Friday 31 March 2017

Jin itu diciptakan lebih dahulu daripada manusia | Jin adalah satu bangsa yang besar dan terbagi-bagi | Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah

Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah.
Bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim.

Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat.

Bab pertama

Alam jin

Ketiga:

Jin itu diciptakan lebih dahulu daripada manusia, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam surah al-Hijr ayat 26-27:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas."

Dari ayat di atas kita ketahui bahwa jin diciptakan lebih dahulu daripada manusia. (12)

Keempat:

Jin adalah satu bangsa yang besar dan terbagi-bagi, sehingga iblis termasuk salah satu bangsa jin. Allah 'Azza wa Jalla berfirman dalam surah al-Kahfi ayat 50:

"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, 'Sujudlah kamu kepada Adam,' maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunan-keturunannya sebagai pemimpin selain daripada Aku, sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim."

Berdasarkan ayat yang mulia ini, kita ketahui bahwa jin mempunyai bangsa yang demikian besar dan mereka terbagi-bagi. Dan iblis adalah salah satu bagian dari bangsa jin (13). Dan jin yang mengikuti iblis itulah yang kafir.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(12) Lihat kitab 'Alamul jin wa syayathiin, karya Dr. Sulaiman al-Asyqar halaman 11.

(13) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah dalam kitab Majmu' Fatawa 4/235 berpendapat, "Bahwasanya iblis itu merupakan asal-usul jin, sebagaimana juga Adam adalah asal manusia." Namun tidak ada keterangan yang menerangkan demikian, bahkan ayat di atas jelas sekali menyatakan bahwa iblis itu dari jin. Allahu a'lam.

===

Maraji'/ sumber:

Buku: Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim, Penulis: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah, Penyusun: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullah, Penerbit: Darul Qolam - Jakarta, Cetakan kedua, Tahun 1425 H/ 2004 M.

Jin ada yang mukmin dan ada juga yang kafir | Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah

Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah.
Bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim.

Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat.

Bab pertama
Alam jin

Kedua:

Jin ada yang mukmin dan ada juga yang kafir. Allah berfirman dalam surah al-Jin ayat 11:

"Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda."

Dari ayat yang mulia ini diketahui bahwa jin hidup sama seperti manusia, mereka ada yang mukmin dan ada yang kafir. Kekafirannya pun bermacam-macam sebagaimana kekafiran manusia. Demikian juga ada yang mukmin, bermacam-macam pula sebagaimana keimanannya manusia. (9)

Ada yang mukmin pengikut tariqah ahlus Sunnah wal jama'ah menurut pemahaman salafush shalih, ada yang mukmin pengikut kaum mu'tazilah dan ada yang mukmin pengikut ahlul bid'ah lainnya. (10) Semua itu seperti apa yang dikatakan dan diisyaratkan oleh para imam kaum Muslimin. Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah mengatakan, "Bahwa jin itu ada yang ahlus Sunnah dan ada yang ahlul bid'ah. Yang ahlul bid'ah bermacam-macam, salah satunya ada yang sufi." (11)

Dari perkataan di atas, apabila kita bertemu dengan jin yang mengaku Muslim, maka masih harus dipertanyakan, Muslim yang mana? Ahlus Sunnah atau ahlul bid'ah? Kalau ahlul bid'ah, maka ahlul bid'ah tariqah yang mana? Sulit bagi kita untuk mengetahuinya.

Oleh karena itu, para Shahabat Nabi ridwanullah 'alaihim ajma'in, tidak ada yang dengan sengaja ingin memanggil jin atau berhubungan dengan jin atau berteman dengan jin. Saya tidak mendapatinya di dalam Sunnah ada seorang Shahabat yang melakukan hal itu dengan sengaja. Maksud saya adalah usaha mereka untuk berhubungan dengan jin dengan sengaja, kecuali kebetulan atau tiba-tiba mereka didatangi dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta'aala, bukan dengan kemauan para Shahabat radhiyallaahu 'anhum sendiri. Karena kita tidak diperintahkan untuk mengurusi kehidupan jin. Mengurusi kehidupan manusia saja sudah sulit, apalagi kehidupan jin yang kita tidak tahu dimana rumah atau tempat tinggalnya dan lain sebagainya secara pasti, kecuali apa yang telah diterangkan dalam al-Qur-an dan as-Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

Oleh sebab itu, para Shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak ada yang dengan sengaja untuk berhubungan dengan jin, kecuali sebagian mereka ada yang didatangi, tanpa ada rencana sedikitpun juga. Demikian juga para 'ulama kita. Kalau secara kebetulan sebagian dari mereka ada yang bertemu dengan jin, maka mereka mengajak jin itu kepada kebaikan. Dan tipu daya jin demikian banyaknya, sama dengan tipu daya manusia.

Intinya, bahwa jin ada yang mukmin dan ada yang kafir, sebagaimana yang mereka katakan sendiri dalam firman Allah di atas.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(9) Lihat kitab 'Alamul jin wa syayathiin karya Dr. Sulaiman al-Asyqar halaman 62.

(10) Lihat keterangannya dalam kitab Tafsir al-Qurthubi, Ibnu Katsir dan lain-lain ketika menafsirkan surah al-Jin ayat 11.

(11) Perkataan Syaikhul Islam ini tertera dalam kitab Risaalatul jin halaman 27 sebagaimana yang telah dinukil oleh Syaikh Wahid 'Abdus Salam Bali dalam kitab Wiqaayatul Insaani minal jinni wasy syaithaani halaman 15-17.

===

Maraji'/ sumber:

Buku: Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim, Penulis: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah, Penyusun: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullah, Penerbit: Darul Qolam - Jakarta, Cetakan kedua, Tahun 1425 H/ 2004 M.

Jin dikenakan taklif | Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah

Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah.
Bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim.

Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat.

Bab pertama.

Alam jin.

Pada muqoddimah pertama ini, akan saya terangkan dengan ringkas tentang alam jin.

Keyakinan kita, ahlus Sunnah wal jama'ah menurut pemahaman salafush shalih, adalah meyakini akan adanya alam jin. Kehidupan dan alam jin ini adalah salah satu 'aqidah kita yang menyalahi keyakinan kaum filsafat yang mengingkari wujud dan keberadaan akan alam jin ini (7). Sehingga mereka menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan jin, syaihtan dan malaikat itu bukan sesuatu yang berwujud dan berbentuk makhluq, akan tetapi itu semua hanyalah sebuah lambang dari kebaikan dan keburukan. Tentu saja 'aqidah kaum filsafat itu sangat rusak dan batil, sesat dan menyesatkan. Bahkan dapat membawa kepada kekufuran, karena al-Qur-anul Karim dan Sunnah Rasulullah shallaLLAAHU 'alay-hi wa sallam telah berbicara tentang alam jin demikian banyaknya. Bahkan di dalam al-Qur-anul Karim ada satu surah yang bernama surah al-Jin.

Dengan demikian, kita wajib meyakini akan adanya alam jin tersebut. Hal ini saya jelaskan agar tidak ada salah paham bagi sebagian orang atas koreksian saya nanti. Yang mengakibatkan saya dituduh mengingkari alam jin dan lain sebagainya.

Terdapat rincian yang demikian banyak tentang alam jin dalam al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallaLLAAHU 'alay-hi wa sallam yang sebagiannya adalah apa yang akan saya jelaskan di bawah ini:

Pertama:

Jin dikenakan taklif (kewajiban) seperti halnya manusia. ALLAH berfirman dalam surah adz-Dzaariyaat ayat 56:

وماخلقت الجنّ والإنس الّا ليعبدون
"Dan AKU tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-KU."

Dari ayat yang mulia ini, dapat kita ketahui bahwa jin dikenakan taklif seperti kita manusia. (8)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(7) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahuLLAAH dalam kitab Majmu' Fatawa 19/10 berkata, "Tidak ada satupun dari golongan kaum Muslimin yang mengingkari akan adanya jin, begitu juga dengan kalangan ahli kitab dari yahudi dan nashrani, mereka juga menetapkan keberadaan jin sebagaimana kaum Muslimin. Kalau pun ada dari mereka yang mengingkarinya sebagaimana yang ada di kalangan kaum Muslimin, seperti jahmiyah dan mu'tazilah, sebagian besar dari para imam-imam mereka menetapkan hal itu." Lihat juga kitab Majmu' Fatawa 4/346 tentang nukilan pernyataan kaum filsafat di atas.

(8) Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang lainnya dari al-Qur-an dan Sunnah. Secara luasnya, lihat uraian dalam kitab Wiqaayatul Insaani Minal jinni wasy syaithaani 30-31 karya Syaikh Wahid 'Abdus Salam Bali dan kitab 'Alamul jin wa syayathiin karya Dr. Sulaiman al-Asyqar halaman 51. Kemudian perlu untuk diterangkan bahwa apabila jin terkena taklif, maka mereka pun juga akan diadzab di akhirah dan ini merupakan kesepakatan para 'ulama salaf dan khalaf, hanya saja mereka berselisih apakah jin mukmin itu masuk Surga atau tidak. Jumhur 'ulama mengatakan mereka juga seperti manusia masuk Surga. WALLAAHU a'lam.

===

Maraji'/ sumber:

Buku: Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim, Penulis: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah, Penyusun: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullah, Penerbit: Darul Qolam - Jakarta, Cetakan kedua, Tahun 1425 H/ 2004 M.

Daftar Isi | Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah

Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah.
Bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim.

Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat.

Daftar Isi.
Kata pengantar penyusun cetakan kedua.
Kata pengantar penyusun cetakan pertama.
Muqoddimah.

Bab 1: Alam jin.
Pertama: Jin dikenakan taklif.
Kedua: Jin ada yang Mukmin dan ada yang kafir.
Ketiga: Jin diciptakan terlebih dahulu daripada manusia.
Keempat: Jin merupakan sebuah bangsa yang besar dan terbagi-bagi.
Kelima: Manusia lebih mulia daripada jin.
Keenam: Bentuk asli jin tidak dapat dilihat oleh manusia.
Ketujuh: Kesurupan jin.
Kedelapan: Jin ada yang laki-laki dan ada yang perempuan.
Kesembilan: Jin makan dan minum.
Kesepuluh: Jin bertempat tinggal.

Bab 2: Kaidah-kaidah syari'at.
Kaidah pertama: Agama Islam telah sempurna dan tidak boleh untuk ditambah-tambah.
Kaidah kedua: Wajibnya ber-ittiba' kepada Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dan haromnya berbuat bid'ah dalam agama.
Kaidah ketiga: Menjadikan al-Qur-an sebagai dasar hukum dan as-Sunnah sebagai penjelasnya dan memahami keduanya dengan pemahaman para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum.
Kaidah keempat: Wajibnya memulangkan seluruh perselisihan kepada al-Qur-an dan as-Sunnah.

