Saturday 18 February 2017

Hadits Kedua | Syarah Hadits Arba'in

Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah.

Syarah Hadits Arba'in.

Syaikh Ibnu Daqiiqil 'Ied.

Syaikh Usamah Abdul Kariem Ar-Rifa'i.

Ustadz Abu Umar Abdullah Asy-Syarif.

2. Hadits Kedua.

Dari Umar bin Khaththab (1) radhiyallahu 'anhu juga, beliau berkata: Tatkala kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu hari, tiba-tiba muncullah di tengah-tengah kami seorang laki-laki yang amat sangat putih bajunya, amat sangat hitam rambutnya, tidak ada bekas melakukan perjalanan dan tidak seorangpun di antara kami yang mengenalnya, lalu dia duduk di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan menempelkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya ke paha beliau lalu berkata, "Wahai Muhammad, beritakan kepadaku tentang Islam?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Islam adalah engkau bersyahadat bahw tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, shaum Ramadhan dan berhaji ke Baitullah jika kamu kuasa perjalanannya." Orang itu berkata, "Engkau benar." Maka kami heran, dia yang bertanya, dia pula yang membenarkannya, lalu dia berkata lagi, "Beritakan kepadaku tentang iman." Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda, "Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari Akhir dan engkau beriman kepada takdir baik dan buruk," "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu." Dia berkata, "Beritakan kepadaku tentang hari Kiamat." Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda, "Yang ditanya tentangnya tidak lebih tahu dari yang bertanya." Dia berkata, "Beritakan kepadaku tentang tanda-tandanya." Beliau bersabda, "Jika seorang budak melahirkan majikannya, dan jika engkau melihat orang-orang yang telanjang kaki, berpakaian compang-camping, miskin dan penggembala domba telah berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan." Kemudian orang tersebut pergi dan aku tinggal beberapa lama, lalu Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda, "Wahai Umar, tahukah kamu siapakah yang bertanya tadi?" Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajari urusan dien kalian." (HR Muslim, no. 8)

Syarah.

Ini adalah hadits yang agung yang mencakup seluruh aspek amal yang dhahir dan yang bathin. Ilmu-ilmu syar'ie semua kembali kepadanya dan merupakan cabang (uraian) dari hadits ini, karena telah terkandung dalam hadits ini seluruh ilmu sunnah, sehingga ia laksana induk bagi seluruh sunnah (Ummus Sunnah) sebagaimana Al-Fatehah adalah induk Al-Qur'an (Ummul Qur'an) karena Al-Fatehah mencakup seluruh isi Al-Qur'an.

Hadits ini menunjukkan anjuran untuk memperbagus pakaian, penampilan dan kebersihan tatkala mendatangi ulama, orang-orang yang utama ataupun raja. Karena Jibril mendatangi pengajar manusia dengan keadaan demikian.

Kalimat "tidak terlihat padanya bekas melakukan perjalanan" yang masyhur adalah dengan kalimat "laa yuraa" (tidak terlihat padanya) karena telah disebut pelakunya di depan. Adapula yang meriwayatkan dengan kalimat "laa naraa" (kami tidak melihat bekas safar padanya). Kedua-duanya adalah shahih.

Adapun kalimat "dan meletakkan kedua tangannya ke paha beliau lalu berkata, 'Wahai Muhammad...'" inilah yang masyhur akan keshahihannya. Nasa'i (2) meriwayatkan, "Lalu dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua lutut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." Sehingga maksud riwayat Muslim "dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha beliau..." maknanya adalah kedua lututnya.

Dapat diambil kesimpulan dari hadits tersebut bahwa kata Islam dan Iman memiliki perbedaan baik secara lughah (bahasa) maupun secara syar'i, bila dilihat dari asal pengertian dari dua kata tersebut. Akan tetapi alam pengertian syar'i terkadang satu kata telah mengandung makna yang lain dan sebaliknya.

Perkataan "maka kami heran, dia yang bertanya, dia pula yang membenarkannya", yang menjadikan para sahabat heran adalah karena orang yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut hanya dikenal oleh beliau sendiri dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan mendengarkan sabda-sabdanya, kemudian ia mengajukan pertanyaan yang dia sendiri telah mengetahui jawabannya bahkan membenarkannya. Itulah yang menjadikan para sahabat heran dengan kejadian tersebut.

Kalimat "Engkau beriman kepada Allah, Mailakat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya..." Iman kepada Allah adalah membenarkan bahwa Dia yang Maha Suci adalah ada dan disifati dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaan serta bersih dari sifat-sifat kekurangan dan bahwa Dia Maha Tunggal, Maha Benar, Tempat bergantung dan Pencipta seluruh makhluk serta mengatur mereka sesuai kehendak-Nya dan Dia bebruat terhadap kekuasaan-Nya sesuai dengan apa yang Dia kehendaki.

