Tuesday 2 May 2017

Kajian Keduabelas | Jenis Tilawatul Qur-an yang Kedua | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Kajian Ramadhan.

Kajian Keduabelas.

Jenis Tilawatul Qur-an yang Kedua.

Segala puji bagi Allah, Pemberi pahala yang sangat besar kepada siapa saja yang mematuhinya dan mengharap pahala dari-Nya. Sebaliknya, ia sangat keras siksa-Nya kepada siapa saja yang berpaling dari mengingat-Nya dan mendurhakai-Nya. Allah memilih siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya untuk diberi karunia, dan kemudian didekatkan dengan-Nya serta menjauhkan dari-Nya siapa saja yang dikehendaki dengan keadilan-Nya dengan memberikan keleluasaan kepada arah yang dikehendaki-Nya. Allah menurunkan al-Qur-an sebagai rahmat bagi semesta alam dan sebagai rambu bagi orang-orang yang menempuh perjalanan. Maka barangsiapa yang berpegang dengannya akan meraih keinginannya. Barangsiapa melanggar batasan-batasan-Nya dan menghilangkan hak-hak-Nya, maka ia akan mengalami kerugian dunia dan akhirat.

Aku memuji Allah atas anugerah kemurahan dan pemberian yang dilimpahkan oleh-Nya kepada kita, dan aku berterima kasih kepada-Nya atas nikmat-nikmat agama dan dunia. Betapa layak orang yang bersyukur itu mendapatkan tambahan dari-Nya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, yang sempurna sifat-sifat-Nya dan yang terjaga dari keserupaan dengan makhluk.

Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang dipilih oleh Allah atas manusia lainnya. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kedamaian kepada beliau, keluarga beliau, serta para shahabat dan siapa yang mereka dengan berbuat baik sepanjang zaman.

Pada bagian kelima kita telah bicarakan bahwa membaca al-Qur-an (tilawatul Qur-an) itu terbagi menjadi dua macam; membaca lafal-lafalnya, yang telah kita bicarakan di depan, dan yang kedua adalah membaca hukumnya dengan membenarkan segala berita yang disampaikan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan mengikuti hukum-hukumnya, dalam rangka melaksanakan segala yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang.

Jenis yang kedua ini merupakan tujuan terbesar dari diturunkannya al-Qur-an, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran." (Qur-an Surat Shad (38): ayat 29)

Oleh karena itu Salafush Shalih membuat tingkatan dalam masalah ini, yaitu: mereka mempelajari al-Qur-an, membenarkannya, dan menerapkan hukum-hukumnya secara nyata dengan didasari oleh aqidah yang mantap dan keyakinan yang kuat.

Abu 'Abdurrahman as-Sulami radhiyallaahu 'anhu berkata: Orang-orang yang mengajarkan al-Qur-an kepada kami, yaitu 'Utsman bin Affan, 'Abdullah bin Mas'ud dan selainnya, menceritakan kepada kami bahwa jika mereka mempelajari al-Qur-an dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sepuluh ayat, maka mereka tidak mau menambahnya sehingga mereka benar-benar mempelajarinya dengan baik, memahami kandungannya, serta mengamalkannya. Mereka berkata: "Kami mempelajari al-Qur-an, memahami dan mengamalkannya secara bersamaan." Bentuk 'membaca' al-Qur-an seperti inilah yang menjadi kunci kebahagiaan maupun kesengsaraan.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

"...maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: 'Wahai Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?' Allah berfirman: 'Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.' Dan, demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya adzab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal."
(Qur-an Surat Thaha (20): ayat 123-127)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan pahala orang yang mengikuti petunjuk-Nya yang telah Dia wahyukan kepada para Rasul-Nya, dan yang paling agung adalah al-Qur-an. Allah juga menjelaskan hukuman terhadap orang-orang yang berpaling dari petunjuk tersebut. Balasan bagi orang yang mengikuti petunjuk adalah tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara. Peniadaan kesesatan dan kesengsaraan dari mereka menjamin kesempurnaan hidayah dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Adapun balasan terhadap orang-orang yang berpaling darinya dan sombong sehingga tidak mau mengamalkannya adalah kesengsaraan dan kesesatan hidup di dunia dan akhirat. Ia akan merasakan hidup celaka. Di dunia ia akan merasakan kegundahan dan kekacauan jiwa karena tidak mempunyai aqidah (keyakinan) yang benar dan amal yang shalih. "Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Qur-an Surat al-A'raf (7): ayat 179)

