Sunday 4 June 2017

Kajian Kesembilan Belas | Perang Penaklukan Kota Mekkah (Fathu Makkah) | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Salafuddin Abu Sayyid.

Kajian Ramadhan.

Kajian Kesembilan Belas.

Perang Penaklukan Kota Mekkah (Fathu Makkah).

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan segala sesuatu dan mengaturnya dengan sebaik-baiknya. Ia mengetahui sumber segala sesuatu. Dalam Induk Kitab, Ia telah menetapkan apa saja yang Ia kehendaki dan telah menggariskannya. Maka tidak ada yang bisa menangguhkan apa yang dimajukan oleh-Nya, juga tidak ada yang bisa memajukan apa yang diakhirkan oleh-Nya. Tidak ada yang bisa menolong orang yang direndahkan oleh-Nya, dan tidak ada yang bisa merendahkan siapa yang ditolong oleh-Nya. Hanya Dia sendiri yang memiliki kerajaan dan kekekalan serta kemuliaan dan kesombongan. Siapa saja yang berani menentang-Nya dalam hal ini, maka Allah pasti akan merendahkannya. Hanya Dia satu-satunya Yang Maha Esa, Rabb yang menjadi sandaran. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam segala hal yang diciptakan-Nya. Ia Mahahidup dan Maha berdiri sendiri. Betapa lurusnya Dia di dalam mengurus ciptaan-Nya. Ia Mahatahu, dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Aku memuji Allah atas segala karunia dan kemudahan yang diberikan oleh Allah.

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Ia menerima taubat orang yang berbuat maksiat, lalu Ia memberi maaf dan ampunan atas dosa-dosanya. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Melalui beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Allah menjelaskan jalan petunjuk dan meneranginya, melenyapkan kegelapan syirik, membukakan kota Mekkah dan melenyapkan patung-patung yang ada di Baitullah dan menyucikannya. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, kepada keluarga beliau, kepada para shahabat beliau yang mulia lagi baik, serta kepada siapa saja yang mereka dengan berbuat baik selama bulan masih mengalami purnama.

Sebagaimana dalam bulan yang penuh berkah ini pernah terjadi perang Badar, dimana Islam meraih kemenangan dan menaranya menjadi tinggi, maka dalam bulan ini pula terjadi penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah) pada tahun kedelapan hijriah. Dengan penaklukan besar atas kota Mekkah ini, Allah menyelamatkannya dari kemusyrikan yang penuh dosa dan kemudian berubah menjadi sebuah negeri Islam yang dihuni oleh ketauhidan yang menggantikan kecongkakan. Di situ dikumandangkan penyembahan kepada Dzat Yang Maha Tunggal Yang Perkasa, sementara itu berhala-berhala syirik menjadi hancur.

Penyebab dari penaklukan yang agung ini adalah bahwa ketika telah terjadi perjanjian damai antara Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan Quraisy di Hudaibiyah pada tahun keenam hijriah, maka siapa saja yang ingin masuk ke dalam perjanjian Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dipersilahkan, dan siapa saja yang ingin masuk ke dalam perjanjian dengan Quraisy juga dipersilahkan. Lalu Khuza'ah masuk ke dalam perjanjian dengan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, sedangkan Bani Bakr masuk ke dalam perjanjian dengan Quraisy. Di antara kedua kabilah ini pernah saling menumpahkan darah di masa jahiliyah. Dan ternyata Bani Bakr memanfaatkan kesempatan masa tenang dan damai ini untuk menyerang Khuza'ah, sedangkan mereka dalam keadaan tenang dan tidak siap perang. Ternyata kaum Quraisy membantu sekutunya, yaitu Bani Bakr ini, dengan mengerahkan pasukan tambahan dan persenjataan secara diam-diam untuk menggempur Khuza'ah yang merupakan sekutu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Sekelompok orang dari Khuza'ah melapor kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengenai tindakan yang dilakukan oleh Bani Bakr serta bantuan yang diberikan oleh kaum Quraisy kepada mereka.

Orang Quraisy pada akhirnya menyesal, merasa bersalah dan menyadari bahwa dengan tindakan tersebut, mereka berarti telah menggugurkan perjanjian. Selanjutnya mereka mengirimkan pemimpin mereka, Abu Sufyan, untuk menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam guna mengikat dan mengencangkan kembali tali perjanjian dan menambah masa berlakunya perjanjian itu. Ia pun berbicara mengenai hal itu kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, namun beliau tidak mau memberi jawaban. Selanjutnya ia berbicara kepada Abu Bakar dan 'Umar radhiyallaahu 'anhum agar sudi membantu menyampaikan maksudnya ini ke hadapan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, namun hal ini tidak membawa hasil. Selanjutnya ia berbicara kepada 'Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu 'anhu, dan masih juga tidak membawa hasil. Ia berkata kepada 'Ali: "Bagaimana pendapatmu, wahai Abul Hasan?"