Iman kepada Malaikat maksudnya adalah membenarkan bahwa mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah mendahului perintah Allah dan mereka senantiasa mengerjakan apapun yang diperintahkan Allah kepada mereka.

Iman kepada para Rasul Allah adalah mengimani bahwa apa yang mereka kabarkan dari Allah Ta'ala adalah benar, Allah menguatkan mereka dengan mukjizat sebagai bukti kebenaran mereka. Dan bahwasanya mereka telah menyampaikan risalah dari Allah dan telah menjelaskannya kepada para mukallaf sesuai dengan apa yang Allah perintahkan. Dan wajib untuk menghormati mereka serta tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka (yakni tidak boleh mengimani sebagian Nabi dan mengingkari sebagian yang lain, -pent).

Iman kepada hari Akhir yaitu mengimani adanya hari Kiamat, termasuk di dalamnya kehidupan setelah kematian, dikumpulkannya mahluk di mahsyar, adanya hisab, mizan, meniti shirat antara jannah dan neraka, serta mengimani adanya jannah dan neraka yang mana keduanya ini merupakan tempat pemberian pahala bagi orang-orang yang beramal shalih dan siksa bagi orang-orang yang berdosa, termasuk pula mengimani hal-hal lain yang telah disebutkan di dalam nash-nash yang shahih.

Iman kepada takdir berarti mengakui semua yang telah tersebut di atas yang disertai dengan keimanan terhadap firman Allah:

"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (Ash-Shaaffat: 96)

"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (Al-Qamar: 49)

dan ayat-ayat yang semisalnya.

Demikian pula dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Ketahuilah sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat memberikan manfaat kepadamu sedikitpun melainkan apa-apa yang telah Allah tetapkan atas dirimu. Dan seandainya mereka berkumpul untuk memberikan madharat kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat memadharatkanmu sedikitpun melainkan apa-apa yang telah Allah tetapkan atasmu, telah diangkat pena dan telah kering lembaran-lembaran." (3)

Madzhab salaf dan juga khalaf mengatakan bahwa barangsiapa yang membenarkan semua urusan tersebut dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan serta tidak terdetik sedikitpun keraguan di hatinya maka dia adalah mukmin sejati, baik hal itu diperoleh dari bukti-bukti yang pasti ataupun karena keyakinan yang kuat.

Sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya dan jika engkau tidak melihat-Nya..." pada intinya merujuk kepada kekhusyukan dalam beribadah, menunaikan hak-hak Allah serta menyadari pengawasan Allah terhadapnya, juga merasakan keagungan dan kebesaran Allah di saat menjalankan ibadah.

Maksud dari kalimat "Beritakan kepadaku tentang tanda-tandanya." Beliau bersabda, "Jika seorang budak melahirkan majikannya,..." adalah kelak kaum muslimin akan menguasai negeri-negeri kafir sehingga banyak tawanan, maka budak-budak perempuan banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan menempati kedudukan sebagai majikan (merdeka) karena kedudukan ayahnya. Hal ini menjadi sebagian tanda-tanda akan datangnya kiamat, yaitu kaum muslimin akan mengalahkan kaum musyrikin dan banyaknya tawanan yang diperoleh kaum muslimin. Ada juga yang mengatakan bahwa maksud kalimat tersebut adalah munculnya kerusakan pada umat manusia, sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari anak-anak mereka sehingga menjadi barang yang berpindah-pindah pemiliknya dari satu pembeli ke pembeli yang lain, yang mungkin sekali akhirnya jatuh ke tangan anak kandungnya sendiri tanpa diketahui. Kejadian semacam ini mengisyaratkan munculnya salah satu tanda dekatnya hari Kiamat. Hal ini terjadi karena meluasnya kebodohan haramnya memperjualbelikan ibu dari anak-anaknya sebagai budak. Ada pula yang mengatakan bahwa makna hadits tersebut adalah banyaknya anak-anak durhaka yang memperlakukan orang tua seperti layaknya seorang majikan memperlakukan budaknya yang ditandai dengan peremehan dan berani mencelanya.

Maksud dari Al 'Aalah jama' dari 'Aa'ilun adalah fakir.

Hadits ini juga mengisyaratkan adanya larangan berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan yang tidak diperlukan. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

"Anak Adam diberi pahala atas apa yang ia belanjakan kecuali apa yang ia belanjakan untuk mendirikan bangunan di atas tanah ini." (4)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat tanpa pernah meletakkan batu ataupun bata untuk mendirikan bangunan, maksudnya beliau tidak meninggikan bangunan dan tidak berlomba-lomba untuk itu.