Bab 3: Catatan atas buku Dialog dengan jin Muslim.
Catatan pertama: Jin tidak mempunyai hak untuk men-shohih-kan dan men-dho'if-kan hadits.
Catatan kedua: Kerajaan iblis dan bala tentaranya.
Catatan ketiga: Manusia tidak dapat melihat jin dalam rupa yang aslinya dan mereka tidak dapat mengusir marabahaya yang akan menimpa seseorang.
Catatan keempat: Tidak adanya dalil bahwa keberadaan jin Muslim di rumah seorang Muslim berarti pertanda baik.
Catatan kelima: Malaikat tidak akan turun, kecuali dengan perintah ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala.
Catatan keenam: Adanya ajaran yang bid'ah dalam hal membuang air panas di jamban.
Catatan ketujuh: Anak-anak kecil tidak dapat melihat jin dalam rupa yang aslinya dan sebagian binatang yang dapat melihat mereka.
Catatan kedelapan: Perintah menyampaikan keterangan jin Muslim kepada manusia serta bantahannya.
Catatan kesembilan: Cara mengusir gangguan jin yang tidak ada Sunnahnya.
Catatan kesepuluh: Keterangan rahasia yang baru pertama kali diketahui oleh manusia serta bantahannya dan bahwa syaithon selalu menyertai manusia.
Catatan kesebelas: Benarkah bahwa syaithon senang di posisi yang terletak pada dua hal yang bertentangan?
Catatan kedua belas: Keterangan sebuah hadits yang tidak sah sama sekali dan keterangan do'a yang Sunnah ketika bersenggama.
Catatan ketiga belas: Pembenaran jin terhadap hadits yang tidak sah sama sekali tersebut serta bantahannya.
Catatan keempat belas: Ajaran do'a yang tidak ada Sunnahnya dari jin Muslim serta bantahannya.
Catatan kelima belas: Kesalahan penerjemahan buku serta pembenarannya.
Catatan keenam belas: Indahnya pershohabatan yang terjadi antara seorang Muslim yang baik dengan jin yang baik pula serta bantahannya.
Catatan ketujuh belas: Keterangan sebuah atsar yang batil dari Ibnu 'Abbas ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma dan adanya denda bagi mereka yang mencampuri isterinya yang sedang haidh.
Catatan kedelapan belas: Bantahan penulis terhadap jin Muslim yang telah men-shohih-kan sebuah riwayat yang batil dan keterangan beberapa hadits yang tidak ada asalnya.
Catatan kesembilan belas: Bantahan penulis terhadap keterangan jin Muslim tentang perkara yang ghoib tanpa dalil, dan bahwa jin dapat merubah-ubah wujud.
Catatan kedua puluh: Jin qorin Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam masih hidup serta bantahannya dan bahayanya perkataan jin Muslim tersebut.
Catatan kedua puluh satu: Bantahan terhadap pernyataan jin Muslim yang hendak mengelabui kaum Muslimin dan tinggi serta agungnya kedudukan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam.
Catatan kedua puluh dua: Lagi tentang jin qorin Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam masih hidup serta bantahannya dan bahayanya perkataan jin Muslim tersebut.
Catatan kedua puluh tiga: Contoh lagi penyimpangan jin Muslim yang mengajarkan kesyirikan, dengan menyatakan bahwa jin qorin pendamping kita dapat melindungi dari berbagai bahaya besar.
Catatan kedua puluh empat: Jin pendamping itu tidak memiliki syahwat serta bantahannya.
Catatan kedua puluh lima: Pernyataan pengarang yang akan bertemu dengan jin Muslim di Surga nanti serta bantahannya.
Catatan kedua puluh enam: Sebuah cara pengobatan sihir yang tidak ada dasarnya dalam syari'at.
Catatan kedua puluh tujuh: Sebuah cara mengusir gangguan jin yang tidak ada ketetapannya seperti itu dalam syari'at dan sedikit keterangan tentang bid'ah idhofiyah.
Catatan kedua puluh delapan: Sebuah cara lagi untuk mengobati sihir yang berkaitan dengan suami isteri yang tidak ada ketentuannya seperti itu dalam syari'at.
Catatan kedua puluh sembilan: Sebuah persyaratan yang tidak benar yang ditentukan oleh jin Muslim bagi seorang yang akan mengusir gangguan jin, dan bolehnya seorang Muslim untuk membaca al-Qur-an dan beberapa 'amalan yang lainnya tanpa wudhu'.
Catatan ketiga puluh: Cara-cara yang tidak ada ketentuannya dalam syari'at yang diajarkan oleh jin Muslim untuk mengobati seorang wanita yang kesurupan.
Catatan ketiga puluh satu: Beberapa cara lagi yang tidak ada ketentuannya dari syari'at serta bantahannya.
Catatan ketiga puluh dua: Beberapa cara lagi yang tidak ada ketentuannya dari syari'at serta bantahannya.
Catatan ketiga puluh tiga: Beberapa cara lagi yang tidak ada ketentuannya dari syari'at serta bantahannya.
Catatan ketiga puluh empat: Adanya syari'at sujud syukur setelah menyembuhkan si sakit.

Maroji'.

===

Maroji'/ Sumber:

Buku: Alam jin menurut al-Qur-an dan as-Sunnah, bantahan terhadap buku Dialog dengan jin Muslim, Penulis: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penyusun: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rohimahuLLOOH, Penerbit: Darul Qolam - Jakarta, Cetakan kedua, Tahun 1425 H/ 2004 M.

Thursday 30 March 2017

Pendapat Imam al-Bukhari | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Al-Bukhari rahimahullah 1) berkata, "Bab Ilmu Sebelum Ucapan dan Perbuatan. Dalilnya firman Allah 'Azza wa Jalla, 'Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada ilah selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.' (QS. Muhammad [47]: 19). Di sini Allah memerintahkan berilmu terlebih dahulu sebelum beramal." 2)

Syarah:

1) Al-Bukhari adalah Abu 'Abdillah, Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari. Lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Beliau tumbuh sebagai anak yatim, di bawah asuhan ibunya. Beliau wafat di Khortank, sebuah kota yang berjarak dua farsakh dari Samarkand, pada malam Idul Fitri tahun 256 H.

2) Al-Bukhari rahimahullah menggunakan ayat ini sebagai dalil mengenai kewajiban memulai dengan ilmu sebelum berbicara dan beramal. Ini merupakan dalil dari al-Quran yang menunjukkan bahwa manusia mengetahui terlebih dahulu kemudian beramal. Sebab suatu ucapan maupun amalan tidak bisa diterima kecuali bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat, padahal tidak mungkin seseorang mengetahui bahwa amalnya sesuai dengan ketentuan syariat kecuali dengan ilmu. Namun ada hal-hal yang diketahui oleh manusia dengan fitrahnya, misalnya pengetahuan bahwa Allah merupakan satu-satunya ilah yang berhak diibadahi. Semua hamba diciptakan Allah dengan fitrah ini, sehingga untuk menegaskan hal ini tidak diperlukan proses belajar yang banyak. Adapun dalam masalah-masalah juz'iyah yang sangat luas, maka diperlukan proses belajar serta usaha yang intensif dan sungguh-sungguh.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

Pendapat Imam asy-Syafi'i | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Asy-Syafi'i rahimahullah 1) berkata, "Seandainya Allah tidak menurunkan hujah bagi manusia selain surat ini, niscaya telah cukup bagi mereka." 2)

Syarah:

1) Asy-Syafi'i adalah Abu 'Abdillah, Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi' al-Hasyimi al-Qurasyi. Beliau dilahirkan di Gaza tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H. Beliau salah seorang dari imam yang empat, semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada mereka semua.

2) Yang dimaksudkan oleh beliau rahimahullah adalah bahwa surat ini cukup bagi manusia untuk mendorong berpegang teguh kepada keimanan, amal shalih, dakwah kepada Allah, dan kesabaran di atas itu semua. Yang beliau maksudkan bukanlah bahwa surat ini cukup bagi manusia untuk menjelaskan seluruh syariat Islam.

Ucapan beliau, "Andaikata Allah tidak menurunkan hujah kepada manusia, kecuali surat ini, niscaya telah mencukupi mereka", adalah karena jika seseorang yang mempunyai akal dan pikiran sensitif, mendengar atau membaca surat ini, pasti berusaha untuk menyelamatkan diri dari kerugian, dengan berusaha memiliki empat sifat ini, yakni iman, amal shalih, saling menasihati untuk melaksanakan kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

Tafsir Surat al-'Ashr | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Dalilnya adalah firman Allah 'Azza wa Jalla, "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih serta nasihat-menasihati untuk menegakkan kebenaran dan nasihat-menasihati untuk menetapi kesabaran." 1)

Syarah:

1) Maksud penulis adalah surat ini merupakan dalil mengenai keempat tahapan yang telah disebutkan. Allah telah bersumpah dalam surat ini dengan masa yang di dalamnya terjadi peristiwa yang baik maupun yang buruk. Allah 'Azza wa Jalla bersumpah dengan masa bahwa setiap manusia pasti merugi, kecuali siapa yang memiliki 4 sifat ini, yakni iman, amal shalih, saling menasihati supaya menaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Berjihad terhadap nafsu itu ada 4 tingkatan:

Pertama: Memaksanya untuk bersungguh-sungguh mempelajari petunjuk dan agama Islam yang benar ini, dimana ia tidak akan memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kecuali dengan petunjuk dan agama tersebut.

Kedua: Memaksanya untuk bersungguh-sungguh mengamalkannya setelah mengetahuinya.

Ketiga: Memaksanya untuk bersungguh-sungguh mendakwahkan dan mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya.

Keempat: Memaksanya untuk sungguh-sungguh bersabar terhadap kesukaran dan gangguan manusia dalam da'wah ilallah serta menanggung semua itu dengan mengharap ridha Allah. Jika seseorang telah menyempurnakan keempat tingkatan ini, maka ia termasuk golongan Rabbaaniyyiin."

Dalam surat al-'Ashr ini, Allah 'Azza wa Jalla bersumpah dengan masa bahwa semua manusia dalam keadaan merugi, meskipun memiliki banyak harta dan anak, serta kedudukan yang sangat terhormat, kecuali siapa yang memiliki keempat sifat berikut ini secara lengkap:

Yang pertama: Iman, yang meliputi setiap keyakinan yang benar dan ilmu yang bermanfaat yang mendekatkan kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Yang kedua: Amal shalih, yaitu semua perkataan dan perbuatan yang mendekatkan kepada Allah. Syaratnya, pelaku melakukannya dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Yang ketiga: Saling berwasiat untuk menegakkan kebenaran, artinya saling menasihati dan menganjurkan untuk melaksanakan kebaikan.

Yang keempat: Saling menasihati untuk menetapi kesabaran, artinya saling menasihati untuk bersabar dalam melaksanakan perintah Allah 'Azza wa Jalla, meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah, dan menanggung takdir-takdir Allah.

Saling menasihati dalam menegakkan kebenaran dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran, juga meliputi tindakan amar makruf dan nahi munkar. Dengan amar makruf nahi munkar inilah sebuah ummat akan berdiri kokoh, baik, dan memperoleh pertolongan Allah 'Azza wa Jalla, serta mendapatkan kemuliaan dan keutamaan.

"Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..." (QS. Ali 'Imraan [3]: 110)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

Perbedaan Antara Rahmat dan Maghfirah | Ilmu dan Peringkat Pengetahuan | Sabar dan Macam-macamnya | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Ketahuilah, rahimakallah 1), sesungguhnya wajib bagi kita mempelajari empat masalah 2). Pertama, ilmu 3), yaitu mengenal Allah 4), kemudian mengenal Nabi-Nya 5), dan mengenal Dinul Islam 6) berdasarkan dalil-dalil 7); kedua, mengamalkannya 8); ketiga, mendakwahkannya 9); keempat, bersabar terhadap gangguan di dalamnya 10).

