Thursday 8 June 2017

Kajian Kedua Puluh Empat | Kriteria Penghuni Surga | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Salafuddin Abu Sayyid.

Kajian Ramadhan.

Kajian Kedua Puluh Empat.

Kriteria Penghuni Surga.

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dengan penuh hikmah. Allah telah memisahkan langit dan bumi yang sebelumnya menyatu dan padu. Dengan hikmah-Nya, Allah membagi hamba-Nya menjadi hamba yang bahagia dan sengsara. Allah menciptakan beberapa sarana untuk bisa meraih kebahagiaan ini yang kemudian ditempuh oleh orang-orang yang bertakwa, karena ia melihat akibat-akibat perbuatan dengan pandangan mata yang cerdas maka ia lebih memilih yang kekal. Aku akan senantiasa memuji Allah dan memanjatkan syukur kepada-Nya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Ia adalah Tuan atas segala budak, dan semua makhluk -selain Allah- adalah budak.

Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, sebagai manusia yang paling sempurna akhlak dan penciptaan-Nya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, kepada Shahabat beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq, yang mempunyai keutamaan sebagai orang-orang yang pertama-tama masuk Islam dan mengikuti beliau, kepada 'Umar, khalifah yang adil dalam memutuskan hukum terhadap rakyatnya, kepada 'Utsman yang siap menemui kematian syahidnya dan tidak mau menjaga dan menghindarkan diri darinya, kepada 'Ali yang menjual yang fana untuk membeli yang kekal, serta kepada seluruh keluarga dan para Shahabat lainnya yang senantiasa menolong agama Allah dengan sebenar-benarnya.

Saudaraku sekalian, sebelumnya kita telah membahas soal gambaran Surga dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan yang ada di dalamnya. Demi Allah, itu semua semestinya semakin mendorong orang-orang yang beramal untuk bisa meraihnya dan saling berlomba untuk mendapatkannya, lalu menghabiskan seluruh usianya untuk mencarinya dengan cara hidup zuhud di dunia. Jika kita bertanya tentang jalan yang akan mengantarkan ke sana, maka Allah telah menjelaskan jalan itu sebagaimana tersebut dalam wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya yang paling mulia. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." (QS. Ali 'Imran (3): 133-135)

Berikut ini adalah beberapa kriteria para calon penghuni Surga:

Pertama: Muttaqin, yaitu orang-orang yang bertakwa kepada Rabb mereka dengan senantiasa melakukan penjagaan diri dari adab-Nya dengan cara melaksanakan segala perintah-Nya dalam rangka menunaikan kepatuhan kepada-Nya dan mengharap pahala-Nya, serta dengan cara meninggalkan segala larangan-Nya juga demi patuh kepada-Nya dan takut akan siksa-Nya.

Kedua: Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa membelanjakan harta dalam hal yang diperintahkan oleh Allah untuk dinafkahkan sebagaimana yang dituntut dari mereka, baik berupa zakat, sedekah, maupun memberikan nafkah kepada siapa saja yang ada hak untuk diberi, juga menafkahkan harta untuk kepentingan jihad dan untuk jalan kebaikan lainnya. Mereka menafkahkan (membelanjakan) itu semua dalam keadaan lapang maupun sempit. Kelonggaran yang ada pada diri mereka tidak menyebabkan mereka menjadi sangat cinta kepada harta dan rakus terhadapnya karena ingin selalu menambah; sedangkan keadaan sempit yang mereka alami tidak juga menjadikan mereka menahan harta karena takut bila nanti membutuhkannya.

Ketiga: Orang-orang yang menahan amarahnya. Mereka adalah orang-orang yang bisa menahan dan mengendalikan amarahnya ketika ia hendak marah, sehingga ia tidak akan berbuat melampaui batas dan tidak pula dengki terhadap orang lain karenanya.

