Sunday 4 June 2017

Kajian Kedelapan Belas | Perang Badar | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Salafuddin Abu Sayyid.

Kajian Ramadhan.

Kajian Kedelapan Belas.

Perang Badar.

Segala puji bagi Allah yang Mahakuat, Maha Pemaksa, dan Raja Mahabenar. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi Allah. Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat segala-galanya. Seluruh raja tunduk dan merendah di hadapan kebesaran-Nya. Allah menentukan segala sesuatu berdasarkan hikmah-Nya dan Ia adalah Dzat yang paling bijaksana.

Aku memberikan pujian kepada-Nya sebagaimana pujian yang diberikan oleh orang-orang yang bersyukur, dan aku memohon kepada-Nya pertolongan yang diberikan kepada orang-orang yang bersabar.

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, sembahan orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang belakangan. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang dipilih atas seluruh utusan yang ada, yang diberi pertolongan dan bantuan pada perang badar dengan para Malaikat yang sengaja diturunkan oleh Allah.

Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, kepada keluarga dan para shahabat beliau, serta kepada siapa saja yang mereka dengan berbuat baik hingga hari pembalasan.

Saudaraku sekalian, pada bulan yang penuh berkah ini (Ramadhan), Allah memberikan pertolongan dan kemenangan dalam perang Badar Kubra terhadap musuh-musuh mereka, kaum musyrikin. Allah menamakan perang itu sebagai "Hari Pembeda" (Yaumul Furqan). Sebab, Allah Subhaanahu wa Ta'aala pada hari itu membedakan antara yang benar dan yang batil dengan memenangkan Rasul-Nya dan kaum beriman serta menghinakan kaum kuffar musyrik. Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan pada tahun kedua hijriah. Penyebab terjadinya perang ini adalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendapat berita bahwa Abu Sufyan telah berangkat dari Syam menuju Makkah dengan membawa kafilah dagang suku Quraisy. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun menyeru shahabat-shahabatnya untuk keluar menemuinya untuk mengejar dan mencegat kafilah Abu Sufyan, karena Quraisy adalah musuh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat radhiyallaahu 'anhum, serta tidak ada ikatan perjanjian antara beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan mereka. Mereka bahkan mengusir Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat dari negeri mereka sendiri serta mengusir mereka untuk meninggalkan harta kekayaan mereka lalu melawan dakwah mereka. Dengan demikian tidaklah salah jika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat menginginkan kafilah dagang mereka. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian keluar bersama para shahabat yang berjumlah tiga ratus sekian belas orang dengan mengendarai -hanya- tujuh puluh dua unta tunggangan, yang mereka naiki secara bergantian. Tujuh puluh orang di antaranya berasal dari kaum Muhajirin, dan selebihnya berasal dari kaum Anshar. Mereka sebenarnya bermaksud mendapatkan kafilah dagang itu dan tidak bermaksud perang, akan tetapi demikianlah yang terjadi bahwa Allah berkenan menghimpun antara mereka dengan musuh mereka tanpa ada janji dari Allah sebelumnya, agar Allah menjalankan suatu keputusan yang sudah pasti terlaksana dan merealisasikan apa yang dikehendaki oleh-Nya. Abu Sufyan sebelumnya telah mengetahui perihal mereka, lalu dengan terang-terangan ia mengirim utusan kepada suku Quraisy untuk meminta bantuan agar mau melindungi kafilah dagang mereka. Selanjutnya ia tidak menempuh jalur yang biasa dilewati, akan tetapi memilih jalur pantai dan kemudian ia pun selamat.

Adapun suku Quraisy, maka ketika utusan dari Abu Sufyan yang meminta tolong itu tiba, maka mereka langsung keluar mengerahkan pasukan sekitar seribu orang dengan seratus kuda dan tujuh ratus unta yang diikuti pula oleh pembesar dan tokoh mereka. "Mereka keluar dari kampung halaman mereka dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Padahal ilmu Allah meliputi apa yang mereka kerjakan." (Qur'an Surat al-Anfal (8): ayat 47)

Mereka melantunkan nyanyian-nyanyian yang berisi ejekan kepada kaum muslimin. Ketika Abu Sufyan mengetahui bahwa pasukan Quraisy itu telah berangkat, maka ia pun mengirim utusan kepada mereka untuk memberi informasi bahwa dirinya selamat, di samping juga memberikan saran kepada mereka agar pulang saja dan tidak perlu berperang. Namun saran Abu Sufyan ini tidak diperdulikan oleh mereka. Abu Jahal berkata: "Demi Allah, kami tidak akan kembali pulang sehingga kami sampai di Badar, lalu kami bisa mukim di sana barang tiga hari, menyembelih hewan, lalu makan-makan dan minum arak, lalu bangsa Arab mendengar kita sehingga mereka masih saja terus merasa takut kepada kita."