Syarah:

1) Rahimakallah artinya, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, sehingga kamu mendapatkan kebutuhan yang kamu cari dan selamat dari bahaya yang kamu hindari.' Kalimat ini mengandung makna, 'Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu, memberikan pertolongan kepadamu, serta melindungimu dari dosa-dosa di masa mendatang'; ini jika permohonan rahmat diucapkan sendiri. Adapun jika permohonan rahmat digabung dengan permohonan maghfirah, maka maghfirah artinya ampunan terhadap dosa-dosa di masa lalu, sedangkan rahmat adalah pertolongan untuk melaksanakan kebaikan dan keselamatan dari dosa-dosa di masa mendatang.

Do'a yang diucapkan oleh penulis rahimahullah ini menunjukkan perhatian dan kasih sayang beliau kepada pembaca serta bahwa beliau bertujuan baik kepada pembaca.

2) Masalah-masalah yang disebutkan oleh penulis rahimahullah di sini meliputi seluruh ajaran agama yang selayaknya mendapatkan perhatian karena manfaatnya yang besar.

3) Ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya, dengan seyakin-yakinnya.

Pengetahuan itu memiliki enam tingkatan:

Pertama: Al-'Ilmu, yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya, dengan seyakin-yakinnya.

Kedua: Al-Jahlul Basith, yaitu ketidaktahuan mengenai sesuatu, sama sekali.

Ketiga: Al-Jahlul Murakkab, yaitu mengetahui sesuatu, berbeda dengan hakikatnya.

Keempat: Al-Wahmu, yaitu pengetahuan tentang sesuatu dengan kemungkinan kuat mengenai kebalikannya.

Kelima: asy-Syakk, pengetahuan tentang sesuatu dengan kemungkinan sama mengenai kebalikannya.

Keenam: Azh-Zhan, pengetahuan tentang sesuatu dengan kemungkinan lemah mengenai kebalikannya.

Ilmu dibagi menjadi dua, yaitu ilmu dharuuri dan ilmu nazhari. Ilmu dharuuri adalah yang obyek pengetahuan di dalamnya bersifat semi pasti, tidak perlu pemikiran dan pembuktian. Misalnya pengetahuan bahwa api itu panas. Sedangkan ilmu nazhari adalah yang membutuhkan pemikiran dan pembuktian. Misalnya pengetahuan mengenai kewajiban berniat dalam berwudhu.

4) Mengenal Allah maksudnya mengenal Allah 'Azza wa Jalla dengan hati, yang berakibat kepada penerimaan syariat yang ditetapkan-Nya, ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya, serta sikap menjadikan syariat-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penentu hukum. Seorang hamba bisa mengenal Rabbnya dengan memperhatikan ayat-ayat syar'iyah yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta memperhatikan ayat-ayat kauniyah yang terdapat pada makhluk-makhluk Allah, karena semakin seseorang itu memperhatikan maka semakin bertambahlah pengetahuannya tentang Penciptanya dan Tuhan Yang diibadahinya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Begitu juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 20-21)

5) Mengenal Nabi maksudnya mengenal atau mengetahui Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pengetahuan yang mengakibatkan penerimaan kepada petunjuk dan ajaran yang benar yang dibawa oleh beliau, membenarkan segala hal yang dikabarkannya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, menjadikan syariatnya sebagai sumber hukum, dan rela menerima ketentuan yang ditetapkannya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisaa' [4]: 65)

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan 'Kami mendengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nuur [24]: 51)

"...kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisaa' [4]: 59)

"...maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (QS. An-Nuur [24]: 63)

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tahukah kalian, apakah fitnah itu? Fitnah adalah perbuatan syirik. Bila seseorang membantah sebagian firman-Nya, barangkali ada sedikit penyimpangan yang terlintas di hatinya, sehingga ia binasa."

6) Makna Islam secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan syariat yang telah ditetapkan-Nya, sejak Allah mengutus para Rasul hingga terjadinya hari Kiamat kelak. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan hal ini dalam banyak ayat yang menunjukkan bahwa seluruh syariat yang ada pada masa dahulu, merupakan wujud dari Islam (ketundukan) kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah 'Azza wa Jalla berfirman mengenai Ibrahim:

"Ya Rabb kami, jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh (muslim) kepada Engkau dan (jadikan) di antara anak cucu kami ummat yang tunduk patuh (muslim) kepada Engkau..." (QS. Al-Baqarah [2]: 128)

Sedangkan Islam dalam arti khusus setelah diutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghapuskan seluruh syariat terdahulu. Barangsiapa mengikutinya, dia muslim, sedangkan yang menentangnya bukan muslim. Orang-orang yahudi adalah muslim di zaman Musa 'alaihis salaam. Orang-orang nashrani adalah muslim di zaman 'Isa 'alaihis salaam. Adapun setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, lantas mereka kafir kepadanya, maka mereka bukan muslim.

Islam inilah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah, dan yang berguna bagi penganutnya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya, agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imraan [3]: 19)

"Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali 'Imraan [3]: 85)

Islam inilah yang disebut oleh Allah sebagai karunia-Nya kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan ummatnya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu." (QS. Al-Maa`idah [5]: 3)

7) Dalil adalah sesuatu yang menunjukkan kepada yang dikehendaki. Dalil untuk mengetahui ilmu, terdiri dari dalil sam'i dan 'aqli. Dalil sam'i didasarkan kepada wahyu, yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah, sedangkan dalil 'aqli ditegaskan melalui pemikiran dan pengamatan. Dalil untuk mengenal Allah, banyak terdapat dalam kitab-Nya. Sering Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya... begini dan begini..." Banyak pula dalil 'aqli yang menunjukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Adapun mengenal Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) dengan dalil-dalil sam'i adalah seperti dalam firman Allah 'Azza wa Jalla,

"Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersama dengannya..." (QS. Al-Fath [48]: 29)

"Muhammad hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul..." (QS. Ali 'Imraan [3]: 144)

Adapun dengan dalil 'aqli adalah dengan memikirkan dan memperhatikan mukjizat-mukjizat beliau, yang terbesar di antaranya adalah Kitabullah yang mengandung berita-berita benar dan bermanfaat serta hukum-hukum yang mewujudkan perbaikan dan keadilan; kemudian beberapa peristiwa luar biasa yang terjadi pada beliau; serta kabar-kabar yang beliau sampaikan mengenai perkara ghaib yang tidak mungkin bisa beliau beritahukan kecuali berdasarkan informasi dari wahyu Allah dan sebagiannya telah dibuktikan oleh beberapa peristiwa yang terjadi.

8) Mengamalkannya artinya melaksanakan konsekuensi-konsekuensi pengetahuan tersebut, yaitu beriman kepada Allah dan menaati-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, baik dalam ibadah khaashah maupun ibadah muta'adiyah. Contoh ibadah khaashah adalah shalat, puasa, haji. Sedangkan contoh ibadah muta'adiyah adalah amar makruf nahi munkar, jihad fi sabilillah, dan sebagainya.

Hakikatnya, amal adalah buah ilmu. Siapa beramal tanpa ilmu, ia seperti orang nashrani, dan siapa berilmu namun tidak beramal, ia menyerupai orang yahudi.

9) Mendakwahkannya maksudnya mendakwahkan syariat Allah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tahapannya ada tiga atau empat. Firman Allah:

"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik..." (QS. An-Nahl [16]: 125)

Sedangkan tahapan dakwah keempat adalah sebagaimana firman Allah:

"Dan jangan berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara paling baik kecuali yang berlaku zhalim..." (QS. Al-'Ankabuut [29]: 46)

Seorang yang berdakwah harus memiliki ilmu tentang syariat Allah 'Azza wa Jalla, sehingga dakwah yang dilakukannya tegak di atas landasan ilmu dan bashirah, 'hujah nyata'. Hal ini berdasarkan firman Allah:

"Katakan, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yuusuf [12]: 108)

Bashirah dalam dakwah akan terwujud jika seorang dai memiliki ilmu tentang hukum syar'i, metode dakwah, dan keadaan sasaran dakwah.

Dakwah meliputi banyak bidang, di antaranya melalui khutbah dan ceramah, makalah, halaqah ilmu, penulisan buku, dan majelis khusus, misalnya seseorang berada dalam sebuah majelis untuk berdakwah. Inilah bidang-bidang dakwah. Namun hendaknya dakwah dilakukan dengan cara yang tidak membosankan dan tidak memberatkan. Caranya, misalnya seorang dai terlebih dulu memaparkan permasalahan secara ilmiah di hadapan orang-orang yang hadir di majelis, kemudian mulailah dilangsungkan dialog. Dialog dan tanya jawab memang memiliki peran besar dalam membantu memahami dan memahamkan apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Terkadang metode ini lebih efektif dibandingkan khutbah atau ceramah yang disampaikan dari satu arah.

Berdakwah mengajak kepada Allah 'Azza wa Jalla adalah tugas para Rasul dan merupakan jalan orang-orang yang meniti jejak mereka dengan baik. Jika Allah telah memberikan taufik kepada seseorang untuk mengenal Allah sebagai ma'buud (yang diibadahinya), mengenal Nabi-Nya, dan mengenal agamanya; hendaklah ia berusaha menyelamatkan saudara-saudaranya dengan mengajak mereka kepada agama Allah dan menyebarkan kebaikan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada 'Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu 'anhu) pada masa Perang Khaibar:

"Bergeraklah perlahan-lahan sehingga kamu tiba di wilayah mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam. Beritahulah mereka tentang hak Allah yang wajib mereka tunaikan dalam Islam. Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang lantaran dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta yang merah-merah." (2)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

"Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." (3)

Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

"Siapa menunjukkan kebaikan, niscaya memperoleh pahala seperti pelakunya." (4)

10) Sabar adalah menahan diri untuk tetap menaati Allah, tidak bermaksiat kepada-Nya, dan tidak membenci takdir-takdir yang ditetapkan-Nya. Atau menahan diri untuk tidak membenci, mengeluh, dan bosan. Dengan kesabaran, seseorang senantiasa giat mendakwahkan agama Allah, sekalipun disakiti, karena penganiayaan terhadap dai yang mendakwahkan kebaikan merupakan hal yang biasa dilakukan manusia, kecuali mereka yang mendapat petunjuk dari Allah. Allah 'Azza wa Jalla berfirman kepada Nabi-Nya:

"Sesungguhnya telah didustkan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiyaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka..." (QS. Al-An'aam [6]: 34)

Semakin keras penganiyaan terhadap seorang dai, maka semakin dekat pertolongan Allah. Pertolongan Allah tidak hanya diberikan-Nya ketika seseorang masih hidup, saat ia masih bisa melihat pengaruh dakwahnya terwujud, tetapi bisa saja pertolongan itu datang setelah wafatnya, misalnya Allah menjadikan hati segenap manusia menerima dakwahnya dan berpegang teguh kepadanya. Ini termasuk dalam kategori pertolongan Allah kepada sang dai, meskipun ia telah wafat. Karena itu, seorang dai harus bersabar dan konsisten menjalankan dakwahnya. Ia harus bersabar dan konsisten menjalankan dakwahnya. Ia harus bersabar menjalankan agama Allah yang didakwahkannya. Ia juha harus bersabar menghadapi gangguan yang menimpa dirinya. Lihatlah, para Rasul shalaawaatullaah wa salaamuhu 'alaihim juga diganggu dengan perkataan maupun perbuatan. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Demikianlah tidak seorang Rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, 'Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila'." (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 52)

Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman, "Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi musuh dari (kalangan) orang-orang yang berdosa." (QS. A-Furqaan [25]: 31)

Tetapi hendaklah seorang dai menerima perlakuan itu dengan sabar.