Keempat: Orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Mereka mau memberi maaf kepada orang yang berbuat zhalim kepada mereka serta tidak menuntut balas, sekalipun mereka sebenarnya mampu melakukan hal itu. Apa yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: "Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan", merupakan isyarat bahwa pemberian maaf yang terpuji itu adalah jika merupakan bagian dari kebajikan (ihsan) sehingga ia sekaligus menjadi ishlah (memperbaiki/ mendamaikan). Adapun pemberian maaf yang justru akan semakin menambah tindak kejahatan yang zhalim itu, maka yang seperti ini tidaklah terpuji dan juga tidak mendatangkan pahala. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Barangsiapa yang memberi maaf dan berbuat baik, maka pahalanya menjadi tanggungan Allah." (QS. Asy-Syura (42): 40)

Kelima: "Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka."

Yang dimaksud dengan perbuatan keji adalah dosa-dosa yang termasuk dalam kategori dosa-dosa besar (al-kaba-ir), seperti membunuh jiwa manusia yang dilarang tanpa ada alasan yang benar, durhaka kepada kedua orang tua, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, zina, mencuri, serta bentuk dosa-dosa besar lainnya. Sedangkan kezhaliman (menganiaya) diri lebih bersifat umum yang mencakup dosa-dosa kecil maupun dosa-dosa besar. Jika mereka melakukan hal yang demikian, lantas mereka ingat akan keagungan Dzat yang ia durhakai, sehingga ia menjadi takut kepada-Nya, lalu mengingat akan ampunan dan rahmat-Nya. Ia pun kemudian bergegas untuk mendapatkannya, memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan, serta memohon agar semuanya ditutupi oleh Allah dan tidak dijatuhi hukuman. Firman Allah yang mengatakan: "Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah?" merupakan isyarat bahwa mereka tidak akan meminta ampunan kepada selain Allah, karena tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Allah.

Keenam: "Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui." Maksudnya, mereka tidak terus mengerjakan dosa ketika mengetahui yang dilakukannya adalah dosa, dan juga mengetahui keagungan Dzat yang ia durhakai serta mengetahui dekatnya ampunan dari Allah. Bahkan mereka akan bergegas meninggalkan perbuatan dosa itu dan bertaubat atasnya. Terus-menerus melakukan dosa akan menyebabkan dosa-dosa kecil itu menjadi dosa-dosa besar dan akan terus membawa pelakunya kepada tingkatan yang semakin berbahaya dan sulit.

Allah Sub-haanahu wa Ta'aala juga berfirman:

"Sesungguhnya telah beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan-perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Mu'minun (23): 1-11)

Ayat-ayat yang mulia ini menggambarkan tentang sejumlah sifat dan kriteria penghuni Surga.

Pertama: Orang-orang yang beriman (al-mu'minun). Yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada segala yang wajib diimani, beriman kepada para Malaikat-Nya, kepada Kitab-kitab-Nya, kepada para Rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Mereka beriman kepada itu semua dengan keimanan yang berisi konsekuensi menerima secara utuh, serta tunduk dan patuh, dengan perkataan maupun perbuatan.

Kedua: Orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Yaitu mereka yang mengerjakan shalat disertai dengan kehadiran hati dan ketenangan anggota badan. Mereka merasakan bahwa dalam mengerjakan shalat itu ia sedang ada di hadapan Allah 'Azza wa Jalla, dimana mereka berkomunikasi dengan Allah melalui firman-firman-Nya yang dibacanya, mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya dengan dzikir mengingat-Nya, dan bermunajat kepada-Nya dengan memanjatkan do'a. Mereka mengerjakan itu semua dengan kekhusyuan lahir dan batin.

Ketiga: Orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Yang dinamakan 'yang tidak berguna' (al-laghw), adalah segala sesuatu yang tidak membawa faedah dan tidak mengandung kebaikan, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Mereka itu berpaling darinya disebabkan karena keteguhan hasrat mereka sehingga mereka tidak mau menggunakan waktu-waktunya yang berharga kecuali yang mengandung faedah. Sebagaimana halnya mereka senantiasa menjaga shalat dengan cara mengerjakannya secara khusyu, maka mereka pun selalu menjaga waktu-waktu mereka agar tidak berlalu secara sia-sia. Jika di antara sifat mereka adalah berpaling dari segala yang tidak berguna, maka sudah tentu mereka akan berpaling dari setiap yang merugikan.