Kalimat "penggembala domba", disebutkannya secara khusus karena ia adalah gambaran kaum yang paling lemah di kalangan Badwi, maknanya adalah orang-orang yang keadaannya lemah dan jauh dari sarana-sarana untuk itu, berbeda dengan orang-orang yang berkendaraan onta (gambaran dari orang kaya waktu itu, -pent) yang pada umumnya bukan tergolong miskin dan fakir.

Adapun kalimat "لَبِثْتُ مَلِيًا" "labits-tu maliyan" (dan aku tinggal beberapa lama) maknanya adalah Umar radhiyallahu 'anhu tinggal beberapa lama. Ada pula riwayat yang menyebutkan dengan kalimat "لَبِثَ" "labitsa" (dia tinggal beberapa lama) berarti yang tinggal sejenak setelah kepergian orang tersebut adalah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kedua riwayat tersebut benar secara makna. Adapun kata "beberapa lama" yakni waktu yang banyak yang lamanya adalah tiga saat sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Abu Dawud dan yang lain.

Adapun sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Dia datang kepada kalian untuk mengajarkan kalian perihal dien kalian" yakni tentang kaidah-kaidah dien kalian atau keseluruhan urusan dien kalian, begitulah menurut pendapat Asy-Syaikh Muhyiddin (An-Nawawi) tatkala mensyarah hadits ini dalam shahih Muslim.

Poin paling penting yang harus diingat dalam hadits ini adalah penjelasan tentang Islam, iman dan ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah Ta'ala. Berbicara tentang Islam dan Iman amat panjang pembahasannya yang disebutkan oleh jama'ah para ulama.

Di antaranya perkataan Imam Abu Al-Husein yang dikenal dengan Ibnu Baththal Al-Maliki (5), bahwa beliau berkata, "Madzhab jama'ah ahlus sunnah dari salaful ummah maupun setelahnya berpendapat bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah maupun berkurang. Dalilnya adalah firman Allah:

"Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)." (Al-Fath: 4)

serta ayat-ayat lain yang semisalnya.

Sebagian ulama berkata, "Pada asalnya tashdiq (pembenaran) itu memang tidak bertambah ataupun berkurang, akan tetapi iman bila ditinjau secara syar'ie dapat bertambah dan berkurang sejalan dengan bertambah dan berkurangnya buah dari iman yang berupa amal. Mereka berkata bahwa pendapat tersebut merupakan kompromi antara dalil-dalil yang telah tersurat dalam nash dengan pengertian asalnya secara bahasa. Sekalipun pendapat yang lebih rajih (wallahu a'lam) adalah bahwa "tashdiq" (pembenaran) itu sendiri dapat bertambah sebagaimana dapat dicermati dalam banyak dalil. Oleh karena itulah keimanan shiddiqiin lebih kuat dari keimanan selain mereka, karena ia tidak terhalangi oleh syubhat, tidak goyah imannya karena rintangan bahkan hati mereka senantiasa terang bercahaya sekalipun terjadi perubahan-perubahan kondisi. Adapun selain mereka yang tergolong mu'allafah atau yang dekat dengannya tidaklah demikian keadaannya. Ini adalah realita yang tak dapat dipungkiri. Tidak diragukan lagi bahwa tashdiq yang dimiliki oleh Abu Bakar Ash-Shidiq (6) radhiyallahu 'anhu tidak sama dengan tashdiq yang dimiliki oleh manusia manapun.

Oleh karena itu Al-Bukhari berkata dalam shahihnya, "Ibnu Abi Maliikah (7) berkata, "Aku menjumpai 30 orang dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang keseluruhannya khawatir terhadap penyakit nifak kalau-kalau menimpa diri mereka. Tak seorangpun di antara mereka berkata bahwa keimanan yang dimiliki adalah sebagaimana keimanan Jibril dan Mikail 'Alaihimas Salaam. (8)

Adapun kata iman yang mencakup di dalamnya amal, maka hal ini telah disepakati oleh ahlul haq dengan dalil-dalil yang terlampau banyak untuk disebutkan. Allah berfirman:

"Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu." (Al-Baqarah: 143)

yakni Allah tidak menyia-nyiakan shalat kalian.

Telah diriwayatkan dari Syaikh Abu Amru bin Ash-Shalah (9) tentang sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "Islam adalah engkau bersyahadat bahwa tidak ada ilah yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mendirikan shalat dan seterusnya...", kemudian Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) menafsirkan kata iman dengan sabdanya, "Engkau beriman kepada Allah Ta'ala, Malaikat-malaikat-Nya, dan seterusnya...", dalam hal ini Ibnu Ash-Shalah berkata, "Ini sebagai penjelasan bahwa asal dari iman adalah tashdiq (pembenaran hati) dan asal Islam adalah tunduk dan berserah diri secara dhahir. Seseorang dihukumi Islam secara dhahir adalah tatkala mengucapkan syahadatain, adapun disebutkannya kata menegakkan shalat, zakat, shaum dan haji adalah karena amal-amal tersebut merupakan syi'ar Islam yang paling nampak dan paling agung, sehingga dengan menegakkannya maka menjadi sah-lah ketundukannya.