Perhatikan firman Allah 'Azza wa Jalla kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu (wahai Muhammad) dengan berangsur-angsur." (QS. Al-Insaan [76]: 23)

Sebenarnya wajar kiranya jika setelah firman Allah ini yang dinantikan adalah sebuah ayat yang berbunyi, "Hendaklah kamu mensyukuri nikmat Rabbmu!" Namun ternyata Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Maka, bersabarlah untuk (melaksanakan) ketetapan Rabbmu..." (QS. Al-Insaan [76]: 24)

Ini mengandung isyarat bahwa setiap orang yang melaksanakan al-Quran pasti mengalami hal-hal yang menuntutnya bersabar. Perhatikan keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dipukuli oleh kaumnya, hingga darah mengucur di wajah beliau. Sambil mengusap darah di wajah, beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) berdo'a:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Allaahummaghfir liqaumii fainnahum laa ya'lamuun.

"Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (5)

Karena itu, seorang dai wajib bersabar dan mengharap pahala dari sisi Allah.

Ada tiga macam sabar:

1. Sabar dalam menaati Allah.

2. Sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

3. Sabar menjalani takdir yang ditimpakan oleh Allah, baik takdir tersebut ditimpakan oleh Allah bukan lantaran usaha manusia maupun melalui perantaraan tangan manusia berupa gangguan dan penganiyaan.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(2) HR. Al-Bukhari dalam Kitaabul Jihaad, Bab: "Du'aaun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ilal Islam wan Nubuwwah"; dan Muslim dalam Kitaab Fadhaailish Shahaabah, Bab: "Fadhaailu 'Ali Ibni Abi Thalib radhiyallahu 'anhu". Hadits ini disepakati keshahihannya.

(3) HR. Muslim dalam Kitaabul 'Ilmii, Bab: "Man Sanna Sunnatan Hasanatan au Sayyiatan."

(4) HR. Muslim, Kitaabul Imaarah, Bab: "Fadhlu I'aanatil Ghaazii fii Sabiilillaah bi Markuub wa Ghairihi".

(5) HR. Al-Bukhari, Kitaabul Istitaabatil Murtaddiin wal Mu'aanidiin; dan Muslim dalam Kitaabul Jihaad, Bab: "Ghazwatu Uhud".

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.

Wednesday 29 March 2017

Adabul Mufrad 48-51

Adabul Mufrad.

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Kitab Berbakti kepada kedua orang tua.

Bab 25. Wajibnya Menyambung Hubungan Keluarga.

48. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Ketika turun ayat 217 dari surat asy-Syu'ara:

'Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat.'

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu bangkit dan menyeru:

'Wahai bani Ka'ab bin Luay, selamatkan diri kalian dari api Neraka. Wahai bani 'Abdi Manaf, selamatkan diri kalian dari api Neraka. Wahai bani Hasyim, selamatkan diri kalian dari api Neraka. Wahai bani 'Abdil Muthalib, selamatkan diri kalian dari api Neraka. Wahai Fathimah binti Muhammad, selamatkan dirimu dari api Neraka karena sesungguhnya aku tidak dapat melindungimu dari Allah sedikitpun. Hanya saja bagian kalian ada hubungan keluarga yang akan aku sambung.'"

Bab 26. Hubungan Keluarga.

49. Abu Ayyub al-Anshary berkata, "Ada seorang Arab badui yang menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau berada di tengah perjalanan. Orang badui itu berkata, 'Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang akan mendekatkan diriku kepada Allah dan menjauhkan diriku dari api Neraka?' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,

'Engkau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dirikanlah shalat serta menunaikan zakat dan menyambung hubungan keluarga.'"

50. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,

'Ketika Allah menciptakan makhluk dan telah selesai muncul Rahim. Allah Ta'ala berfirman, 'Mah.' Rahim lalu berkata, 'Ini adalah tempat siapa yang berlindung kepada-Mu dari terputusnya. Allah Ta'ala lalu berfirman, 'Apakah engkau mau kalau Aku sambung siapa yang menyambungmu dan akan Aku putus siapa yang memutusmu?' Rahim menjawab, 'Benar, ya Allah.' Allah Ta'ala lalu berfirman, 'Maka itu (adalah ditetapkan) bagimu.'"

Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Bacalah firman Allah:

'Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubunga keluarga?' (QS. Muhammad: 22)."

51. Ibnu 'Abbas (ra-dhiyallaahu 'anhuma) mengucapkan ayat [yang artinya]:

Dan berikanlah pada sanak famili haknya, juga orang miskin dan ibnus sabil (orang dalam perjalanan).

Dia lalu berkata, "Allah memulai dengan memerintahkannya dengan mewajibkan pemenuhan hak-hak dan menunjukkan padanya bahwa perbuatan yang terbaik adalah apabila dia mempunyai sesuatu dengan firman-Nya [yang artinya]:

Dan berikanlah pada sanak famili haknya, juga orang miskin dan ibnus sabil (orang dalam perjalanan).

Dan memberitahu kepadanya jika dia tidak punya sesuatu bagaimana mengucapkannya. Dia berfirman [yang artinya]:

Dan jika kamu berpaling dari mereka karena rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan maka ucapkanlah ucapan yang lembut.

Seolah-olah sudah terjadi dan mungkin akan terjadi, insya Allah. Firman-Nya [yang artinya]:

Dan jangan engkau jadikan tanganmu terikat pada lehermu.

Jangan engkau memberikan sesuatu:

Dan jangan engkau terlalu melebarkan tanganmu.

dalam memberikan apa yang kau miliki:

Maka engkau akan tercela.

Orang-orang yang datang kepadamu akan menghinamu setelah mereka tidak menemukan apapun padamu:

Merugi.

Orang yang datang kepadamu menjadikanmu merugi.

* Isnadnya dha'if.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Adabul Mufrad, Penulis: Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Adabul Mufrad, Penerjemah: Muhammad Khalid Abri, Penerbit: Syiar Semesta, Surabaya - Indonesia, Cetakan Pertama, Mei 2004 M.

Adabul Mufrad 42-47

Adabul Mufrad.

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Kitab Berbakti kepada kedua orang tua.

Bab 21: Jangan memutus siapa yang pernah berhubungan dengan ayahmu, kalau tidak cahaya (iman)mu akan menjadi gelap.

42. Sa'ad bin Ubadah az-Zuraqy dari ayahnya mengatakan, "Aku pernah duduk di masjid Madinah bersama Amru bin 'Utsman. Lalu datanglah 'Abdullah bin Salam dan duduk bersandar pada keponakannya. Dia kemudian meninggalkan majelis dan kemudian kembali. Dia berkata, 'Apa yang kau inginkan wahai Amru bin 'Utsman (dua atau tiga kali)? Demi yang mengutus Muhammad dengan dasar kebenaran, sesungguhnya itu ada di Kitabullah (dua kali). Janganlah engkau memutus siapa yang pernah menyambung hubungan keluarga dengan ayahmu, kalau tidak cahayamu akan dimatikan.'"

* Isnadnya Dha'if.

Bab 22: Hubungan baik itu diwariskan.

43. Dari salah seorang Shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, dia berkata, "Kucukupkan engkau, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Sesungguhnya hubungan baik itu diwariskan.'"

* Dha'if.

Bab 23: Janganlah seseorang memanggil/ menyebut ayahnya dengan namanya dan janganlah duduk, sebelum dia serta janganlah berjalan di depannya

44. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu pernah melihat dua orang. Lalu dia berkata pada salah satu di antaranya, "Apa hubungannya dia denganmu?" Orang itu menjawab, "Ayahku." Abu Hurairah lalu berkata, "Jangan engkau panggil dia dengan namanya dan jangan berjalan di depannya serta jangan duduk sebelumnya."

Bab 24. Bolehkah menyebut ayah dengan gelarnya?

45. Syahr bin Husyab berkata, "Kami keluar bersama 'Abdullah bin 'Umar, lalu Salim berkata padanya, 'Shalat! Wahai Abu 'Abdurrahman.'"

* Isnadnya Dha'if.

46. 'Abdullah bin 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma pernah berkata, "Tetapi Abu Hafsh 'Umar (bin al-Khaththab, ayah 'Abdullah bin 'Umar) memutuskan."

Bab 25. Wajibnya Menyambung Hubungan Keluarga.

47. Kulaib bin Manfa'ah berkata, "Kakekku berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapa aku paling berbakti?' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda,

'Ibumu, ayahmu, saudara perempuanmu dan saudara laki-lakimu, budakmu, itu adalah hak yang wajib dipenuhi dan hubungan keluarga yang tersambung.'"

* Dha'if.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Adabul Mufrad, Penulis: Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Adabul Mufrad, Penerjemah: Muhammad Khalid Abri, Penerbit: Syiar Semesta, Surabaya - Indonesia, Cetakan Pertama, Mei 2004 M.

Adabul Mufrad 35-41

Adabul Mufrad.

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Kitab Berbakti kepada kedua orang tua.

Bab 19: Bakti kepada kedua orang tua sesudah kematiannya.

35. Usaid bin 'Ali bin Ubaid berkata bahwa ayahnya pernah mendengar Abu Usaid berkata kepada orang-orang, "Pernah kami bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, lalu ada seseorang yang bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah aku dapat berbakti kepada kedua orang tuaku sepeninggal keduanya?' Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Benar, ada empat: Do'a bagi keduanya, permintaan ampun bagi keduanya, memenuhi janji keduanya dan menghormati teman keduanya, serta menyambung hubungan keluarga yang tidak kalian dapatkan kecuali dari keduanya.'"

* Dha'if.

36. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Ada seorang yang meninggal yang terangkat derajatnya. Orang itu bertanya: 'Wahai Rabb, apa ini?' Maka dijawab: 'Anakmu mendo'akanmu.'"

37. Muhammad 'Abdullah bin Sirrin berkata, "Ketika kami berada di rumah Abu Hurairah pada suatu malam, dia berkata, 'Ya Allah ampunilah Abu Hurairah dan ibuku dan bagi siapa yang memohon ampun bagi keduanya.'" 'Abdullah bin Sirrin berkata, "Maka kami memohon ampun bagi keduanya sampai kami masuk ke dalam do'a Abu Hurairah."

38. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Jika mati seorang hamba akan terputuslah darinya 'amalannya kecuali dari tiga hal: Sedekah jariyah, 'ilmu yang bermanfaat atau anak yang yang shalih yang mendo'akannya.'"

39. Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata, "Ada seorang yang bertanya (pada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam), 'Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dan belum memberi wasiat, apakah ada manfaat baginya jika aku bersedekah dari hartanya?' Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ya.'"

Bab 20: Bakti kepada orang yang pernah berhubungan dengan ayahnya.

40. 'Abdullah bin 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata, "Ada seorang badui yang berada di tengah perjalanan, dimana ayah badui itu adalah teman 'Umar bin al-Khaththab. Orang badui itu berkata, 'Bukankah engkau putera fulan?' 'Abdullah bin 'Umar menjawab, 'Benar.' 'Abdullah bin 'Umar lalu memberikan padanya unta yang dinaikinya dan melepas sorban yang dipakainya dari kepalanya dan diberikan kepada orang tersebut. Orang-orang di situ berkata, 'Bukankah sudah cukup kalau engkau berikaan dua dirham saja?' 'Abdullah bin 'Umar menjawab, 'Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Jagalah orang yang pernah berhubungan hubungan keluarga dengan ayahmu dan jangan engkau memotongnya itu menyebabkan Allah akan mematikan cahayamu.'"

* Dha'if.

41. 'Abdullah bin 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata, "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Sesungguhnya sebaik-baik bakti adalah seorang pria yang menyambung hubungan dengan shahabat ayahnya.'"

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Adabul Mufrad, Penulis: Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Adabul Mufrad, Penerjemah: Muhammad Khalid Abri, Penerbit: Syiar Semesta, Surabaya - Indonesia, Cetakan Pertama, Mei 2004 M.

Adabul Mufrad 31-34

Adabul Mufrad.

Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Kitab Berbakti kepada kedua orang tua.

Bab 16: Menangisnya kedua orang tua

31. Thaisalah mendengar 'Abdullah bin 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata, "Menangisnya kedua orang tua adalah termasuk kedurhakaan dan dosa besar."

Bab 17: Do'a kedua orang tua

32. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Tiga macam do'a yang terkabul, tidak diragukan lagi, yaitu: Do'a orang yang dizhalimi, do'a orang yang bepergian dan do'a kedua orang tua pada anaknya.'"

33. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata: "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Tidak ada bayi yang berbicara dalam buaian kecuali 'Isa putera Maryam dan Juraij.' Lalu ada yang bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapa Juraij?' Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda:

'Juraij adalah seorang rahib yang bertempat tinggal pada rumah peribadatannya. Lalu ada seorang penggembala yang menggiring sapinya di bagian bawah tempat peribadatannya. Dan ada seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu. Lalu datanglah ibu Juraij pada suatu hari dan memanggilnya, 'Wahai Juraij.' Juraij ketika itu sedang shalat. Dia lalu bertanya dalam hatinya, 'Ibuku atau shalatku?' Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya lalu memanggil yang kedua kalinya. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, 'Ibuku atau shalatku?' Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil yang ketiga kalinya, Juraij bertanya lagi dalam hatinya, 'Ibuku atau shalatku?' Rupanya dia masih tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan itu ibunya berkata, 'Allah tidak akan mematikanmu wahai Juraij, sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur!' Lalu pergilah ibunya. Wanita tadi (yang menemui penggembala) kemudian dibawa menghadap raja dalam keadaan sudah melahirkan. Bertanya raja itu kepada wanita tersebut, 'Dari hubungan dengan siapa anak ini?' 'Dari Juraij,' jawab wanita itu. Raja bertanya lagi, 'Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?' 'Benar,' jawab wanita itu. Raja berkata, 'Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.' Maka orang-orang menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya pada lehernya dengan tali dan membawanya menghadap raja. Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dimana mereka melihat Juraij berada di antara manusia. Raja lalu bertanya padanya, 'Siapa ini menurutmu?' Juraij balik bertanya, 'Siapa yang engkau maksud?' Raja berkata, 'Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.' Juraij bertanya, 'Apakah engkau telah berkata begitu?' 'Benar,' jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, 'Dimana bayi itu?' Orang-orang menjawab, '(Itu) di pangkuan (ibu)nya.' Juraij menemuinya dan bertanya pada bayi itu, 'Siapa ayahmu?' Bayi itu menjawab, 'Penggembala sapi.' Orang-orang lalu berkata, 'Apakah akan kami bangunkan rumah ibadahmu dari emas?' Juraij menjawab, 'Jangan.' 'Atau dari perak?', kata orang-orang lagi. 'Jangan,' jawab Juraij. 'Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?', tanya orang-orang. Juraij menjawab, 'Bangunlah seperti semula.' Raja lalu bertanya, 'Lalu untuk apa engkau tersenyum?'. 'Untuk sesuatu yang sudah aku ketahui,' jawab Juraij. 'Telah sampai kepadaku do'a ibuku,' lanjutnya. Juraij kemudian menceritakan peristiwa yang dialaminya.

Bab 18: Menawarkan Islam pada ibu yang beragama nashrani.

34. Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu berkata, "Tidak ada seorang pun dari golongan yahudi dan nashara kecuali pasti dia mencintaiku. (Akan halnya) ibuku kuharapkan dia masuk Islam tetapi dia menolak. Lalu aku katakan padanya (sekali lagi) dia tetap menolak. Maka kutemui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dan kukatakan pada beliau, 'Do'akanlah ibuku.' Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam lalu mendo'akannya. Sesudah itu kutemui ibuku dan kudapati pintunya sedang tertutup. Ibuku berkata, 'Wahai Abu Hurairah, aku telah masuk Islam.' Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kuberitahu dan kukatakan, 'Do'akanlah aku dan ibuku.' Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian berdo'a:

اَللَّهُمَّ عَبْدُكَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ وَأُمُّهُ أَحِبَّهُمَا إِلَى النَّاسِ

Allaahumma 'abduka abuu hurairata wa ummuhu ahibbahumaa ilan naas
"Ya Allah hambamu Abu Hurairah dan ibunya jadikanlah manusia mencintai keduanya."

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Adabul Mufrad, Penulis: Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari rahimahullah, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Adabul Mufrad, Penerjemah: Muhammad Khalid Abri, Penerbit: Syiar Semesta, Surabaya - Indonesia, Cetakan Pertama, Mei 2004 M.

Ringkasan Shahih Bukhari 38-39

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.

Kitaabul iimaani.

2. Kitab Iman.

39. Bab: Keutamaan Orang yang Memelihara Agamanya

38. Dari Nu'man bin Basyir (rodhiyaLLOOHU 'anhu), ia berkata, Aku mendengar Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda, "Perkara yang halal telah jelas dan perkara yang harom pun telah jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara yang diragukan (dalam riwayat lain: hal-hal syubhat 3/4), yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan orang. Barang siapa menjauhi perkara-perkara yang diragukan itu berarti ia telah memelihara agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang mengerjakan perkara-perkara yang diragukan, maka ia seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang, dan dikhawatirkan ia akan terjatuh ke dalamnya. (dalam riwayat lain: "Barang siapa meninggalkan apa yang diragukannya akan menyebabkan dosa, maka terhadap sesuatu yang jelas (hukumnya) ia akan lebih menghindari dan meninggalkannya, dan barang siapa berani melakukan apa yang diragukan akan menyebabkan dosa, maka dikhawatirkan ia akan mencampakkan dirinya ke dalam perbuatan dosa yang nyata. Ketahuilah, semua raja mempunyai larangan, dan larangan ALLOH adalah segala yang diharomkan-NYA. (dalam riwayat lain: bahwa kemaksiatan adalah larangan ALLOH) Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik maka baik pula seluruh tubuhnya, dan apabila daging itu rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, daging tersebut adalah hati."

40. Bab: Menyerahkan Seperlima Harta Rampasan Perang adalah Sebagian dari Iman

39. Dari Abu Jamroh, ia berkata, "Aku duduk bersama Ibnu 'Abbas (ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma) di atas dipannya, lalu ia berkata kepadaku, 'Tinggallah di rumahku, akan kuberikan kepadamu sebagian hartaku.' Lalu aku pun tinggal di rumahnya selama dua bulan. (Dalam riwayat lain: Aku menjadi penerjemah antara Ibnu 'Abbas dengan orang-orang 1/30). Kemudian ia berkata kepadaku, (dalam riwayat lain: Aku berkata kepada Ibnu 'Abbas, 'Aku punya sebuah guci. Aku membuat arak di dalamnya lalu aku meminumnya dalam keadaan manis. Jika aku banyak melakukan itu, sementara aku sering duduk-duduk bersama orang-orang dalam waktu yang lama, maka dikhawatirkan akan mempermalukanku'."(30) Ibnu 'Abbas berkata, 5/116) "Ketika utusan Abul Qois datang kepada Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam, Beliau bertanya kepada mereka, 'Utusan dari suku manakah kalian semua?' Mereka menjawab, ['Kami dari dusun 7/114] suku Robi'ah'." (Dalam riwayat lain, "Kami tidak datang kepadamu kecuali pada setiap bulan harom" 4/157) Rosul shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam pun bersabda, "Selamat datang wahai para utusan (yang telah datang)." Diucapkan oleh Beliau tanpa maksud untuk menghina atau merasa menyesal. Mereka berkata, "Wahai Rosululloh, kami tidak dapat menemui engkau kecuali pada bulan harom, karena di antara negeri kami dan engkau masih terdapat kampung Mudhor yang kafir. [Kami datang kepadamu dari tempat yang jauh.] Oleh karena itu, berilah kami pengajaran yang jelas (dalam riwayat lain: jelaskanlah perkaranya kepada kami) [yang bisa kami ambil dari engkau 1/133] untuk kami sampaikan kepada orang-orang di kampung kami, agar kami semuanya masuk Surga [jika kami melaksanakannya. 7/217]" Kemudian mereka menanyakan kepada Beliau tentang meminum minuman keras, maka Beliau menyuruh mereka melaksanakan empat perkara dan melarang (dalam riwayat lain: "Aku perintahkan kalian dengan empat perkara dan aku larang kalian") empat perkara. Beliau memerintahkan mereka untuk beriman kepada ALLOH [Azza wa Jalla] semata. Beliau bersabda, "Tahukah kalian apa artinya iman kepada ALLOH semata?" "ALLOH dan Rosul-NYA lebih mengetahui," jawab mereka. Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda, "Mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) selain ALLOH dan bahwa Muhammad adalah utusan ALLOH." [Seraya Beliau mengisyaratkan dengan tangannya 4/44] dan menegakkan sholat, membayar zakat, melaksanakan puasa di bulan Romadhon, dan menyerahkan seperlima harta rampasan perang {kepada Baitul Maal}. Kemudian Beliau melarang mereka untuk melakukan empat perkara, yaitu (dalam riwayat lain: "Janganlah kalian minum dalam") wadah (guci) hijau, labu kering, pohon kurma {yang diukir}, dan sesuatu yang dilumuri tir,(31) atau mungkin Beliau menyebutkan muqoyyar (dan bukan naqiir). Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam melanjutkan, "Ingatlah semua itu dan sampaikan kepada orang-orang di kampung kalian."

41. Bab: Hal yang Terkandung dalam Pengertian bahwa Amal Perbuatan harus Disertai Niat dan Mengharapkan Pahala, karena Setiap Orang akan Mendapatkan Balasan Sesuai dengan Niatnya.