Keempat: Orang-orang yang menunaikan zakat. Yang dimaksud dengan zakat di sini adalah bagian dari harta yang harus dikeluarkan zakatnya, dan juga berarti segala sesuatu yang bisa menyucikan jiwa mereka, yang berupa perkataan maupun perbuatan. (Salah satu arti zakat itu sendiri adalah 'menyucikan').

Kelima: Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Mereka senantiasa menjaga kemaluan dari berbuat zina dan liwath (homoseksual), karena keduanya merupakan bentuk kemaksiatan kepada Allah serta merupakan kemerosotan moral dan sosial. Boleh jadi yang dimaksud dengan 'memelihara' kemaluan itu bersifat lebih umum lagi dari hal itu, termasuk di antaranya menjaga pandangan dan sentuhan.

Firman Allah yang menyatakan: "Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela", berisi isyarat bahwa pada asalnya manusia itu dicela bila melakukan hal ini, kecuali kepada isteri dan budak perempuan yang dimilikinya. Sebab, hal itu dilakukan karena adanya kebutuhan untuk menyalurkan kebutuhan biologis manusia, untuk menghasilkan keturunan serta kemaslahatan-kemaslahatan lain. Keumuman makna dari firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas", menjadi dalil atas keharaman istimna' (masturbasi, onani), karena perbuatan itu dilakukan tidak pada isteri maupun budak-budak perempuan.

Keenam: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

Yang dinamakan amanat adalah sesuatu yang dipercayakan (diamanatkan) kepada seseorang, baik berupa perkataan, perbuatan maupun barang. Jika ada orang yang berbicara kepadamu mengenai suatu rahasia, maka ia berarti memberikan amanat kepadamu. Orang yang melakukan sesuatu di hadapanmu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain, maka ia berarti telah memberikan kepercayaan (amanat) kepadamu. Orang yang menyerahkan kepadamu harta bendanya agar engkau menjaganya, maka ia berarti telah memberikan amanat kepadamu. Demikian juga janji yang diberikan oleh seseorang kepada Allah seperti nazar, atau janji-janji yang biasa berlaku di antara manusia. Calon penghuni Surga akan senantiasa menjaga amanat dan janji yang mereka berikan kepada Allah serta janji antara sesama mereka sendiri. Termasuk dalam kategori ini adalah memenuhi janji dan syarat-syarat yang dibolehkan dalam perjanjian itu.

Ketujuh: Orang-orang yang memelihara shalatnya.

Mereka senantiasa menjaga shalat, jangan sampai terabaikan atau terlalaikan. Caranya adalah dengan menunaikannya tepat pada waktunya dalam bentuk yang sesempurna mungkin dengan memenuhi syarat, rukun dan kewajiban-kewajibannya.

Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menyebutkan sekian banyak sifat dan kriteria di dalam al-Qur-an mengenai para calon penghuni Surga selain yang telah kami sebutkan di atas. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menyebutkan hal itu agar orang yang ingin meraihnya mau menjadikannya sebagai sifat dan kriteria yang ada di dalam dirinya. Dalam hadits yang berasal dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam juga banyak disebutkan tentang kriteria-kriteria itu.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa yang menempuh jalan untuk mencari 'ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga karenanya." (HR. Muslim)

Imam Muslim juga meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Maukah kalian aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan mengangkat beberapa derajat?" Para Shahabat ra-dhiyallaahu 'anhum menjawab: "Sudah tentu, ya Rasulullah." Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda: "Yaitu menyempurnakan wudhu' sekalipun memberatkan, banyak melangkahkan kaki ke masjid, dan menunggu shalat setelah mengerjakan shalat."

Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan hadits dari 'Umar bin al-Khaththab ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu' lalu menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan: 'Asy-hadu allaa ilaaha illallaahu wah-dahu laa syariika lahu wa asy-hadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya)', melainkan dibukakan baginya pintu-pintu Surga yang delapan jumlahnya, dan ia bisa memasukinya dari pintu mana saja ia suka."