'Ali menjawab: "Sungguh aku tidak tahu apa yang kiranya akan berguna buatmu. Akan tetapi engkau adalah pemimpin Bani Kinanah. Cobalah minta perlindungan kepada orang-orang."

Abu Sufyan bertanya: "Apakah menurutmu, itu berguna bagiku?"

'Ali menjawab: "Tidak, demi Allah! Tapi, aku tidak bisa mengusulkan kepadamu selain itu."

Abu Sufyan pun melakukan usulan itu, kemudian kembali ke Mekkah. Setibanya di sana, orang-orang Quraisy bertanya: "Bagaimana hasil yang engkau peroleh?"

Abu Sufyan menjawab: "Aku sudah menemui Muhammad, dan aku pun sudah mengatakan maksud kedatanganku. Namun ternyata ia tidak memberi jawaban sama sekali. Selanjutnya aku menemui anak Abu Quhafah (Abu Bakar) dan anak al-Khaththab ('Umar), namun aku tidak juga mendapatkan jalan baik. Berikutnya aku temui 'Ali, tapi ia menyarankan aku agar meminta bantuan kepada orang-orang."

Orang-orang Quraisy bertanya: "Lalu apakah kemudian Muhammad memberikan persetujuan kepadamu?"

Abu Sufyan menjawab: "Tidak."

Mereka kemudian berkata: "Sial kau, apa yang disarankan oleh 'Ali kepadamu itu tidak lain hanya mempermainkanmu!"

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sendiri justru memerintahkan para shahabat radhiyallaahu 'anhum agar menyiagakan diri untuk berperang serta memberitahukan kepada para shahabat mengenai apa yang diinginkan oleh beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Beliau juga meminta agar kabilah-kabilah yang ada di sekitar beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam turut serta dalam ekspedisi ini. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ya Allah, jangan sampai kaum Quraisy mengetahui dan melihat rencana ini sehingga kami bisa menyerbu mereka secara tiba-tiba di negeri mereka."

Selanjutnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar dari kota Madinah dengan mengerahkan sekitar sepuluh ribu pasukan. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyerahkan urusan kota Madinah kepada 'Abdullah bin Ummi Maktum. Di tengah perjalanan, tepatnya di Juhfah, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertemu dengan paman beliau, 'Abbas dengan membawa keluarga dan kerabatnya dalam rangka hijrah menuju Madinah untuk menyatakan keislamannya. Sedangkan di sebuah tempat yang bernama Abwa, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertemu dengan anak paman beliau, yaitu Abu Sufyan bin Harits bin 'Abdul Muthalib (bukan Abu Sufyan bin Harb), dan juga anak bibi beliau, 'Abdullah bin Abi Umayah. Keduanya dahulu adalah orang yang sangat keras di dalam memusuhi Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Namun keduanya kemudian masuk Islam dan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun menerima keduanya. Tentang Abu Sufyan ini, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Aku harap kiranya ia bisa menjadi pengganti dari Hamzah."

Ketika sampai di sebuah tempat yang bernama Marr azh-Zhahran, dekat Mekkah, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan pasukan agar menyalakan sepuluh ribu obor. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh 'Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu 'anhu untuk memimpin penjagaan, sementar itu 'Abbas radhiyallaahu 'anhu mengendarai bagal (40) Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk mencari seseorang agar menyampaikan berita kepada Quraisy agar mereka keluar menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan meminta perlindungan dan jaminan keamanan dari beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sehingga tidak terjadi pertempuran di Mekkah, negeri yang aman itu. Ketika dalam perjalanan, 'Abbas mendengar percakapan antara Abu Sufyan bin Harb dengan Budail bin Warqa. Abu Sufyan berkata kepadanya: "Aku sama sekali belum pernah melihat api seperti malam ini."

Budail berkata: "Itu adalah pasukan Khuza'ah."

Abu Sufyan menyangkal: "Khuza'ah jauh lebih sedikit dan lebih rendah dari itu."

'Abbas tahu betul itu suara Abu Sufyan. 'Abbas pun memanggil Abu Sufyan, lalu Abu Sufyan berkata: "Ada apa denganmu, Abu Fadhl?"

'Abbas berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedang berada di tengah-tengah kerumunan orng itu."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?," tanya Abu Sufyan. "Naiklah bagal bersamaku. Aku akan membawamu ke hadapan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan aku akan memintakan jaminan keamanan buatmu dari beliau," kata 'Abbas.