Dalam hal ini mencakup: iman, wudhu, sholat, zakat, hajji, puasa dan berbagai hukum. Allah berfirman, "Katakanlah, 'Setiap orang berbuat menurut kebiasaannya masing-masing." {Qur-an Suroh al-Isroo' (17): Ayat 84} Maksudnya, tergantung kepada niatnya.

10.(32) Nafkah seorang laki-laki untuk keluarganya dengan mengharapkan pahalanya termasuk shodaqoh.

11.(33) Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda, "Tetapi jihad dan niat."

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(30) Maksudnya adalah karena dalam keadaan seperti itu aku menyerupai orang yang sedang mabuk. (Fat-hul Baari)

(31) Keempat hal ini adalah alat untuk membuat minuman keras.

(32) Ini adalah bagian dari hadits Abu Mas'ud al-Badri (ro-dhiyaLLOOHU 'anhu), yang disebutkan pengarang dalam bab ini dari kitab ke 69 bab 1.

(33) Ini adalah bagian dari hadits Ibnu 'Abbas (ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma), yang akan disebutkan secara maushul pada kitab ke 56 bab 27.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.

Ringkasan Shahih Bukhari 35-37

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.

Kitaabul iimaani.

2. Kitab Iman.

34. Bab: Zakat adalah Sebagian dari Islam

Firman-NYA, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah ALLOH dengan memurnikan ketaatan kepada-NYA dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikaan sholat dan menunaikan zakat." {Qur-an Suroh al-Bayyinah (98): Ayat 5}

35. Dari Tholhah bin 'Ubaydillah (RodhiyaLLOOHU 'Anhu), ia berkata, "Seorang laki-laki dari Najd (dalam riwayat lain: seorang badui) datang kepada Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam dengan kepala penuh debu, kami mendengar suaranya tapi tidak mengerti apa yang diucapkannya sehingga ia mendekat. Ternyata ia menanyakan tentang Islam." (dalam riwayat lain: Ia berkata, "Wahai Rosululloh, beritahukan tentang sholat yang ALLOH wajibkan kepadaku?") Maka Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bersabda, "Sholat lima waktu dalam sehari semalam." Ia bertanya lagi, "Apakah ada lagi selain itu?" Beliau pun menjawab, "Tidak, kecuali jika engkau mau mengerjakan sholat sunah." Kemudian Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam meneruskan ucapannya, "Dan puasa" (dalam riwayat lain disebutkan: "Beritahukan puasa yang diwajibkan ALLOH kepadaku?" Beliau menjawab, "Puasa pada bulan) Romadhon." Orang itu bertanya lagi, "Adakah selain itu?" Beliau menjawab, "Tidak ada, kecuali jika engkau mau melakukan yang sunah." [Ia bertanya lagi, "Beritahukan tentang zakat yang diwajibkan ALLOH kepadaku?" 3/225] Kemudian Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam menyebutkan perihal zakat. (dalam riwayat lain: "Maka Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam memberitahukan kepadanya tentang syari'at-syari'at Islam) Orang itu bertanya lagi, "Adakah yang diwajibkan atasku selain itu?" Beliau pun menjawab, "Tidak ada, kecuali jika engkau mau melakukan yang sunah." Kemudian orang itu pergi dan berkata, "Demi ALLOH! aku tidak akan menambah atau mengurangi [sedikitpun dari apa yang telah ALLOH wajibkan kepadaku] lalu Rasulullah ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bersabda, "Dia pasti beruntung jika dia benar-benar menepati perkataannya."

35. Bab: Mengiringi Jenazah Merupakan Bagian dari Iman

36. Dari Abu Huroiroh (RodhiyaLLOOHU 'Anhu), bahwa Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bersabda, "Barang siapa mengiringi jenazah seorang muslim karena iman dan mengharapkan pahala, yang mana ia menyertainya sampai menyolatinya dan menyelenggarakan penguburannya hingga selesai, maka ia akan kembali dengan membawa pahala dua qiroth. Setiap qiroth kira-kira sebesar bukit Uhud. Dan barang siapa mensholatinya saja kemudian ia pulang sebelum menguburkannya, maka ia membawa pulang pahala satu qiroth."

36. Bab: Takutnya Seorang Mukmin akan Kehilangan Amalnya Tanpa Disadari

10.(23) Ibrohim at-Taimi berkata, "Perkataanku tidak pernah bertentangan dengan perbuatanku, karena aku takut menjadi seorang pembohong."

11.(24) Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Aku pernah bertemu dengan tiga puluh orang shahabat Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam yang takut akan kemunafikan padaa dirinyaa. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan bahwa iman mereka setara dengan iman Jibril dan Mikail."

12.(25) Disebutkan dari al-Hasan, "Tidak ada seorang pun yang takut terhadapnya (kemunafikan) kecuali ia seorang yang beriman, dan tidak ada seorang pun yang merasa aman terhadapnya (kemunafikan) kecuali ia pasti seorang munafik." (26) Diperingatkan akan perbuatan saling memusuhi berdasarkan firman ALLOH, "Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu sedang mereka mengetahui." {Qur-an Suroh Aali 'Imroon (3): Ayat 135}

37. Dari Zubaid, berkata, "Aku bertanya kepada Abu Wa'il tentang Murji'ah."(27) Ia menjawab, "Abdulloh menceritakan kepadaku, bahwa Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bersabda, 'Memaki orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran'."

37. Bab: 8.(28) Pertanyaan Jibril kepada Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam tentang Iman, Islam, Ihsan, Hari Akhir, dan Penjelasan Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam kepadanya, Kemudian Rosululloh (shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam) Bersabda,

"Jibril 'alayhis salaam datang untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian." Nabi (shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam menganggap itu semua adalah agama.

9.(29) Semua yang beliau jelaskan kepada utusan 'Abdul Qois adalah bagian iman dan firman ALLOH, "Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya." {Qur-an Suroh Aali 'Imroon (3): 85}

(Hadits Jibril dalam bab ini, adalah dari hadits Abu Huroiroh (rodhiyaLLOOHU 'anhu), yang akan disebutkan pada kitab ke 65 bab 2).

Abu 'Abdillah berkata, "Semua itu beliau jadikan sebagai bagian dari iman."

38. Bab

(Hadits dalam bab ini adalah bagian dari hadits Abu Sufyan (rodhiyaLLOOHU 'anhu) yang panjang tentang Hiraklius, yang akan disebutkan pada kitab ke 56 bab 102).

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(23) Diriwayatkan secara maushul oleh pengarang dalam kitaab at-Tarikh dan Ahmad dalam az-Zuhd dengan sanad shohih darinya.

(24) Diriwayatkan secara maushul oleh Ibnu Abi Khoitsamah dalam kitab Tarikh milikny tapi tidak menyebutkan jumlahnya. Demikian juga Ibnu Nashr dalam kitabnya al-Iman dan Abu Zar'ah ad-Dimasyqi dalam kitab Tarikh miliknya dari jalur lain darinya sebagaimana dalam riwayt tersebut.

(25) Disebutkan secara maushul oleh Ja'far al-Faryabi dalam kitab Shifatul Munafiq dari beberapa jalur yang berbeda, dan hal ini mendukung keshohihan riwayat ini darinya, lalu kenapa pengarang menuliskan "Disebutkan" yang mengisyaratkan bahwa riwayat ini lemah? Hal ini dijawab oleh al-Hafizh, bahwa ini merupakan penyampaian ringkas, yakni pengarang tidak mengkhususkan ungkapan yang tersirat lemah itu untuk menunjukkan kelemahan, tapi untuk mengungkapkan matannya dengan ungkapan maknanya atau ringkasan yang disimpulkannya. Dengan demikian aku mengerti akan pentingnya hal itu.

(26) Yakni nifaq 'amali (kemunafikan dalam perbuatan).

(27) Yaitu salah satu golongan sesat yang mengatakan bahwa kemaksiatan itu tidak merusak iman.

(28) Ini adalah bagian dari hadits Abu Huroiroh (rodhiyaLLOOHU 'anhu) yang disebutkan pengarang dalam bab ini. Adapun pada kitab 65 (tentang tafsir) lafazhnya lebih lengkap. Lihat pada kitab ke 36 bab 3. Disebutkan secara maushul pula oleh Muslim dan lainnya dari hadits Ibnu 'Umar (rodhiyaLLOOHU 'anhuma).

(29) Mengisyaratkan pada hadits Ibnu 'Umar (rodhiyaLLOOHU 'anhuma) berikut, yang disebutkan secara bersambung setelah dua bab berikut.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.

Ringkasan Shahih Bukhari 32-34

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.

Kitaabul iimaani.

2. Kitab Iman.

32. Bab: Amal yang Paling Disukai ALLOH adalah yang Dilakukan Secara Rutin dan Berkesinambungan

32. Dari 'Aisyah (RodhiyaLLOOHU 'Anhuma), bahwa pada suatu ketika Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam masuk ke tempat 'Aisyah, dan saat itu ada seorang wanita [dari bani Asad 2/48] bersama 'Aisyah. Lalu Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bertanya, "Siapa wanita itu?" 'Aisyah menjawab, "Ini adalah fulanah [yang biasa tidak tidur malam]." 'Aisyah lalu menyebutkan 'amalan sholatnya. Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bersabda, "Jangan begitu! tetapi kerjakanlah semampumu ['amal-'amal itu]. Demi ALLOH, DIA tidak bosan (dalam riwayat lain: sesungguhnya ALLOH tidak bosan) {untuk memberikan pahala}, hingga kamu sendiri yang merasa bosan. 'Amal yang paling disukai ALLOH adalah yang dilakukan secara rutin dan berkesinambungan."

33. Bab: Bertambah dan Berkurangnya Iman

Firman ALLOH, "Dan KAMI tambahkan kepada mereka petunjuk." {Qur-an Suroh al-Kahfi (18): Ayat 13} "Dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya." "Pada hari ini telah KU-sempurnakan untukmu agamamu." {Qur-an Suroh al-Maa-idah (5): Ayat 3}. Apabila seseorang melakukan sesuatu secara tidak sempurna, maka berarti imannya telah berkurang.

33. Dari Anas (RodhiyaLLOOHU 'Anhu), dari Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam, Beliau bersabda, "Akan dikeluarkan dari Neraka; Orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaHa illaLLOOH' {tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) selain ALLOH} dan di dalam hatinya terdapat kebaikan." (7.(22) dalam riwayat mu'allaq: dari iman) seberat sya'ir (jemawut). Akan dikeluarkan dari Neraka; Orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaHa illaLLOOH' dan dalam hatinya terdapat kebaikan (iman) sebesar burroh (biji gandum). Akan dikeluarkan dari Neraka; Orang yang mengucapkan, 'Laa ilaaHa illaLLOOH' dan dalam hatinya terdapat kebaikan (iman) seberat dzarroh (biji sawi)."

