Friday 9 June 2017

Kajian Kedua Puluh Tujuh | Sebab-sebab Masuk Neraka (Lanjutan) | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Salafuddin Abu Sayyid.

Kajian Ramadhan.

Kajian Kedua Puluh Tujuh.

Sebab-sebab Masuk Neraka (Lanjutan).

Segala puji bagi Allah Sub-haanahu wa Ta'aala yang telah menciptakan seluruh makhluk dengan kekuasaan-Nya, memperlihatkan berbagai keajaiban hikmah-Nya, dan menunjukkan dengan ayat-ayat-Nya mengenai kepastian keesaan-Nya. Allah menetapkan hukuman terhadap orang yang durhaka karena menyelisihi-Nya, kemudian menyeru agar bertaubat kepada-Nya dan memberikan ampunan kepadanya. Maka dari itu, sambutlah seruan Allah dan bergegaslah menuju Surga-Nya. Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan memberikan dua bagian rahmat kepadamu.

Aku memuji Allah atas keagungan dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, dan aku bersyukur kepada-Nya atas petunjuk, pertolongan dan nikmat-nikmat-Nya yang sempurna.

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, baik mengenai uluhiyah maupun rububiyah-Nya. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus oleh-Nya kepada seluruh makhluk dengan membawa kabar gembira disediakannya Surga kepada orang-orang yang beriman serta ancaman Neraka kepada orang-orang yang kafir.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, kepada Abu Bakar yang menjadi 'pengganti' (khalifah) beliau untuk memimpin ummat beliau, kepada 'Umar yang terkenal dengan kekuatannya dan sikap kerasnya di dalam menghadapi orang-orang kafir, kepada 'Utsman yang menemui ajalnya dalam sebuah ujian nyata, kepada 'Ali, putera paman beliau sendiri dan suami dari puteri beliau, serta kepada seluruh keluarga, para Shahabat dan siapa saja yang senantiasa mengikuti sunnah beliau hingga akhir zaman.

Asbab Mufassiqah (Sebab-sebab yang Menimbulkan Kefasikan)

Pada kajian sebelumnya telah kita bahas sejumlah sebab -dari jenis pertama- yang menyebabkan seseorang itu masuk ke dalam Neraka dan kekal di dalamnya. Dalam kajian kali ini kita akan berbicara mengenai sejumlah sebab dari jenis yang kedua, yaitu hal-hal yang menyebabkan pelakunya masuk ke dalam Neraka, namun tidak sampai kekal di dalamnya.

Pertama, Durhaka kepada Kedua Orang Tua

Bentuk kedurhakaan kepada keduanya itu adalah dengan memutus apa yang harus diberikan kepada keduanya, dalam arti tidak berbakti dan tidak menyambung tali hubungan dengan mereka, atau berbuat jahat kepada keduanya dengan perkataan atau tindakan. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'uff' (cih, ah) dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: 'Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil." (QS. Al-Isra' (17): 23-24)

"Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (QS. Luqman (31): 14)

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ada tiga golongan manusia yang diharamkan oleh Allah atas mereka untuk masuk Surga, yaitu pecandu khamr, pendurhaka kepada kedua orangtuanya, dan suami yang membolehkan isterinya melacur." (HR. Ahmad dan an-Nasa-i) (58)

Kedua, Memutus Hubungan Kekerabatan.

Yaitu bila seseorang memutus hubungan kekerabatannya dengan menghalangi apa yang harus diberikannya kepada mereka, baik yang berkaitan dengan hak-hak keagamaan atau kebendaan.

Dalam Shahihain disebutkan riwayat dari Jubair bin Muth'im ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak akan masuk Surga orang yang memutus." Sufyan mengatakan: "Yang dimaksud adalah memutus tali silaturahim (kekerabatan)."