Dari 'Umar bin al-Khaththab ra-dhiyallaahu 'anhu diriwayatkan pula sebuah hadits yang menyatakan bahwa siapa yang mengikuti seruan yang dikumandangkan oleh muadzin secara tulus dari hatinya, maka ia akan masuk Surga. (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari 'Utsman bin Affan ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa yang membangun masjid semata demi mencari keridhaan Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam Surga." (Mutafaq 'alaih)

Dari 'Ubadah bin Shamit ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ada lima shalat yang telah diwajibkan oleh Allah atas para hamba. Barangsiapa yang melaksanakannya, dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena meremehkan haknya, maka ia dijanjikan oleh Allah untuk dimasukkan ke dalam Surga." (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan an-Nasa-i) (52)

Diriwayatkan dari Tsauban ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam mengenai amalan yang menyebabkannya bisa masuk Surga. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda:

"Engkau harus memperbanyak sujud. Sebab, engkau tidaklah bersujud kepada Allah sekali sujud saja melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan darimu satu kesalahan dengannya." (HR. Muslim)

Diriwayatkan Ummu Habibah ra-dhiyallaahu 'anha bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah seorang hamba Muslim mengerjakan shalat karena Allah Sub-haanahu wa Ta'aala di setiap harinya dua belas raka'at dalam bentuk shalat sunnah dan bukan shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam Surga." (HR. Muslim)

Shalat-shalat sunnah yang dimaksudkan adalah empat raka'at sebelum Zhuhur dan dua raka'at sesudahnya, dua raka'at sesudah Maghrib, dua raka'at sesudah shalat 'Isya, dan dua raka'at sebelum shalat Shubuh.

Diriwayatkan dari Mu'adz bin Jabal ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia pernah berkata kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam: "Beritahukanlah kepadaku tentang suatu 'amalan yang bisa menjadikanku masuk Surga dan menjauhkanku dari Neraka." Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda:

"Sungguh engkau telah menanyakan sesuatu yang agung, akan tetapi hal itu sangatlah mudah bagi siapa saja yang diberi kemudahan oleh Allah. Yaitu, beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu, tegakkan shalat, tunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan laksanakan 'ibadah hajji ke Baitullah." (HR. Ahmad, dan at-Tirmidzi serta dishahihkan olehnya)

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'd ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya di dalam Surga itu ada sebuah pintu yang dinamakan Rayyan yang pada hari Kiamat nanti dimasuki oleh orang-orang yang melakukan puasa. Tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka." (Mutafaq 'alaih)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Satu umrah ke umrah berikutnya akan menghapus dosa-dosa yang dilakukan pada jarak waktu antara keduanya, sedangkan haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali Surga." (Mutafaq 'alaih)

Diriwayatkan dari Jabir ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata: Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Siapa yang mempunyai tiga anak perempuan yang ia lindungi, ia sayangi dan ia pelihara, maka ia sudah tentu akan masuk Surga." Ditanyakanlah kepada beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam: "Ya Rasulullah, jika hanya dua anak perempuan?" Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sekalipun hanya dua." Jabir berkata: "Maka sebagian shahabat memandang bahwa kalau ada yang mengatakan 'walau hanya satu', maka tentu beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam juga akan menjawab 'sekalipun hanya satu.'" (HR. Ahmad)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai 'amalan yang paling banyak menyebabkan seseorang itu masuk Surga, lalu beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Bertakwa kepada Allah dan berakhlak baik." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban dalam Shahiihnya)

Diriwayatkan dari Iyad bin Himar al-Mujasyi'i ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Para penghuni Surga itu ada tiga macam: (1) Penguasa yang adil, murah hati (suka bersedekah) dan suka mendamaikan, (2) Orang yang penyayang dan lentur hatinya kepada setiap kerabat, dan (3) Seorang Muslim yang suci dan selalu menjaga kesucian dan mempunyai tanggungan keluarga." (HR. Muslim dalam sebuah hadits yang panjang)

Demikianlah sejumlah hadits yang menjelaskan sekian banyak 'amalan di antara amalan-amalan penghuni Surga bagi siapa saja yang ingin sampai ke sana.

Kita memohon kepada Allah agar berkenan memudahkan kita semua untuk menempuhnya dan agar meneguhkan kita di atas jalan ini. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, serta kepada keluarga dan para Shahabat beliau seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.