34. Dari 'Umar bin Khoththob (RodhiyaLLOOHU 'Anhu), bahwa seorang laki-laki yahudi berkata (dalam riwayat lain: beberapa laki-laki yahudi berkata 5/127) kepadanya, "Wahai Amirul Mu'minin, ada sebuah ayat di dalam kitab kalian yang jika diturunkan kepada kami maka akan kami jadikan hari turunnya ayat itu sebagai hari raya." 'Umar bertanya, "Ayat yang mana?" Kemudian orang itu menjawab, "Pada hari ini telah KU-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah KU-cukupkan kepadamu nikmat-KU dan telah KU-ridhoi Islam itu sebagai agama bagimu." {Qur-an Suroh al-Maa-idah (5): Ayat 3} 'Umar berkata, "Kami tahu hari tersebut dan tempat diturunkannya kepada Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam, yaitu pada saat Beliau berada di Arofah pada hari Jum'at. [dan aku sendiri, demi ALLOH, aku pun di Arofah 5/186]."

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(22) Diriwayatkan secara maushul oleh al-Hakim dalam kitab aal-Arba'in yang di dalamnya disebutkan pernyataan Qotadah yang mendapatkan hadits tersebut dari Anas (ro-dhiyaLLOOHU 'anhu). Aku katakan, bahwa riwayat ini disebutkan secara maushul oleh pengarang dari jalur lain dari Anas dalam hadits yang panjang tentang syafaat, yang akan disebutkan pada kitab ke 97 bab 36.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.

Ringkasan Shahih Bukhari 30-31

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.

Kitaabul iimaani.

2. Kitab Iman.

30. Bab: Sholat adalah Bagian dari Iman

Firman ALLOH, "...dan ALLOH tidak akan menyia-nyiakan imanmu." {Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): 143} maksudnya adalah sholatmu di Baitulloh.

30. Dari al-Baro' bin 'Azib (RodhiyaLLOOHU 'Anhu), bahwa pertama kali Nabi ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam datang ke Madinah, Beliau bertempat tinggal di rumah kakek-kakeknya, atau al Baro' mengatakan, paman-pamannya dari golongan Anshor. Ketika itu Beliau sholat menghadap ke Baitul Maqdis selama lebih kurang enam belas atau tujuh belas bulan. Sebenarnya Beliau lebih suka Baitulloh menjadi kiblatnya (dalam riwayat lain: Beliau lebih suka menghadap ke arah Ka'bah 1/104). Sholat yang pertama kali Beliau laksanakan {dengan menghadap ke Ka'bah} adalah sholat 'Ashor, dan saat itu beberapa orang ikut sholat bersama Beliau. Kemudian salah seorang yang ikut sholat bersama Beliau keluar dan melewati sebuah masjid [milik golongan Anshor yang sedang melaksanakan sholat 'Ashor dengan menghadap Baitul Maqdis], saat itu mereka sedang ruku'. Lantas orang itu berkata, "Demi ALLOH, baru saja aku sholat bersama Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam menghadap ke arah Makkah." Maka dengan segera mereka merubah arah dengan menghadap ke Baitulloh [sementara mereka masih dalam keadaan ruku' 8/134s], [sehingga dengan demikian mereka menghadap ke arah Baitulloh]. Orang yahudi mulanya sangat bangga ketika Nabi sholat menghadap Baitul Maqdis, begitu pula Ahli Kitab. Akan tetapi setelah Beliau berubah ke Baitulloh, mereka mencela perubahan itu." [Lalu ALLOH 'Azza wa Jalla menurunkan ayat, "Sungguh KAMI (sering) melihat mukamu menengadah ke langit." (20) {Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): Ayat 144} Lalu Beliau pun menghadap ke Ka'bah. Orang-orang yang kurang akal, yakni kaum yahudi, berkata {sebagaimana disebutkan dalam al Qur-an}, "Apakah yang memalingkan mereka (ummat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?' Katakanlah, 'Kepunyaan ALLOH lah Timur dan Barat; DIA memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-NYA ke jalan yang lurus'." {Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): Ayat 142} [Adapun orang yang 5/151] Selanjutnya al-Baro' menyebutkan dalam hadits ini, "Banyak orang yang telah meninggal di masa kiblat masih ke Baitul Maqdis, dan banyak juga yang terbunuh setelah kiblat menghadap ke Baitulloh. Kami tidak mengerti bagaimana hukum sholat itu." Lalu turunlah ayat, "ALLOH tidak akan menyia-nyiakan imanmu." {Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): Ayat 143} ["Sesungguhnya ALLOH Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."]

31. Bab: Sebaik-baik Islamnya Seseorang

6.(21) Dari Abu Sa'I'd al-Khudri (ro-dhiyaLLOOHU 'anhu), bahwa ia mendengar Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda, "Apabila seseorang masuk Islam, kemudian Islamnya menjadi baik, niscaya ALLOH akan menghapus segala kejahatan yang telah dilakukannya. Setelah itu ia akan diperhitungkan ganjarannya, yaitu setiap kebaikannya akan diganjar sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Sedangkan kejahatannya hanya dibalas setara dengan kejahatannya itu, kecuali jika ALLOH memaafkannya."

31. Dari Abu Huroiroh (RodhiyaLLOOHU 'Anhu), ia berkata, "Rosululloh ShollaLLOOHU 'Alayhi Wa sallam bersabda, 'Jika seseorang memperbaiki ke-Islamannya, maka untuk setiap kebaikan yang dilakukannya akan ditulis sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan untuk setiap keburukan yang dilakukannya hanya ditulis sepertinya (satu)'."

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(20) Maksudnya ialah, Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam sering melihat ke langit dan menunggu turunnya wahyu yang memerintahkan Beliau menghadap ke Baitulloh.

(21) Riwayat ini mu'allaq menurut pengarang RohimahuLLOOH, tapi telah diriwayatkan secara maushul (bersambung) oleh an-Nasa-i dan lainnya dengan sanad shohih. Riwayat ini pun telah diriwayatkan dalam kitab ash-Shohiihah (247).

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.

Tuesday 28 March 2017

Al-Baqarah, Ayat 23-24 (2) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Baqarah.

Al-Baqarah, Ayat 23-24 (2).

Di Antara Bentuk Mukjizat al-Qur-an (2)

Adapun tarhiib (ancaman) yang Allah sampaikan di antaranya dalam firman-Nya:

"Maka apakah kamu merasa aman (dari hukuman Allah) yang menjungkir-balikkan sebagian daratan bersama kamu?" (QS. Al-Israa': 68)

Allah juga berfirman:

"Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjurkir-balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang. Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku." (QS. Al-Mulk: 16-17)

Dalam memberikan teguran, Allah Ta'ala berfirman:

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya." (QS. Al-'Ankabuut: 40)

Sedangkan dalam memberikan nasihat Dia berfirman:

"Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah diancamkan kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya." (QS. Asy-Syu'aaraa': 205-207)

Selain itu, masih banyak bentuk-bentuk kefasihan, balaghah dan keindahan lainnya.

Ketika ayat-ayat al-Qur-an berkaitan dengan hukum, perintah dan larangan, maka ayat-ayat itu mencakup perintah-Nya untuk mengerjakan seluruh perkara yang ma'ruf, baik, bermanfaat dan Dia cintai, serta larangan-Nya dari seluruh perkara yang buruk, hina dan tercela. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu dan 'ulama Salaf lainnya, ia mengatakan: "Jika engkau mendengar Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman,' maka siapkanlah pendengaranmu dengan baik, karena ayat itu mengandung kebaikan yang Dia perintahkan atau keburukan yang Dia larang." Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman:

"Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka." Dan ayat seterusnya (QS. Al-A'raaf: 157)

Dan jika ayat-ayat al-Qur-an menerangkan tempat kembali manusia di akhirat serta huru-hara di dalamnya, juga menyifati Surga dan Neraka serta apa yang dijanjikan Allah bagi para wali-Nya berupa kenikmatan dan kelezatan, dan ancaman Allah bagi musuh-musuh-Nya berupa siksa dan adzab yang pedih, maka ayat-ayat tersebut memberikan kabar gembira atau memberikan peringatan dan menyeru kepada perbuatan baik serta menjauhi segala macam kemunkaran. Selain itu ayat-ayat tersebut juga mengajak manusia agar zuhud terhadap dunia, mencintai kehidupan akhirat dan menetapi jalan yang lebih utama, serta memberikan petunjuk kepada jalan Allah yang lurus dan syari'at-Nya yang benar, dan melenyapkan berbagai gangguan syaitan terkutuk yang mengotori hati.

Al-Qur-an Adalah Mukjizat Terbesar Nabi Kita Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

Dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak seorang pun dari para Nabi melainkan telah diberikan kepadanya beberapa mukjizat yang manusia akan beriman dengannya. Adapun mukjizat yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan oleh Allah. Dan aku berharap menjadi Nabi yang paling banyak memiliki pengikut pada hari Kiamat." (103)

Lafazh di atas berdasarkan riwayat Muslim.

Sabda beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, "Adapun mukjizat yang diberikan kepadaku adalah wahyu," maksudnya bahwa yang dikhususkan kepadaku di antara para Nabi lainnya adalah al-Qur-an yang tidak mungkin ada ummat manusia yang mampu menandinginya. Berbeda dengan Kitab-kitab lainnya yang diturunkan oleh Allah, karena Kitab-kitab itu bukan mukjizat menurut pendapat kebanyakan 'ulama. Wallaahu a'lam.

Dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memiliki bukti-bukti kenabian dan kebenaran dari apa yang beliau bawa yang jumlahnya tidak terhitung. Hanya milik Allah-lah pujian dan sanjungan.

Yang Dimaksud dengan Batu.

Firman Allah Ta'ala:

"Maka peliharalah dirimu dari Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir." Kata al-waquud artinya sesuatu yang dilemparkan ke dalam Neraka untuk menyalakan apinya, sebagaimana kayu bakar dan yang lainnya. Hal yang sama disebutkan dalam firman-Nya:

"Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi Neraka Jahannam." (QS. Al-Jinn: 15)

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu 'ibadahi selain Allah adalah umpan Neraka Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu ilah-ilah, tentulah mereka tidak masuk Neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya." (QS. Al-Anbiyaa': 98-99)

Maksud kata al-hijaarah (batu) dalam ayat di atas adalah batu pemantik api yang besar, berwarna hitam, sangat keras dan berbau busuk. Batu inilah yang suhunya paling panas ketika membara. Semoga Allah menyelamatkan kita darinya.

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud batu di sini adalah patung-patung yang dahulunya disembah selain Allah, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu 'ibadahi selain Allah adalah umpan Jahannam," dan ayat selanjutnya. (QS. Al-Anbiyaa': 98)

Mengenai firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Yang disediakan bagi orang-orang kafir," dhamir (kata ganti) pada kata "u'iddat" kembali kepada Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, dan mungkin juga kembali kepada batu. Tidak ada pertentangan makna di antara kedua pendapat ini, karena keduanya (Neraka dan batu tersebut) tidak bisa dipisahkan. U'iddat berarti disediakan dan dipersiapkan bagi orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq, dari Muhammad, dari 'Ikrimah atau Sa'id bin Jubair dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma bahwa "u'iddat lil kaafiriin" artinya disediakan bagi orang-orang seperti kalian yang berada dalam kekufuran. (104)

Neraka Jahannam Telah Ada Sekarang.