Sementara itu, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika mengetahui bahwa suku Quraisy telah keluar, maka beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengumpulkan para shahabat yang menyertai beliau dan bermusyawarah dengan mereka. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua hal, entah (meraih) kafilah dagang atau (mengalahkan) tentara (musuh)." Miqdad bin Aswad, salah seorang dari kalangan Muhajirin, kemudian berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah, teruslah berjalan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa: 'Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja (Qur'an Surat al-Maidah (5): ayat 24)'. Akan tetapi, kami akan berperang di samping kanan, di samping kiri, di depan dan di belakangmu."

Sa'd bin Muadz al-Anshari, pemimpin suku 'Aus berkata: "Wahai Rasulullah, barangkali engkau masih khawatir jika kaum Anshar hanya mau memberikan bantuan kepadamu di negeri mereka sendiri. Maka atas nama kaum Anshar, aku katakan dan tegaskan mewakili mereka, berangkatlah sekehendakmu, sambunglah tali yang ingin engkau sambung dan putuskan tali yang ingin engkau putus. Ambillah bagian dari harta kekayaan kami yang ada sekehendakmu, dan berikan bagian darinya kepada kami sekehendakmu pula. Apa yang engkau ambil dari kami jauh lebih aku sukai daripada yang engkau tinggalkan. Apa saja yang engkau perintahkan kepada kami, maka kami hanya akan patuh dan taat kepada perintah itu. Demi Allah, jika engkau mengajak kami berjalan hingga sampai di Bark Ghamdan, maka kami pasti akan tetap turut bersamamu. Jika engkau mengajak kami mengarungi lautan, maka kami pun akan turut mengarunginya bersamamu. Kami tidak akan gentar jika engkau membawa kami bertemu musuh esok hari. Sungguh, kami akan tetap bersabar ketika berperang dan tetap teguh ketika sedang bertempur melawan musuh. Semoga Allah akan memperlihatkan kepadamu apa yang membuat hatimu menjadi tenang!"

Akhirnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun merasa sangat senang mendengar pernyataan masing-masing dari perwakilan kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersabda: "Kalau begitu, berangkatlah dengan hati gembira. Demi Allah, seakan aku melihat tempat-tempat para musuh itu bergelimpangan."

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian berangkat dengan membawa pasukan Allah sehingga akhirnya tiba di dekat sumber air di Badar. Habbab bin Mundzir bin Amru bin Jamuh berkata: "Wahai Rasulullah, apakah dalam memilih tempat singgah ini engkau mendapat petunjuk wahyu dari Allah sehingga kita tidak berhak untuk maju atau mundur sedikit pun? Atau, apakah ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipu daya?"

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersabda: "Tidak! Ini hanya pendapat pribadi, strategi dan tipu daya."

Habbab lantas berkata: "Wahai Rasulullah, sebenarnya ini bukanlah tempat yang tepat. Ajaklah pasukan pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita bisa membuat kubu pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian, kita akan berperang dalam keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh air minum."

