Monday 27 February 2017

Hadits Kelima | Syarah Hadits Arba'in

Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah.

Syarah Hadits Arba'in.

Syaikh Ibnu Daqiiqil 'Ied.

Syaikh Usamah Abdul Kariem Ar-Rifa'i.

Ustadz Abu Umar Abdullah Asy-Syarif.

5. Hadits Kelima.

"Dari Ummul Mukminin, Ummu Abdillah Aisyah (1) radhiyallahu 'anhuma berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan kami (dien) ini yang bukan dari kami maka tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat Muslim: "Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak."

Syarah.

Para ahli bahasa mengatakan bahwa makna radd adalah marduud (tertolak) yakni bathil dan tidak sah.

Sedangkan hadits Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "yang tidak ada perintah dari kami" yakni yang tidak kami tetapkan hukumnya.

Hadits ini merupakan kaidah yang agung di antara pedoman dien ini sekaligus menunjukkan jawami'ul kilmi (kalimat yang ringkas dan mudah tapi padat maknanya) yang diberikan kepada Al-Musthafa shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits ini menunjukkan sharihnya kebathilan (tertolaknya) seluruh bid'ah dan perkara-perkara yang baru (dalam urusan dien). Hadits ini merupakan dalil akan bathilnya seluruh perjanjian yang dilarang dan tidak ada buahnya. Juga dijadikan dalil para ahli ushul bahwa setiap larangan pastilah mengandung kerusakan (apabila dilanggar, -pent).

Di dalam riwayat yang lain "Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak." Dengan tegas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid'ah, baik yang dia ciptakan sendiri ataupun mengikuti orang sebelumnya. Sebab terkadang para pembangkang tatkala melakukan bid'ah dia berdalih, "Bukan saya yang mengada-adakan bid'ah ini" lalu dia berdalih dengan hadits di atas (yakni "Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan kami (dien) ini yang bukan dari kami maka tertolak," dia berdalih, karena dalam hadits ini yang tertolak amalnya adalah yang mengada-adakan bid'ah saja, -pent) maka hadits yang kedua yang diriwayatkan oleh Muslim ini sebagai bantahannya. Hadits ini sepantasnya untuk dihafal, disebarkan dan mempergunakannya untuk mencegah kemungkaran, karena hadits di atas menuntut semuanya itu.

Adapun hal-hal yang bukan merupakan pokok-pokok dien yang tidak keluar dari sunnah maka tidak termasuk yang tertolak seperti penulisan Al-Qur'an Al-Aziz dalam mushaf, ataupun pembukuan dari pendapat para ahli fikih mujtahidin yang mengembalikan perkara-perkara yang furu' kepada perkara-perkara yang ushul yakni sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Atau seperti penulisan bab-bab tertentu semacam ilmu nahwu, ilmu hisab, ilmu fara'idh dan ilmu-ilmu lain yang merujuk dan mendasarkannya kepada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan perintahnya, kesemuanya itu tidaklah terkena ancaman hadits di atas.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

1. Perawi hadits adalah Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu 'anhuma, Ummu Abdillah, seorang yang faqih rabbaniyah, wanita yang paling dicintai oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi bersabda tentang beliau: "Keutamaan Aisyah di atas seluruh wanita laksana keutamaan tsariid di atas seluruh makanan." Urwah berkata, "Aku tidak melihat orang yang lebih pandai tentang sya'ir dari Aisyah." Wafat tahun 57 H dimakamkan di Baqi'.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah, Pensyarah: Ibnu Daqiiqil 'Ied, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Syarah Hadits Arba'in, Penerjemah: Abu Umar Abdullah Asy-Syarif, Penerbit: At-Tibyan, Solo - Indonesia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!