Di dalam kubur ia merasakan kesempitan dan himpitan yang keras sehingga tulang-tulangnya menjadi remuk, dan ketika dihimpun di aakhirat nanti ia dalam keadaan buta tidak bisa melihat. "Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah Neraka Jahannam. Tiap-tiap kali nyala api Jahannam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya." (Qur-an Surat al-Isra' (17): ayat 97)

Mereka itu, ketika di dunia buta dari melihat kebenaran, tuli dari mendengar kebenaran dan bisu dari mengucap kebenaran, "mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) dari apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan, serta di antara kami dan kamu ada dinding'." (Qur-an Surat Fushshilat (41): ayat 5), maka Allah memberikan balasan di akhirat serupa dengan keberadaan mereka di dunia, dan Allah menyia-nyiakan mereka sebagaimana mereka dahulu menyia-nyiakan syari'at-Nya.

Berkatalah ia: "Wahai Rabb, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan." (Qur-an Surat Thaha (20): ayat 125-126)

"Sebagai pembalasan yang setimpal." (Qur-an Surat an-Naba' (78): ayat 26)

"Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu, dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan." (Qur-an Surat al-Qashash (28): ayat 84)

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyampaikan khutbah di hadapan orang banyak pada haji wada' lalu bersabda:

"Sesungguhnya setan sudah berputus asa untuk disembah di bumi kalian, akan tetapi ia rela dipatuhi dalam persoalan selain itu di antara amalan-amalan yang kalian remehkan. Karena itu waspadailah! Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian mau berpegang kepadanya, maka kalian tidak akan pernah sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya." (Hadits Riwayat Imam al-Hakim, ia mengatakan shahihul isnad) (28)

Dari Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pada hari Kiamat nanti, al-Qur-an akan dijelmakan menjadi seorang laki-laki. Ia kemudian didatangkan kepada seseorang yang dahulu telah membawa al-Qur-an namun ia menyelisihi perintahnya. Dijelmakan untuknya seorang musuh dan berkata: 'Wahai Rabbku, Engkau telah pikulkan aku padanya, namun ternyata ia adalah sejelek-jelek pemikul. Ia melanggar aturan-aturanku, menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban yang aku tentukan, berbuat durhaka padaku, tidak mau mematuhiku...dst.' Ia masih terus menyampaikan alasan sampai kemudian dikatakan kepadanya: 'Sudah cukup.' Ia kemudian dibawa dan tidak dilepas sehingga ia didesak menuju lubang Neraka." (29)

Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan riwayat dari Malik al-Asy'ari radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Al-Qur-an itu merupakan bukti yang menguntungkanmu dan sekaligus (bisa juga) yang memberatkanmu."

Ibnu Mas'ud radhiyallaahu 'anhu berkata: "Al-Qur-an itu adalah perantara yang bisa membantu. Siapa yang menjadikan al-Qur-an di depannya, maka al-Qur-an akan menggiringnya menuju Surga, dan siapa yang menjadikan al-Qur-an di belakangnya, maka al-Qur-an akan menggiring menuju Neraka." (30)

Sungguh kasihan orang mempunyai musuh al-Qur-an. Bagaimana engkau bisa berharap syafa'at dari orang yang menjadikanmu sebagai musuhmu?! Sungguh celaka orang yang penolongnya adalah para musuhnya sendiri pada hari ketika komoditi memberikan laba (hari akhirat, -ed).

Saudara sekalian, ini adalah kitab Allah yang dibacakan dan didengar di tengah-tengah kalian. Yaitu al-Qur-an. Kalau saja ia diturunkan kepada gunung, maka akan engkau lihat bahwa gunung itu ketakutan dan terpecah. Namun demikian, masih juga tidak ada telinga yang mendengar, tidak ada mata yang berlinang, tidak ada hati yang takut, dan tidak ada pelaksanaan kandungan al-Qur-an sehingga ia bisa diharap menjadi syafa'at. Hati telah kosong dari ketakwaan, dan kegelapan dosa terus menumpuk sehingga ia tidak lagi bisa melihat dan mendengar. Betapa banyak ayat-ayat suci al-Qur-an yang telah dibacakan kepada kita, namun hati kita ternyata seperti batu atau bahkan lebih keras lagi. Berapa kali Ramadhan mendatangi kita, namun keberadaan kita masih saja seperti orang-orang yang sengsara. Kenapa kita tidak segera mengikuti orang yang jika mendengar seruan Allah langsung menyambutnya, dan ketika dibacakan ayat-ayat-Nya maka hati mereka menjadi gemetar. Mereka itulah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, dan mereka mengenal hak Allah dan memilih jalan yang benar.