Dalam Shahihain juga disebutkan riwayat dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya rahim (tali kekerabatan) nanti akan berdiri (pada hari Kiamat) lalu berkata kepada Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: 'Ini adalah tempat berdiri pemohon perlindungan kepada-Mu dari tindakan pemutusan hubungan?' Allah menjawab: 'Ya. Apakah engkau ridha bila Aku menyambung hubungan dengan orang yang menyambungmu dan memutus hubungan dengan orang yang memutusmu?' Ia menjawab: 'Tentu.' Allah berfirman: 'Yang demikian itu adalah untukmu.'" Selanjutnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika kalian mau, bacalah firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: '(Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka).' (QS. Muhammad (47): 22-23)."

Yang memprihatinkan adalah bahwa banyak kaum Muslimin pada hari ini melalaikan kewajiban untuk menunaikan hak kedua orang tua dan kerabat serta memutus tali hubungan silaturahim. Alasan sebagian dari mereka adalah karib kerabatnya tidak mau menyambungnya. Alasan ini sama sekali tidak bisa dipakai. Sebab, jika ia hanya menyambung hubungan dengan orang yang menyambungnya, maka itu berarti bahwa jalinan hubungan yang ia lakukan bukan karena Allah, akan tetapi hanya merupakan balas budi saja.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan hadits dari 'Abdullah bin Amru bin Ash ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Yang namanya orang yang menyambung hubungan bukanlah orang yang membalas budi, akan tetapi yang disebut orang yang menyambung hubungan adalah orang yang jika kekerabatannya diputus, maka ia menyambungnya."

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ada seorang lelaki berkata:

"Ya Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku menjalin hubungan dengan mereka, namun mereka ternyata memutus hubungan denganku. Aku juga berbuat baik kepada mereka, namun ternyata mereka bertindak jahat terhadapku. Aku bertindak lemah lembut terhadap mereka, namun ternyata mereka bertindak jahil terhadapku." Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda: "Jika keadaan dirimu adalah seperti yang engkau katakan, maka seakan engkau memasukkan abu panas ke dalam mulut mereka. Engkau masih saja diberi bantuan oleh Allah dalam menghadapi mereka selama demikian." (HR. Muslim)

Jika ia telah menyambung silaturahim dengan kerabatnya ketika mereka memutusnya, maka ia akan mendapatkan akibat yang baik. Sedangkan mereka barangkali akan kembali mau menjalin hubungan silaturahim dengannya sebagaimana ia menjalin hubungan dengan mereka, jika Allah menghendaki kebaikan pada mereka.

Ketiga, Memakan Riba

Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api Neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat." (QS. Ali 'Imran (3): 130-132)

Allah telah mengancam orang yang kembali memakan riba setelah ia mendapatkan nasihat dari-Nya bahwa ia akan dimasukkan ke dalam Neraka dan akan kekal di dalamnya. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah (2): 275)

Keempat, Memakan Harta Anak Yatim dan Mempermainkannya

Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (Neraka)." (QS. An-Nisa' (4): 10)

Yang dinamakan anak yatim adalah orang yang ditinggal mati oleh ayahnya ketika ia belum baligh.

Kelima, Memberikan Kesaksian Palsu.

Ibnu 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma meriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

"Telapak kaki orang yang memberikan kesaksian palsu tidak akan bergeser sehingga Allah memasukkannya ke dalam api Neraka." (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim, ia mengatakan bahwa sanadnya shahih) (59)

Yang dinamakan 'kesaksian palsu' adalah memberikan kesaksian mengenai sesuatu yang sebenarnya tidak diketahuinya, atau memberikan kesaksian mengenai sesuatu yang sebenarnya ia ketahui tapi ia menyatakan yang sebaliknya. Sebab, kesaksian itu pada prinsipnya hanya boleh diberikan oleh seseorang mengenai sesuatu yang ia ketahui. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada seseorang:

"Apakah engkau melihat matahari?" Ia menjawab: "Ya." Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda: "Seperti itulah semestinya engkau memberikan kesaksian atau tidak."

