Friday 26 May 2017

Rukun Keempat: Iman Kepada Rasul | Rukun Iman yang Enam | Tingkatan Kedua: Iman | Tingkatan-tingkatan Din | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Kedua.

Ma'rifatud Din.
Mengenal Dinul Islam.

4) Kata rusul merupakan bentuk jamak dari kata rasul artinya mursal, yakni mab'uts (yang diutus) untuk menyampaikan sesuatu. Namun yang dimaksudkan di sini (menurut pengertian syara') adalah manusia yang diberi wahyu (oleh Allah) berupa syara', dan diberi tugas untuk menyampaikannya.

Rasul pertama adalah Nuh ('alaihis salam), dan yang terakhir adalah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu itu kepada Nuh dan Nabi-nabi sesudahnya." (An-Nisa` [4]: 163)

Dalam Shahihul Bukhari mengenai hadits syafaat disebutkan riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah menuturkan, "Kelak manusia akan datang kepada Nabi Adam agar ia berkenan memberikan syafaat kepada mereka, namun ternyata Nabi Adam meminta maaf kepada mereka (tidak bisa memberi syafaat) seraya berkata kepada mereka, 'Datanglah kepada Nuh sebagai Rasul pertama yang diutus oleh Allah...'" (42)

Tentang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak laki-laki di antara kami, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi." (Al-Ahzab [33]: 40)

Setiap umat tidak pernah kosong dari seorang Rasul yang diutus oleh Allah 'Azza wa Jalla dengan membawa syariat tertentu untuk kaum (umat)nya, atau tidak pernah pula kosong dari seorang Nabi yang diberi wahyu (oleh Allah) dengan syariat Nabi sebelumnya untuk melakukan pembaharuan syariat tersebut. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat agar menyerukan, 'Ibadahilah Allah saja, dan jauhilah Thaghut!'" (An-Nahl [16]: 36)

Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Tidak ada suatu umat pun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan." (Fathir [35]: 24)

Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Dengan kitab itu pula, diputuskan perkara orang-orang yahudi." (Al-Ma`idah [5]: 44)

Para Rasul adalah manusia biasa yang juga merupakan makhluk Allah. Mereka sama sekali tidak memiliki karakteristik rububiyah maupun uluhiyah. Allah 'Azza wa Jalla berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam yang merupakan 'penghulu'nya para utusan yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah 'Azza wa Jalla, "Katakanlah (hai Muhammad), 'Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa untuk menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki oleh Allah. Sekiranya aku dapat mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya, dan aku tidak akan pernah ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (Al-A'raf [7]: 188)

Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.' Katakanlah, 'Sesungguhnya aku sekali-kali tidak seorang pun yang dapat melindungiku dari (adzab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung daripada-Nya." (Al-Jinn [72]: 21-22)

Para Rasul justru mempunyai karakter-karakter kemanusiaan, seperti sakit, mati, butuh makan atau minum dan sebagainya. Dalam mensifati Rabbnya, Ibrahim 'alaihis salam berkata -sebagaimana dituturkan oleh Al-Quran-, "Dialah (Rabbku) yang telah memberikan makan dan minum. Apabila aku sakit, Dialah pula yang menyembuhkan aku. Dia juga yang mematikanku, dan kemudian menghidupkannya (kembali)." (Asy-Syu'ara [42]: 79-91)

Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Aku tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kalian; aku bisa lupa serti kalian juga. Maka jika aku lupa, ingatkanlah aku!" (43)

Allah 'Azza wa Jalla mensifati para Rasul itu sebagai manusia yang menempati peringkat paling tinggi dalam menghamba (ubudiyah) kepada-Nya. Allah 'Azza wa Jalla juga memberikan pujian kepada mereka. Tentang Nabi Nuh 'alaihis salam, Allah berfirman, "Sesungguhnya Nuh adalah seorang hamba yang banyak bersyukur." (Al-Isra' [17]: 3)

Tentang Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam, Allah berfirman, "Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan (Al-Quran) kepada hamba-Nya, agar ia menjadi juru ingat bagi seluruh alam." (Al-Furqan [25]: 1)

Tentang (Nabi) Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub 'alaihimus salaam, Allah berfirman, "Ingatlah akan hamba-hamba Kami; Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai kekuatan dan wawasan yang luas. Sesungguhnya Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (Shad [38]: 45-47)

Tentang Nabi Isa putra Maryam ('alaihis salam), Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) dan Kami jadikan ia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah) untuk Bani Israil." (Az-Zukhruf [43]: 59)

Iman kepada para Rasul terdiri atas empat perkara:

Pertama: Iman bahwa risalah mereka adalah benar-benar dari Allah 'Azza wa Jalla. Barangsiapa mengkufuri risalah mereka, sekalipun hanya salah seorang dari mereka saja, maka ia berarti telah mengkufuri seluruh Rasul yang ada. Ini berdasarkan firman Allah 'Azza wa Jalla, "Kaum Nuh telah mendustakan seluruh utusan." (Asy-Syu'ara [42]: 105)