'Abbas kemudian membawanya ke hadapan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Beliau berkata kepadanya: "Celakalah kau, wahai Abu Sufyan. Bukankah sudah waktunya bagimu untuk mengetahui bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah?!"

Abu Sufyan menjawab: "Demi bapak ibuku. Sungguh engkau adalah seorang yang paling penyantun, paling pemurah dan paling suka menyambung tali kekeluargaan. Sungguh aku sudah menyadari bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah. Kalau saja ada sembahan lain, pasti aku tidak akan membutuhkannya."

Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda lagi: "Bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?!"

Untuk urusasn yang kedua ini, Abu Sufyan agak keberatan. 'Abbas kemudian berkata kepadanya: "Celakalah engkau! Segeralah engkau masuk Islam!" Akhirnya ia pun bersyahadat secara benar.

Selanjutnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh 'Abbas untuk menempatkan Abu Sufyan di sebuah jalan lembah di lereng bukit yang merupakan jalan menuju Mekkah sehingga orang-orang Muslim yang lewat bisa bertemu dengannya. Para kabilah yang menyertai Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun satu persatu melewati tempat itu dengan membawa bendera. Setiap kali satu kabilah lewat, maka Abu Sufyan selalu menanyakan tentang mereka kepada 'Abbas dan 'Abbas pun memberitahukan kepadanya, sampai tibalah sebuah rombongan yang paling unik, tidak seperti yang lainnya, lalu Abu Sufyan bertanya: "Siapa mereka ini?" 'Abbas menjawab: "Mereka adalah kaum Anshar. Mereka dipimpin Sa'd bin Ubadah yang membawa bendera itu. Ketika Sa'd berhadapan dengannya, Sa'd berkata kepadanya: "Abu Sufyan! Hari ini adalah hari perang. Hari ini adalah hari pembebasan Ka'bah."

Selanjutnya datang rombongan lain yang lebih kecil, namun paling muli, karena di dalamnya terdapat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat dekat beliau. Benderanya dibawa oleh Zubair bin Awwam. Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melewati Abu Sufyan, maka ia menyampaikan apa yang dikatakan oleh Sa'd kepadanya. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersabda: "Sa'd bohong. Yang benar adalah bahwa hari ini adalah hari dimana Allah mengagungkan Ka'bah dan hari dimana Ka'bah itu diberi kiswah."

Selanjutnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruh agar bendera yang dibawa oleh Sa'd itu diambil untuk diberikan kepada puteranya, Qais. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memandanga bahwa bendera itu bukan berarti sama sekali lepas dari Sa'd karena toh bendera itu diberikan kepada puteranya. Kemudian beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melanjutkan perjalanan dan memerintahkan agar benderanya diikatkan di tongkat. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian memasuki kota Mekkah dengan gagah perkasa dengan menyandang kemenangan, seraya menundukkan kepalanya sebagai wujud sikap tawadhu di hadapan Allah 'Azza wa Jalla, sampai-sampai jidat beliau hampir menyentuh hewan tunggangannya. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam membacakan ayat: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (Quran Surat al-Fath (48): ayat 1)

Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Siapa yang masuk ke dalam masjid, maka ia aman. Siapa yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Siapa yang masuk rumahnya dan menutup pintunya, maka ia aman."

Sesudah itu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berangkat sampai akhirnya tiba di Masjidil Haram, lalu melakukan tawaf di atas binatang tunggangan beliau. Ketika itu di sekeliling Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh (360) patung. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun mulai mendorongnya dengan busur panah yang dibawa oleh beliau dan membacakan firman Allah:

"Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Qur-an Surat al-Isra' (17): ayat 81)

"Kebenaran telah datang dan yang bathil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi." (Qur-an Surat Saba' (34): ayat 49) (42)

Patung-patung itu kemudian berjatuhan dengan muka di bawah. Selanjutnya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke dalam Ka'bah, ternyata di dalamnya terdapat lukisan lalu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar dihapus. Selanjutnya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengerjakan shalat di dalamnya. Setelah selesai, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengelilingi Ka'bah lalu mengumandangkan takbir di segala sisinya serta mengumandangkan lafal-lafal tentang ketauhidan Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Sesudah itu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di depan pintu Ka'bah, sementara itu kaum Quraisy berada di bawah beliau menunggu apa yang akan dilakukan oleh beliau. Sambil memegang tiang pintu, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak ada sembahan yang benar selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Ia adalah pemilik kerajaan dan segala pujian. Ia Mahakuasa atas segala sesuastu. Ia telah menunaikan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan menghancurkan golongan-golongan musuh. Wahai sekalian bangsa Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan kebanggan jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang. Manusia itu seluruhnya berasal dari Adam, sedangkan Adam berasal dari tanah. "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kami berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Qur-an Surat al-Hujurat (49): ayat 13)

Wahai sekalian bangsa Quraisy, apa yang kalian duga akan aku lakukan terhadap kalian?"