Keenam, Memberikan Suap dalam Pemutusan Hukum

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Amru ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Orang yang menyuap dan yang disup sama-sama di dalam Neraka." (HR. Ath-Thabrani, sedangkan para rawinya adalah tsiqat yang dikenal)

Demikian dikatakan dalam kitab at-Targhib wat Tarhib. Dalam kitab an-Nihayah dikatakan: Yang dinamakan penyuap (ar-rasyi) adalah orang yang memberikan sesuatu kepada orang yang membantunya dalam hal kebatilan, sedangkan yang disuap (al-murtasyi) adalah orang yang mengambil atau menerimanya. Adapun sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk mendapatkan hak atau untuk menolak kezhaliman, maka ini tidak termasuk kategori suap.

Ketujuh, Sumpah Palsu

Diriwayatkan dari Harits bin Malik ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam ketika sedang menunaikan ibadah haji sedang beliau berada dalam waktu antara melontar dua jumrah dimana beliau bersabda:

"Barangsiapa yang merampas harta milik saudaranya dengan menggunakan sumpah palsu, maka silakan mengisi tempat duduk di Neraka. Hendaklah yang hadir di sini menyampaikan kepada yang tidak hadir!" (Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam katakan dua atau tiga kali). (HR. Ahmad dan al-Hakim serta dishahihkan olehnya)

Sumpah palsu ini dalam hadits disebut dengan istilah yamin ghamus. Secara harfiyah, kata ghamus berarti 'membenamkan'. Dinamakan demikian karena ia membenamkan orang yang bersumpah itu ke dalam perbuatan dosa, dan selanjutnya akan membenamkannya ke dalam api Neraka. Tidak ada bedanya antara bersumpah secara dusta (palsu) mengenai apa yang diklaim sebagai haknya, atau bersumpah secara dusta terhadap apa yang ia ingkari supaya ia dapat dibebaskan darinya.

Kedelapan, Memutuskan Hukum Tanpa Dasar Ilmu atau secara Zhalim.

Dasarnya adalah hadits Buraidah bin Hashib ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Para hakim itu terbagi menjadi tiga: satu di antaranya masuk Surga sedangkan dua masuk Neraka. Hakim yang masuk Surga adalah hakim yang mengetahui yang benar, lalu ia memutuskan hukum berdasarkan kebenaran itu. Sedangkan hakim yang mengetahui yang benar, namun ia tidak jujur (tidak adil) dalam menjatuhkan vonis hukum, maka ia masuk Neraka. Demikian juga, orang yang menjatuhkan vonis berdasarkan kebodohannya, maka ia masuk Neraka." (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah) (60)

Kesembilan, Menipu Rakyat

Yaitu menipu dan mengelabui rakyat, tidak tulus dalam memberikan nasihat kepada mereka, dimana ia menjalankan kebijakan yang tidak mendatangkan kemaslahatan bagi mereka maupun kemaslahatan amal perbuatan. Dasarnya adalah hadits Ma'qil bin Yasar ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah seorang hamba diberi amanah oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia meninggal dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah akan mengharamkan Surga baginya." (Mutafaq 'alaih)

Ini bersifat umum, termasuk kepemimpinan seseorang terhadap isteri dan keluarganya, dan penguasa terhadap rakyat yang dipimpinnya, atau yang lainnya. Ibnu 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma pernah berkata: Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam lingkup keluarganya dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang pelayan adalah pemimpin yang mengurus harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atasnya. Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas setiap bawahan yang dipimpinnya." (Mutafaq 'alaih)

Kesepuluh, Melukis Sesuatu yang Bernyawa.