Kemudian kata "iman" mencakup pula pengertian yang merupakan tafsir dari Islam dalam hadits ini, demikian pula seluruh bentuk ketaatan. Karena amal-amal tersebut merupakan buah dari tashdiq (pembenaran hati) yang merupakan asal dari iman. Maka tidak dapat disebut mukmin secara mutlaq bagi siapa yang terjerumus ke dalam dosa besar atau meninggalkan hal-hal yang fardhu, karena penamaan sesuatu secara mutlak hanyalah boleh dalam keadaan sempurna dan tidak diperbolehkan penggunaan istilah mutlak manakala secara dhahir ada kekurangannya melainkan dengan niat.

Dengan kata lain diperbolehkan mengatakan hilangnya kemutlakan iman sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Tiada berzina seorang pezina tatkala berzina sedangkan dia mukmin dan tiada mencuri seorang pencuri tatkala dia mencuri sedangkan dia mukmin." (10)

Demikian pula istilah Islam telah mencakup apa-apa yang merupakan pengertian iman secara asal, yakni pembenaran hati dan mencakup asal dari ketaatan yang kesemuanya itu bermakna tundak dan pasrah. Syaikh Abu Amru berkata, "Maka kalimat iman dan Islam itu apabila disebut seluruhnya maknanya berbeda, apabila disebut sendirian maknanya sama dan bahwa setiap mukmin itu pasti muslim tetapi tidak setiap muslim itu mukmin." Beliau berkata pula, "Pendapat ini merupakan kompromi (menyatukan) apa-apa yang tersebut dalam nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah yang menyebutkan tentang iman dan Islam yang dalam banyak hal banyak orang yang bingung memahaminya. Dan pendapat ini sekaligus sesuai dengan pendapat jumhur ulama dari ahli hadits dan yang lain, wallahu a'lam.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

1. Biografi perawi telah kami sebutkan pada hadits yang pertama.

2. Ahmad bin Syu'aib bin Ali An-Nasa'i Abu Abdirrahman Al-Qadhi, Al-Hafizh, penulis Sunan (Nasa'i) dan termasuk salah satu imam yang terkenal dan ulama penghafal hadits. Abu Ali An-Naisabuuri berkata, "An Nasa'i telah menyampaikan ilmu hadits kepada kami tanpa digaji," beliau wafat di Palestina tahun 304 H.

3. Ini adalah potongan hadits dari hadits yang kesembilan belas dalam kitab ini, nanti akan disebutkan haditsnya secara sempurna dengan sedikit penjelasan.

4. Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 5672.

5. Dalam sumber-sumber yang ada beliau adalah Abu Al-Hasan (bukan Al-Husein) sebagaimana yang disebut di sini. Beliau adalah Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Bathal Al-Bakari Al-Qurthubi Al-Maliki dan seorang ahli hadits. Di antara karyanya adalah Syarhu Al-Jamii' Ash-Shahiih lil Bukhari fii 'iddati Asfaari wal I'tisham fil Hadits beliau wafat tahun 449 H.

6. Beliau adalah Sayyidina Abdullah bin Utsman bin Amir At-Taimi Abu Bakar bin Abi Quhafah Ash-Shidiq, laki-laki pertama yang masuk Islam, beliau menemani Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala berhijrah, mengikuti perang Badar dan beliau adalah sahabat yang paling utama, sebaik-baik makhluk setelah para Nabi dan para Rasul. Sayyidina Umar berkata, "Abu Bakar adalah orang terbaik di kalangan kita, penghulu kita dan paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana Allah mengokohkan rukun Islam dan menjaga dien ini dengannya." Beliau wafat tahun 13 H tatkala berumur 63 tahun, dikebumikan di kamar nubuwwah, tentang keutamaan beliau terlampau sulit untuk dipaparkan.

7. Beliau adalah Abdullah bin Ubaidillah bin Abi Maliikah Abu Bakar Al-Makki seorang tabi'in yang tsiqah, wafat tahun 117 H.

8. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Al-Iman, bab "Seorang mukmin takut jika amalnya batal sementara ia tidak menyadarinya."

9. Utsman bin Abdirrahman bin Muusa Asy-Syahruzuuri dikenal dengan sebutan Ibnu Shalah, seorang yang utama, terkemuka dalam hal tafsir, hadits, fikih dan nama-nama rijalul hadits, wafat tahun 643 H.

10. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah, Pensyarah: Ibnu Daqiiqil 'Ied, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Syarah Hadits Arba'in, Penerjemah: Abu Umar Abdullah Asy-Syarif, Penerbit: At-Tibyan, Solo - Indonesia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!