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memandang bahwa ini adalah pendapat yang sangat baik. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lantas bangkit untuk memenuhi usulan ini (39). Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertempat di pinggir lembah yang dekat yang berada dari arah kota Madinah, sementara kaum Quraisy berada di pinggir lembah yang jauh, dari arah kota Makkah. Pada malam itu Allah berkenan menurunkan hujan. Kaum musyrikin diguyur hujan yang sangat lebat yang membuat mereka terkena lumpur yang menggelincirkan sehingga mereka tidak bisa maju. Sedangkan kaum muslimin hanya dihujani rintik-rintik yang bisa membuat mereka bersuci, membuat tanah mudah diinjak, memadatkan pasir, serta membuat kaki mudah melangkah dengan kuat. Kaum muslimin membuatkan anjang-anjangan untuk Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di atas sebuah gundukan tanah di medan perang. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam turun dari anjang-anjang itu lalu meluruskan barisan para shahabat dan berjalan di medan pertempuran. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mulai menunjuk dengan tangan beliau kepada tempat robohnya kaum musyrikin dan tempat kematian mereka. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ini adalah tempat robohnya si fulan, insya Allah, dan ini adalah tempat robohnya si fulan yang lain, insya Allah." Maka tidak ada seorang pun dari mereka yang melampaui tempat yang ditunjuk oleh Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tersebut. Selanjutnya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat para shahabat dan kepada kaum Quraisy lalu berdo'a: "Ya Allah, kaum Quraisy datang dengan keangkuhan dan kesombongan, dengan menunggang kuda-kuda mereka. Mereka menentang-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, berikan kemenangan yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku sedang menanti janji-Mu. Ya Allah, jika Engkau kehendaki maka Engkau tidak disembah. Ya Allah, jika pada hari ini kaum muslimin binasa, maka Engkau tidak lagi disembah."

Kaum muslimin seluruhnya memohon pertolongan dan perlindungan kepada Allah, dan akhirnya Allah pun mengabulkan permintaan mereka. "(Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya. Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atasmu), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) adzab Neraka." (Qur'an Surat al-Anfal (8): ayat 12-14)

Selanjutnya kedua pasukan pun bertempur, dan perang pun berkecamuk dengan sengitnya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berada dalam anjang-anjang ditemani oleh Abu Bakar dan Sa'd bin Muadz yang menjaga beliau. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam terus saja bermunajat kepada Rabbnya, serta meminta tolong dan perlindungan kepada-Nya. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tertidur sejenak lalu keluar dan bersabda: "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur terbirit-birit ke belakang." (Qur'an Surat al-Qamar (54): ayat 45)

Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian menggerakkan para shahabat radhiyallaahu 'anhum untuk berperang dengan bersabda: "Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, tiada seorang pun yang berperang pada hari ini melawan musuh kemudian ia meninggal dalam keadaan tabah mengharapkan keridhaan Allah dalam keadaan terus maju pantang mundur, maka ia pasti akan dimasukkan oleh Allah ke dalam Surga."

Umair bin Hammam al-Anshari berdiri, sedangkan ia masih memegang beberapa biji kurma yang ia makan, lalu ia berkata: "Ya Rasulullah, Surga yang seluas langit dan bumi?" Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya." Dia berkata: "Indah sekali, indah sekali, ya Rasulullah. Aku ingin segera masuk ke dalam Surga sekalipun aku harus terbunuh oleh mereka. Jika aku hidup untuk menghabiskan kurma-kurma ini, maka ini sungguh terlalu lama." Lalu ia pun membuang kurma dari tangannya dan kemudian berperang di medan laga dan akhirnya terbunuh sebagai syahid.

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengambil segenggam debu atau batu-batu kecil yang kemudian beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lemparkan kepada musuh sehingga mengenai mata mereka, dan akhirnya mereka sibuk mengucek mata sebagai satu di antara tanda-tanda kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Akhirnya pasukan kaum musyrikin menjadi porak poranda dan lari terbirit-birit ke belakang. Kaum muslimin tinggal membuntuti mereka sambil membunuh atau menawan mereka. Dalam pengejaran ini mereka berhasil membunuh tujuh puluh orang musuh dan menawan tujuh puluh orang (selain yang mati dalam pertempuran). Empat belas orang di antaranya yang terdiri dari para pembesar Quraisy dimasukkan ke dalam sumur Badar, termasuk Abu Jahal, Syaibah bin Rabi'ah dan saudaranya yang bernama Uthbah dan putera Uthbah yang bernama Walid bin Uthbah.

Dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan riwayat dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menghadap ke arah kiblat untuk mendo'akan kehancuran bagi mereka berempat dengan bersabda: "Aku bersaksi kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala, aku telah melihat mereka bergelimpangan dan wajah mereka menjadi berubah disengat oleh terik matahari." Pada saat itu hari memang sangat panas.

Dalam riwayat lain dari Abu Thalhah radhiyallaahu 'anhu disebutkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada peristiwa perang Badar menyuruh empat belas mayat pentolan kaum Quraisy agar dimasukkan ke dalam sebuah sumur Badar yang kotor.