Ini bisa dalam bentuk manusia atau hewan. Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma bahwa ia berkata: Aku telah mendengar Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Setiap pelukis akan masuk Neraka. Setiap gambar yang dilukisnya akan diberi nyawa (dihidupkan) lalu akan menyiksa pelukisnya di Neraka Jahannam." (HR. Muslim)

Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan:

"Siapa yang membuat lukisan (bernyawa), maka kelak Allah akan menyiksanya sampai ia meniupkan ruh (nyawa) kepadanya, padahal selamanya ia tidak akan bisa meniupkannya."

Adapun melukis pepohonan, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang telah diciptakan oleh Allah, adalah tidak mengapa, berdasarkan pendapat jumhur ulama. Namun di antara mereka masih tetap ada yang melarangnya berdasarkan hadits yang disebutkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahihnya dari Abu Hurairah ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah berfirman: 'Siapakah yang lebih zhalim dari orang yang mencoba mencipta seperti penciptaan-Ku. Maka cobalah mereka menciptakan satu atom atau menciptakan satu bijian atau gandum!?"

Kesebelas, Orang yang Kasar, Bakhil, dan Sombong

Yaitu orang yang disebutkan dalam hadits yang dicantumkan dalam Shahihain dari Haritsah bin Wahb ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Maukah aku tunjukkan kalian tentang penghuni Neraka? Yaitu setiap orang yang keras dan kasar, sangat bakhil dan sombong."

Yang dimaksud orang yang keras dan kasar adalah orang yang tidak pernah bisa lunak untuk menerima kebenaran dan tidak lembut terhadap sesama makhluk. Orang yang bakhil (al-jawwazh) adalah orang yang kikir, tidak mau memberi kepada orang lain dan sukanya mengumpul-ngumpulkan harta. Sedangkan orang yang sombong (mustakbir) adalah orang yang menolak kebenaran dan tidak mau merendah di hadapan sesama makhluk. Ia selalu melihat bahwa dirinya lebih tinggi dari manusia lain serta melihat bahwa pandangan dan pendapatnya lebih benar.

Kedua Belas, Menggunakan Bejana Emas dan Perak Ketika Makan dan Minum

Ini berlaku baik bagi kaum pria maupun wanita. Dalam Shahihain disebutkan hadits Ummu Salamah ra-dhiyallaahu 'anha bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Orang yang minum dari bejana perak, maka sebenarnya ia mengocok api Jahannam di dalam perutnya."

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

"Sesungguhnya orang yang makan atau minum dengan menggunakan bejana dari emas dan perak, maka sebenarnya ia sedang mengocok api Jahannam di dalam perutnya."

Maka dari itu, saudara sekalian, waspadailah hal-hal yang bisa menyebabkan kita masuk ke dalam Neraka. Sebaliknya, lakukanlah hal-hal yang akan menjauhkan kita darinya sehingga kita kelak bisa meraih keberuntungan di kampung kedamaian. Ketahuilah bahwa dunia ini adalah kesenangan yang sangat kecil dan sedikit serta mudah lenyap dan rusak. Marilah kita memohon kepada Allah, agar berkenan meneguhkan kita di atas kebenaran hingga mati, dan kemudian menghimpun kita bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dari golongan mukminin dan mukminat.

Ya Allah, teguhkanlah kami di atas kebenaran dan matikanlah kami di atasnya. Berilah kami ampunan, juga kedua orang tua kami serta seluruh kaum Muslimin dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang paling penyayang. Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, serta kepada keluarga dan para Shahabat seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(58) Hadits ini mempunyai banyak jalur periwayatan yang saling menguatkan.

(59) Ini merupakan tindakan ceroboh yang dilakukan oleh al-Hakim rahimahullaah. Yang benar adalah bahwa sanad hadits ini sangat lemah (dha'if). Akan tetapi, Imam Ahmad meriwayatkan hadits serupa yang menjadikan hadits ini kuat dengan rawi-rawi yang tsiqat.

(60) Dalam kitab Bulughul Maram dikatakan: Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Empat, dan dishahihkan oleh al-Hakim.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.