Di antara imam Ahlus Sunnah banyak yang menjadikan ayat ini sebagai dalil bahwa Neraka telah ada sekarang ini, berdasarkan firman-Nya: "u'iddat" yang artinya telah disediakan atau telah dipersiapkan. Banyak juga hadits-hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya adalah hadits:

"Surga dan Neraka telah saling berdebat." (105)

Demikian juga hadits:

"Neraka pernah meminta izin kepada Rabb-nya, ia berkata: 'Wahai Rabb-ku, sebagian dariku memakan sebagian lainnya.' Lalu Allah mengizinkan baginya dua nafas: Satu nafas pada musim dingin dan satu nafas pada musim panas." (106)

Dan juga hadits Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu: "Kami pernah mendengar bunyi sesuatu yang jatuh, lalu kami pun bertanya: 'Apa itu?' Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Itulah batu yang dijatuhkan dari tepi Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang lalu dan baru sekarang sampai di dasarnya.'"

Dan ini adalah riwayat Muslim. (107)

Demikianlah pula hadits tentang shalat Gerhana, malam Isra' dan hadits-hadits mutawatir lainnya yang berkenaan dengan makna ini.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(103) Fat-hul Baari 8/619 dan Muslim 1/134. Al-Bukhari no. 4981, Muslim no. 152.

(104) Tafsiir ath-Thabari 1/383.

(105) Muslim 4/2186. Al-Bukhari no. 4850, Muslim no. 2847.

(106) Al-Bukhari no. 537, dan Tuhfatul Ahwadzi 7/317. At-Tirmidzi no. 2592. Namun setelah kami lihat referensi asli, yaitu Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, ternyata kami dapati lafazh-lafazhnya berbunyi, "Neraka mengeluh kepada Rabb-nya." Wallaahu a'lam.

(107) Muslim 4/2184 no. 2844.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.

Al-Baqarah, Ayat 23-24 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Baqarah.

Al-Baqarah, Ayat 23-24.

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur-an yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur-an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. (QS. 2: 23) Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir. (QS. 2: 24)

Penetapan Risalah Rasul Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

Setelah menetapkan bahwasanya tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, selanjutnya Dia menetapkan kenabian. Allah berfirman yang ditujukan kepada orang-orang kafir: "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur-an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami," maksudnya adalah Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka "fa'-tuu bisuuratin" buatlah satu surat yang serupa dengan surat dari Kitab (al-Qur-an) yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Jika kalian menyangka bahwa wahyu itu diturunkan dari selain Allah, bandingkanlah surat buatan kalian itu dengan apa yang telah dibawa oleh Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Dan untuk itu mintalah bantuan kepada siapa saja yang kalian kehendaki selain Allah 'Azza wa Jalla. Maka sesungguhnya kalian tidak akan mampu melakukannya.

Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata: "Syuhadaa-a kum" berarti para penolong kalian. (99)

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik, ia mengatakan: "Arti syurakaa-ukum (sekutu) yaitu kaum lain yang mau membantu kalian untuk melakukan hal tersebut. Dan mintalah bantuan kepada sembahan-sembahan kalian yang kalian anggap mampu membantu dan menolong kalian." (100)

Mujahid berkata: "Wad'uu syuhadaa-a kum" maksudnya orang-orang yang bersedia menjadi saksi atas hal itu, yakni para pujangga dan ahli bahasa. (101)

Tantangan (Allah) dan Ketidakmampuan (Orang-orang kafir) untuk Menandingi Al-Qur-an

Allah juga telah menantang mereka untuk melakukan hal tersebut pada banyak surat dalam al-Qur-an. Allah berfirman dalam surat al-Qashash:

"Katakanlah, 'Datangkanlah olehmu sebuah kitab dari sisi Allah yang kitab itu lebih (dapat) memberi petunjuk daripada keduanya (Taurat dan al-Qur-an), niscaya aku mengikutinya, jika kamu memang orang-orang yang benar.'" (QS. Al-Qashash: 49)

Allah berfirman dalam surat al-Israa':

"Katakanlah: 'Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur-an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.'" (QS. Al-Israa': 88)

Allah berfirman dalam surat Huud:

"Bahkan mereka mengatakan: 'Muhammad telah membuat-buat al-Qur-an itu.' Katakanlah: '(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.'" (QS. Huud: 13)

Demikian juga dalam surat Yunus:

"Tidaklah mungkin al-Qur-an ini dibuat oleh selain Allah, akan tetapi (al-Qur-an itu) membenarkan Kitab-kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Rabb semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan: 'Muhammad membuat-buatnya.' Katakanlah: '(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggilah siapa saja yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.'" (QS. Yunus: 37-38)

Semua ayat di atas diturunkan di Makkah.

Kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menantang mereka melakukan hal tersebut di Madinah, seperti yang tercantum dalam ayat ini. Dia berfirman: "Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur-an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal dengannya," yaitu yang serupa dengan al-Qur-an. Demikianlah yang dikatakan oleh Mujahid dan Qatadah serta dipilih oleh Ibnu Jarir ath-Thabari, az-Zamakhsyari, ar-Razi dan dinukil dari 'Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Abbas, al-Hasan al-Bashri dan mayoritas muhaqqiq (102). Pendapat ini dinilai kuat dengan berbagai pertimbangan. Yang terbaik di antaranya bahwa Allah 'Azza wa Jalla menantang mereka secara keseluruhan, baik orang-perorang maupun secara kelompok, baik yang buta huruf ataupun yang ahli bahasa. Ini adalah tantangan yang paling tegas dan sempurna daripada sekedar menantang orang perorang dari mereka yang tidak mahir menulis dan belum mendalami ilmu sedikit pun. Mereka pun berdalil dengan firman-Nya:

"Kalau demikian, maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat yang menyamainya." (QS. Huud: 13)

Dan juga firman-Nya:

"Niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya." (QS. Al-Israa': 88)

Tantangan ini umum ditujukan kepada mereka semua, sedangkan mereka adalah ummat yang paling fasih berbahasa. Allah telah menantang mereka berulang kali, baik di Makkah maupun di Madinah, sedangkan mereka adalah ummat yang sangat memusuhi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan membenci agama yang beliau bawa. Meskipun demikian mereka sama sekali tidak mampu melakukannya.

Karena itulah Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya)." Kata "lan" berfungsi untuk menafikan (meniadakan) selama-lamanya di masa yang akan datang. Artinya kalian tidak akan pernah bisa melakukannya selama-lamanya.

Ini pun merupakan mukjizat lain, di mana Allah memberikan sebuah kabar yang pasti dengan berani tanpa rasa takut ataupun khawatir, bahwa al-Qur-an tidak akan pernah dapat ditandingi selamanya. Fakta membuktikan bahwa sejak dahulu hingga sekarang dan sampai kapanpun tidak akan ada yang mampu menyamai al-Qur-an dan tidak mungkin bagi seseorang untuk melakukannya. Al-Qur-an adalah firman Allah, Rabb pencipta segala sesuatu, maka bagaimana mungkin firman Sang Pencipta diserupakan dengan ucapan makhluk?!

Di Antara Bentuk Mukjizat al-Qur-an

Siapa saja yang mencermati dan memperhatikan al-Qur-an dengan seksama niscaya dia akan menemukan berbagai keunggulannya yang tidak tertandingi dalam seni sastra, baik yang tersurat maupun yang tersirat, baik dari sisi lafazh maupun makna. Allah Ta'ala berfirman: "Alif laam ra-dhiyallaahu 'anha', (inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu." (QS. Huud: 1) Artinya, lafazh-lafazhnya dikokohkan dan makna-maknanya diterangkan secara rinci, atau sebaliknya (lafazh-lafazhnya diterangkan dengan rinci dan makna-maknanya dikokohkan). Dengan demikian seluruh kata dan maknanya dikemukakan secara fasih, tidak ada yang dapat menyamai dan menandinginya. Di dalamnya Allah mengabarkan berita-berita ghaib yang telah terjadi dan memang hal itu terjadi sama persis dengan apa yang dikabarkan tersebut. Di dalamnya Dia memerintahkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (al-Qur-an), sebagai kalimat yang benar dan adil." (QS. Al-An'aam: 115) Artinya, benar dalam berita yang disampaikan al-Qur-an dan adil dalam hukum-hukum yang dimuatnya. Dengan demikian, seluruh kandungan al-Qur-an adalah benar, adil dan merupakan petunjuk. Di dalamnya tidak ada sedikit pun kecerobohan, kebohongan atau sesuatu yang dibuat-buat. Tidak seperti sya'ir-sya'ir Arab dan sya'ir'isya'ir selain mereka yang diwarnai dengan berbagai kecerobohan serta kebohongan, dan sya'ir-sya'ir itu tidak akan indah kecuali dengan hal-hal seperti itu. Sebagaimana diungkapkan dalam sya'ir:

"Sesungguhnya kata yang paling sedap adalah kata yang paling dusta."

Engkau temukan dalam qashidah (untaian sya'ir) yang panjang pada umumnya berisi penyebutan sifat-sifat wanita, kuda atau minuman keras. Atau pujian terhadap orang tertentu, terhadap kuda, unta, perang atau peristiwa dan tragedi yang terjadi. Dan juga binatang buas atau suatu fenomena yang terjadi, yang mana semua itu tidak mengandung faedah, kecuali hanya menonjolkan kemampuan mutakallim (pembicara) tertentu dalam mengungkapkan sesuatu yang tersembunyi atau detail, atau menampilkan sesuatu dengan tampilan yang nyata. Kemudian engkau dapati ia mengarang satu atau dua bait sya'ir atau bahkan lebih yang kebanyakannya hanyalah sya'ir-sya'ir qashidah dan sebagian besar isinya tidak mengandung manfaat sama sekali.

Sedangkan al-Qur-an, seluruh kandungannya benar-benar fasih. Berada di puncak keindahan bahasa bagi orang-orang yang memahaminya secara rinci maupun global, yakni bagi mereka yang memahami ucapan dan ungkapan bahasa Arab.

Jika engkau merenungkan berita-berita dari al-Qur-an, pasti engkau akan mendapatinya berada di puncak cita rasa yang mengagumkan, baik disajikan secara panjang lebar maupun singkat, baik berulang-ulang ataupun tidak. Setiap kali diulang, maka semakin mempesona dan tinggi cita rasa keindahannya. Tidak basi dengan banyaknya pengulangan dan tidak menjadikan para 'ulama menjadi bosan. Jika Allah memberikan ancaman dan peringatan keras di dalamnya, maka gunung-gunung yang berdiri kokoh menjadi goncang karenanya. Maka bagaimana pendapatmu dengan hati yang benar-benar memahami hal tersebut? Dan jika Allah berjanji, Dia mengemukakannya dengan ungkapan yang dapat membuka hati dan pendengaran, sehingga hati pun merindukan Surga yang penuh kedamaian di sisi 'Arsy ar-Rahmaan. Sebagaimana firman-Nya yang mengandung targhiib (dorongan) berikut ini:

"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (QS. As-Sajdah: 17)

Allah juga berfirman:

"Dan di dalam Jannah itu terdapat segala apa yang diinginkan oleh hati dan sedap (di pandang) mata dan kalian kekal di dalamnya." (QS. Az-Zukhruf: 71)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(99) Tafsiir ath-Thabari 1/376.

(100) Ibnu Abi Hatim 1/84.

(101) Ibnu Abi Hatim 1/85.

(102) Ulama yang senantiasa meneliti kembali berbagai permasalahan agama dengan merujuk kepada dalil-dalilnya, -pent.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.