Ibnu Mas'ud radhiyallaahu 'anhu berkata: Seyogianya pembaca al-Qur-an itu dikenal dengan shalat malamnya ketika orang lain tidur lelap, dikenal dengan siangnya (dengan berpuasa) ketika orang lain tidak puasa, dikenal dengan tangisnya ketika orang lain tertawa, dikenal dengan sifat wara'nya (menjauhkan diri dari segala yang syubhat, kotor dan haram) ketika orang lain tak begitu peduli akan hal itu, dikenal dengan diamnya ketika orang lain mengumbar pembicaraan, dikenal dengan kekhusyuannya ketika orang lain bersifat angkuh, dan dikenal dengan kesedihannya ketika orang lain riang gembira.

Wahai jiwa,
Sungguh beruntung orang yang shalih
Dengan ketakwaan mereka
Mereka melihat kebenaran
Sedangkan hati ini buta
Aduhai indahnya mereka
Ketika malam telah menyelimuti
Cahaya mereka melebihi cahaya bintang
Mereka melantunkan senandung dzikir di tengah malam
Hidup mereka begitu indah dengan senandung itu
Hati mereka sepenuhnya untuk berdzikir
Air mata mereka seperti permata yang tersusun rapi
Waktu sahur mereka telah terbit dengan cahaya mereka
Jubah pengampunan adalah sebaik-baik pakaian
Mereka menjaga puasa dari berbuat kesia-siaan
Di siang hari mereka khusyu dengan lantunan dzikir
Celaka engkau wahai jiwa
Kenapa engkau tidak segera bangkit
Untuk memperoleh kemanfaatan
Sebelum telapak kakiku tak mampu melangkah
Waktu terus berlalu secara perlahan dan berhembus
Maka raih dan manfaatkan kesempatan yang tersisa

Saudaraku sekalian, peliharalah al-Qur-an sebelum hilang kesempatan, dan jagalah pula aturan-aturannya dari tindak pengabaian dan pendurhakaan. Ketahuilah bahwa al-Qur-an itu kelak akan menjadi bukti yang bisa menguntungkan atau memberatkan kalian di hadapan Raja yang Maha Membalas. Bukan termasuk perbuatan mensyukuri nikmat Allah atas diturunkannya al-Qur-an jika kita letakkan al-Qur-an itu di belakang kita dan kita abaikan begitu saja. Bukan bagian dari mengagungkan kesucian hukum-hukum Allah jika kita jadikan hukum-hukum al-Qur-an itu sebagai bahan cemoohan.

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: 'Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari al-Qur-an ketika al-Qur-an itu telah datang kepadaku.' Dan setan itu tidak mau menolong manusia. Berkatalah Rasul: 'Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur-an ini suatu yang tidak diacuhkan." Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong." (Qur-an Surat al-Furqan (25): ayat 27-31)

Ya Allah, berikan anugerah kepada kami agar bisa membaca Kitab-Mu dengan sebenar-benarnya dan jadikan kami termasuk orang yang meraih keberuntungan dan kebahagiaan melalui al-Qur-an. Ya Allah, berikan anugerah agar aku bisa menjaga lafal dan maknanya, menjaga batasan-batasannya, dan memelihara kesuciannya. Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang mendalam 'ilmunya, yang beriman kepada ayat-ayat al-Qur-an yang muhkan maupun yang mutasyabih, dengan selalu membenarkan segala yang diberitakan oleh al-Qur-an dan mengamalkan hukum-hukumnya. Ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu, wahai sebaik-baik Pemberi rahmat. Semoga Allah selalu mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad, serta kepada keluarga dan shahabat seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(28) Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad yang berasal dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu.

(29) Hadits dha'if. Dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, beliau menilainya sebagai hadits hasan. Jika memang hasan, maka yang dijelmakan itu adalah bacaan al-Qur-an seseorang atau pahalanya. Karena keduanya merupakan makhluk. Atau bisa juga dikatakan bahwa penjelmaan ini mengharuskan bahwa jelmaan itu bukanlah al-Qur-an itu sendiri yang dijelmakan, sehingga tidak mengharuskan bahwa al-Qur-an itu makhluk.

(30) Ada pula riwayat yang marfu' dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam, Solo - Indonesia, Cetakan V, 2012 M.

===

Disalin dari buku milik Abu Reza Taufik al-Batawy, semoga Allah menjaga dan memudahkan segala urusan kebaikannya.