Allah 'Azza wa Jalla telah menganggap mereka sebagai orang-orang yang mendustakan seluruh Rasul yang diutus oleh Allah, padahal ketika mereka mendustakan Rasul itu, yang ada hanyalah Nuh ('alaihis salam). Berdasarkan ini, maka kaum nasrani yang mendustakan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan tidak mau mengikuti beliau, mereka berarti mendustakan Al-Masih bin Maryam juga, dan tidak mengikuti Al-Masih. Lebih-lebih Al-Masih sendiri telah menyampaikan kabar gembira tentang Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Adalah tidak ada artinya pemberian kabar gembira kepada mereka itu dengan kedatangan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam, kecuali ia memang seorang Rasul untuk mereka juga. Dengan Muhammad (Shallallahu 'alaihi wa Sallam) itulah, Allah akan menyelamatkan mereka dari kesesatan serta memberi mereka petunjuk ke jalan yang lurus.

Kedua: Iman kepada siapa saja di antara mereka yang kita ketahui namanya, seperti Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa dan Nuh -alaihimush shalatu was salam-. Kelima nama tersebut adalah para Rasul Ulul 'Azmi di antara Rasul-rasul yang ada. Allah 'Azza wa Jalla telah menyebut mereka pada dua tempat (surat) di dalam Al-Quran; surat Al-Ahzab dan Asy-Syu'ara. Firman Allah, "Ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari Nabi-nabi dan dari kamu sendiri (Muhammad), Nuh, Ibrahim, Musa serta Isa putra Maryam." (Al-Ahzab [33]: 7)

"Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, juga yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan 'Isa, yaitu 'Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya..." (Asy-Syu'ara [42]: 13)

Adapun terhadap para Rasul yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita imani mereka secara global. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Sungguh telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada pula yang tidak Kami ceritakan kepadamu." (Al-Mu'min [40]: 78)

Ketiga: Membenarkan berita-berita mereka yang sah (sahih).

Keempat: Mengamalkan syariat salah seorang di antara para Rasul itu yang diutus kepada kita. Dia adalah penutup para Rasul, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam yang diutus kepada seluruh umat manusia. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Maka demi Rabbmu, mereka pada hakikatnya tidaklah beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan suatu keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa' [4]: 65)

Iman kepada para Rasul mempunyai buah yang sangat agung, di antaranya:

1. Mengetahui akan rahmat Allah 'Azza wa Jalla dan perhatian-Nya terhadap para hamba-Nya dengan mengutus para Rasul kepada mereka, agar para Rasul itu memberi petunjuk mereka ke jalan Allah 'Azza wa Jalla serta menjelaskan bagaimana seharusnya mereka beribadah kepada Allah. Sebab akal manusia tidak memadai untuk mengetahui hal itu.

2. Mensyukuri nikmat Allah yang amat besar ini.

3. Mencintai para Rasul, mengagungkan mereka, serta memberikan pujian yang layak buat mereka. Sebab, mereka adalah para utusan Allah 'Azza wa Jalla dan juga karena mereka menunaikan penghambaan kepada-Nya, menyampaikan risalah-Nya serta memberikan nasihat kepada para hamba-Nya.

Namun orang-orang yang membangkang telah mendustakan para Rasul itu dengan beranggapan bahwa para utusan Allah 'Azza wa Jalla itu bukan dari golongan manusia. Allah 'Azza wa Jalla sendiri yang mengungkap adanya anggapan (keyakinan) ini dan sekaligus juga yang membatalkannya melalui firman-Nya:

"Tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka, 'Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi Rasul?' Katakanlah, 'Sekiranya ada Malaikat-malaikat yang berjalan-jalan dengan tenang sebagai penghuni di bumi, niscaya Kami turunkan dari langit seorang Malaikat sebagai Rasul'." (Al-Isra' [17]: 94-95)

Allah 'Azza wa Jalla menggugurkan anggapan yang keliru ini. Allah menegaskan bahwa Rasul itu harus berupa manusia, karena ia diutus untuk penduduk bumi yang juga adalah manusia. Seandainya penduduk bumi adalah para Malaikat, pasti Allah akan menurunkan kepada mereka seorang Malaikat dari langit sebagai Rasul, agar bangsanya sama dengan bangsa mereka. Demikianlah, Allah 'Azza wa Jalla juga telah menuturkan tentang orang-orang yang mendustakan para Rasul bahwa mereka itu mengatakan, "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi kami dari apa yang selalu disembah oleh nenek moyang kami. Karena itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata!" Rasul-rasul mereka itu lantas berkata kepada mereka, "Memang kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Tidaklah patut bagi kami untuk mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah." (Ibrahim [14]: 10-11)

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

42. HR. Al-Bukhari, Kitabut Tauhid, bab "Kalamullah ma'al Anbiya` yaumal Qiyamah"; dan juga Muslim, Kitabul Iman, bab "Adna Ahlil Jannah Manzilan".

43. HR. Bukhari dalam Kitabul Qiblah, bab "At-Tawajjuh Nahwal Qiblah Haitsu Kana"; dan juga Muslim dalam Kitabul Masajid, bab "As-Sahwu fish Shalati was Sujudu lahu".

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.