Mereka menjawab: "Engkau hanya akan melakukan sesuatu yang terbaik, karena engkau adalah saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia juga."

Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya aku katakan kepada kalian sebagaimana yang dikatakan Yusuf kepada saudara-saudaranya: 'Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu).' (Qur-an Surat Yusuf (12): ayat 92). Sekarang berangkatlah, kalian semua bebas." (43)

Pada hari kedua dari Fathu Makkah ini, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri menyampaikan khutbah di tengah-tengah manusia. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memuji Allah dan memberikan sanjungan kepada-Nya. Selanjutnya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah 'mengharamkan' (menjaga kesucian) kota Makkah, sementara itu orang-orang tidak mengharamkannya. Maka dari itu, tidaklah halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah di kota suci ini. Juga tidak ada yang boleh menebang pepohonan. Jika ada orang yang beralasan dengan peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah, maka katakan bahwa Allah telah mengizinkan kepada Rasul-Nya, tetapi tidak mengizinkan kepada kalian. Allah mengizinkan buat aku ini pun hanya suatu saat dari siang hari saja, dan kemudian keharaman (kesucian)nya telah kembali lagi pada hari ini sebagaimana keharamannya kemarin. Maka hendaklah yang hadir di sini menyampaikan kepada yang tidak hadir." (44)

Waktu yang dihalalkan bagi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam itu adalah mulai dari terbitnya matahari hingga waktu shalat 'Ashar pada hari penaklukan kota Mekkah (45). Selanjutnya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bermukim di Mekkah selama sembilan belas hari dengan mengqashar shalat serta tidak menjalankan puasa pada sisa hari-hari bulan puasa itu (46), karena beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak berniat untuk menghentikan safar beliau. Beliau sengaja tinggal di Mekkah selama sembilan belas hari itu dalam rangka mengukuhkan pemancangan tauhid dan pilar-pilar Islam, meneguhkan keimanan serta membai'at orang-orang. Dalam hadits shahih disebutkan riwayat dari Mujasyi' bahwa ia berkata:

Aku menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersama saudaraku pada peristiwa Fathu Makkah agar berbai'at kepada beliau untuk berhijrah. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersabda: "Orang-orang yang berhijrah itu telah pergi dengan segala yang mereka bawa. Tapi, aku akan membai'atnya kepada Islam, iman dan jihad."

Dengan penaklukan kota Mekkah yang nyata ini menjadi sempurnalah pertolongan dari Allah Subhaanahu wa Ta'aala, lalu orang-orang pun masuk ke dalam agama Allah dengan berkelompok-kelompok (berbondong-bondong). Negeri Allah ini kembali menjadi negeri Islam. Di dalamnya dikumandangkan ketauhidan kepada Allah, pembenaran kepada Rasul-Nya, dan pelaksanaan hukum Kitab-Nya. Mekkah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan kaum muslimin. Akhirnya kemusyrikan menjadi musnah dan kegelapannya menjadi pudar. Allah Mahabesar dan hanya bagi Allah segala pujian. Semuanya itu merupakan bagian dari karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya hingga hari Kiamat.

Ya Allah, anugerahkan kepada kami kemampuan untuk mensyukuri nikmat yang agung ini. Wujudkanlah kemenangan bagi ummat Islam setiap waktu dan tempat. Berikan ampunan kepada kami, kepada kedua orang tua kami, dan kepada seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Pemberi rahmat yang paling baik. Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, serta kepada keluarga dan para Shahabat seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(40) Peranakan antara keledai dan kuda.

(42) Diriwayatkan oleh Muslim.

(43) Kisah yang dimulai dari penuturan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di pintu Ka'bah ini dikutip dari kitab Zaadul Ma'aad, dan juga dari buku-buku sirah lainnya. Sedangkan kata: "Kalian semua bebas", disebutkan dalam Shahiih al-Bukhari mengenai perang Tha'if. Ibnu Hajar dalam kitab Fat-hul Baari mengatakan: "Yang dimaksud dengan 'orang-orang yang bebas' ini adalah orang yang mendapatkan amnesti dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam para peristiwa Fathu Makkah yang terdiri dari kaum Quraisy dan para pengikut mereka."

(44) Diriwayatkan oleh al-Bukhari.

(45) Diriwayatkan oleh Ahmad.

(46) Diriwayatkan oleh al-Bukhari secara terpisah.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.