseorang yang ragu akan kedudukan sesuatu, apakah halal atau haram dan kedua-duanya adalah mungkin, sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal seperti ini lebih baik ditinggalkan, sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya tatkala beliau menemukan kurma di rumahnya beliau bersabda:

"Kalau saja aku tidak khawatir kurma ini dari harta zakat, niscaya aku telah memakannya." (10)

Akan halnya dengan orang-orang yang melewati batas dalam hal membatalkan sesuatu yang telah jelas halal karena adanya dugaan, maka tidak ada asalnya. Seperti orang yang tidak mau menggunakan air bekas yang ternyata masih suci dengan dalih takut najis. Atau tidak mau shalat di suatu tempat yang bersih dengan alasan jangan-jangan tempat tersebut ada bekas air kencing yang telah kering atau mencuci pakaian yang masih bersih karena khawatir terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, maka sikap semacam ini tidak layak untuk diikuti, karena sikap semacam itu merupakan waswasah (bisikan syetan agar manusia menjadi ragu) dari syetan, karena kasus-kasus tersebut tidak ada kaitannya dengan syubhat sedikitpun, wallahu a'lam.

Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia" maksudnya adalah kebanyakan manusia tidak mengetahui tentang halal haramnya. Atau kalau tidak, mungkin ada yang mengetahui syubhat tersebut, dia mengetahui bahwa hal itu sulit dikembalikan karena belum jelas kedudukannya. Jika akhirnya dia mendapatkan atau menemukan dari mana asalnya, maka hilanglah status syubhat tersebut dan berubah menjadi halal atau haram. Ini merupakan dalil pula bahwa syubhat memiliki hukum khusus yang diterangkan oleh syari'at sehingga memungkinkan bagi sebagian manusia untuk mengetahuinya.

Adapun sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Barangsiapa yang menjaga dari perkara-perkara yang syubhat tersebut maka berarti dia telah menjaga dien dan kehormatannya" yakni barangsiapa yang meninggalkan apa-apa yang masih syubhat.

Sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara yang syubhat berarti dia terjerumus kepada yang haram" hal ini terjadi dalam dua keadaan.

Pertama, bahwa barangsiapa yang tidak bertakwa kepada Allah dan senang dengan perkara yang syubhat, maka ia akan terseret kepada yang haram dan meremehkan perkara-perkara yang syubhat akan membawa seseorang untuk meremehkan yang haram. Sebagaimana dikatakan sebagian ulama, "Dosa-dosa kecil akan menyeret ke dosa besar, sedangkan dosa besar akan menyeret kepada kekufuran" sebagaimana dikatakan, "Maksiat adalah perantara kekafiran." (11)

Kedua, bahwa orang yang paling banyak terjerumus ke dalam perkara syubhat adalah orang yang hatinya gelap karena tiadanya ilmu dan wara' di dalamnya. Sehingga dia terjerumus ke dalam perkara-perkara yang haram namun ia tidak menyadarinya. Terkadang mengambil sesuatu yang syubhat itu dianggap berdosa apabila menyebabkan ia menyepelekannya.

Sabda Rasulullah (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Seperti seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan, lambat laun akan masuk ke dalamnya" ini adalah merupakan perumpamaan bagi apa-apa yang diharamkan Allah. Dahulu orang-orang Arab biasa membuat pagar agar hewan gembalaannya tidak masuk ke daerah larangan dan membuat peringatan dengan ancaman kepada siapa saja yang mendekati daerah tersebut. Maka orang yang takut dari hukuman penguasa akan menjauhkan hewan gembalaannya dari daerah larangan tersebut. Karena kalau mendekati daerah tersebut nyaris masuk ke daerah larangan tersebut. Terkadang penggembala hanya seorang diri sehingga tidak kuasa untuk mengendalikannya. Sebagai tindakan hati-hati, maka ia membuat pagar penghalang agar hewan yang digembalakan tidak mendekat ke daerah larangan yang berarti pula dia terhindar dari sangsi. Demikian halnya dengan larangan-larangan Allah seperti membunuh, riba, mencuri, minum khamr, menuduh (tanpa bukti), ghibah, mengadu domba dan sebagainya adalah merupakan perkara-perkara yang tidak layak bagi seseorang untuk berkeliaran di sekitarnya.

Makna kata "يُو شِكُ" adalah fi'il muqarabah (kejadian yang hampir terjadi), sedangkan makna "يَرْ تَعُ" (masuk) yakni akan makan di bagian daerah terlarang.

Sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasad." Yang dimaksud mudhghah adalah sekerat daging, yang kadar kekenyalannya seperti sesuatu yang mampu di kunyah. Hadits ini menunjukkan akan sifat hati yang kecil bentuknya namun demikian besar peranannya. Hati merupakan inti, atau dinamakan dengan anggota badan yang paling terhormat karena begitu cepatnya terjadi perubahan-perubahan padanya. Ada yang bersenandung mensifatkan hati:

Tiada dikatakan qalb (hati) melainkan karena taqallubnya (mudahnya berbolak-balik).

Maka waspadalah terhadap hati akan perubahannya.

Allah mengistimewakan manusia dan hewan dengan anggota badan ini dan mempercayakannya untuk mengatur kemaslahatan yang dituju, sehingga anda mendapatkan binatang dengan berbagai macamnya itu mengetahui apa yang mendatangkan maslahat baginya dan dapat membedakan dari sesuatu yang membahayakan dirinya. Lalu Allah mengistimewakan akal bagi manusia dan menyandarkannya kepada hati. Allah Ta'ala berfirman:

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar." (Al-Hajj: 46)

Allah telah menjadikan anggota badan tunduk kepada hati, taat terhadap apa yang diputuskannya, perwujudan dhahir dari apa yang ada padanya dan mengamalkan sesuai dengan keadaannya, maka apabila hati baik, baiklah jasad dan apabila ia buruk, maka buruklah jasad. Jika anda memahami hal ini maka telah jelaslah sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Ketahuilah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal darah, apabila dia baik, maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Dia adalah hati."

Kita memohon kepada Allah yang Maha Agung agar memperbaiki kerusakan hati kita, wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas dien-Mu, wahai yang mengendalikan hati, arahkanlah hatiku untuk mentaati-Mu.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

1. Perawi hadits adalah Sayyidina Nu'man bin Basyir Al-Anshari Al-Khazraji, anak dari golongan Anshar yang lahir dalam Islam, beliau seorang yang fasih ditugaskan di Kufah dan Damsyiq, terbunuh di Syam tahun 64 H.

2. Beliau adalah Imam Sulaiman bin Asy'ats Al-Azdi As-Sajastani, seorang alim, salah seorang imamnya dunia, faqih, pandai, hafizh ahli ibadah, wara' dan teguh, wafat tahun 275 H.

3. Sa'ad bin Abi Waqash Az-Zuhri, mengikuti perang Badar, beliau termasuk satu dari sepuluh orang yang mendapat kabar gembira masuk jannah, sahabat yang terakhir kali wafat dan beliau adalah orang pertama yang melemparkan panah fii sabilillah, faarisul Islam, satu di antara enam syura, menjadi panglima pasukan Islam dalam membuka kota Irak, wafat tahun 55 H dimakamkan di Madinah.

4. Abdu bin Zam'ah saudara sayyidah Saudah binti Zam'ah, ummul mukminin. Ibnu Abdil Barr berkata, "Beliau termasuk di antara pemimpin para sahabat."

5. Beliau adalah Ummul Mukminin Saudah binti Zam'ah bin Qais Al-Amiriyah, berhijrah ke Habsyah, Aisyah berkata, "Tiada seorang wanitapun yang aku ingin seperti dia melainkan Saudah" wafat pada masa khilafah Sayyidina Umar bin Khathab.

6. Adi bin Hatim Ath-Tha'i Al-Jawwad, menyaksikan ditaklukannya Mada'in hidup selama 120 tahun, wafat tahun 68 H.

7. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 175, Muslim no. 1929, Abu Dawud no. 2854, At-Tirmidzi no. 1470.

8. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.

9. Bahwa ada seorang laki-laki yang mengadu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa dirinya seperti merasakan sesuatu tatkala shalat (ragu antara kentut dan tidak, -pent), maka beliau bersabda, "Janganlah membatalkan shalatnya hingga ia mendengar suara atau mencium baunya." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 137, Muslim 361).

10. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 2055, Muslim 107.

11. Berkata Ibnu Hajar Al-Haitsami, "Aku mengira ini adalah perkataan salaf."

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah, Pensyarah: Ibnu Daqiiqil 'Ied, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Syarah Hadits Arba'in, Penerjemah: Abu Umar Abdullah Asy-Syarif, Penerbit: At-Tibyan, Solo - Indonesia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!