Biasanya, jika beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menang dalam peperangan melawan musuh maka beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tinggal di tanah lapang selama tiga hari. Dan ketika pada peristiwa perang Badar di hari yang ketiga, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh hewan tunggangan beliau agar berjalan, kemudian beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berjalan di belakang dan diikuti pula oleh para shahabat beliau sampai akhirnya sampai di pinggiran sumur tempat menguburkan mereka itu, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mulai memanggil satu persatu dari nama-nama mereka dan bapak-bapak mereka dengan mengatakan: "Wahai Uthbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalaf, wahai Abu Jahal bin Hisyam, apakah kalian menjadi bahagia karena tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya?! Sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah kepada kami benar-benar terwujud. Maka apakah kalian juga telah mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah kepada kalian benar-benar telah terbukti juga?!"

Umar radhiyallaahu 'anhu menyahut: "Ya Rasulullah, mengapa engkau mengajak bicara jasad-jasad yang tidak bernyawa lagi?"

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Dzat yang menguasai jiwa Muhammad, kamu tidaklah lebih mendengar apa yang aku katakan ini daripada mereka."

Berkenaan dengan para tawanan perang Badar ini, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajak para shahabat radhiyallaahu 'anhum untuk bermusyawarah dan meminta usulan mereka. Sa'd bin Muadz adalah salah seorang yang merasa dibuat jengkel oleh mereka. Sa'd berkata: "Perang Badar merupakan kehancuran pertama yang ditimpakan oleh Allah terhadap kaum musyrikin. Perang hancur-hancuran lebih aku sukai daripada gembong-gembong itu masih hidup."

Sedangkan Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu 'anhu berkata kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: "Aku ingin agar engkau berkenan memberi kesempatan kepada kami untuk memenggal leher-leher mereka dan memberikan pula kesempatan yang sama kepada 'Ali untuk memenggal leher musuh tandingannya, karena sesungguhnya mereka itu adalah para pimpinan dan pentolan kafir."

Abu Bakar radhiyallaahu 'anhu berkata: "Mereka itu adalah anak-anak paman kami dan kerabat kami. Maka aku ingin kiranya engkau menjadikan mereka sebagai tebusan sehingga hal itu menjadi kekuatan tersendiri bagi kami dalam menghadapi orang-orang kafir. Semoga Allah memberikan hidayah untuk memeluk Islam."

Akhirnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengambil tebusan, dan kebanyakan dari mereka menebus dengan harta, mulai dari empat ribu dirham hingga seribu dirham. Di antara mereka ada yang menebus dengan mengajarkan anak-anak Madinah baca tulis. Ada pula yang melakukan barter tawanan dengan membebaskan tawanan muslim yang ada di tangan orang Quraisy. Ada pula yang dibunuh oleh Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengingat kerasnya tindak permusuhan yang ia lakukan. Ada pula sebagian dari mereka yang dibebaskan tanpa tebusan apa-apa demi kemaslahatan.

Demikianlah peristiwa perang Badar terjadi, yang berakhir dengan kemenangan di pihak kelompok kecil yang mengalahkan kelompok besar. "Segolongan berperang di jalan Allah dan segolongan lain kelompok kafir yang melihat dengan mata kepala seakan orang-orang Muslim itu dua kali jumlah yang sebenarnya." (Quran Surat Ali 'Imran (3): ayat 13)

Kelompok yang kecil inilah yang meraih kemenangan karena mereka menegakkan agama Allah dan berperang untuk meninggikan kalimat Allat serta membela agama-Nya. Allah akhirnya memberikan pertolongan dan kemenangan kepada mereka. Oleh karena itu, tegakkanlah agama kalian, wahai kaum muslimin, agar kalian dimenangkan oleh Allah dalam menghadapi musuh-musuh kalian. Bersabarlah dan terus kuatkan kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga di perbatasan negerimu, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Ya Allah, menangkan kami dengan Islam, dan jadikanlah kami sebagai para pembela Islam dan orang-orang yang mendakwahkannya. Teguhkanlah kami di atas agama ini sampai kami berjumpa dengan-Mu.

Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, serta kepada keluarga dan para shahabat seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(39) Kisah ini, yaitu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pindah ke tempat yang lebih dekat dengan sumber air Badar serta usulan Habbab, adalah dha'if sekali, baik secara sanad maupun matannya.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.