Friday 9 June 2017

Kajian Kedua Puluh Enam | Sebab-sebab Masuk Neraka | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Salafuddin Abu Sayyid.

Kajian Ramadhan.

Kajian Kedua Puluh Enam.

Sebab-sebab Masuk Neraka.

Segala puji bagi Allah Yang Mahakuat dan Maha Perkasa. Tidak ada rintihan yang tidak didengar oleh-Nya dan tidak ada gerakan janin yang tidak terlihat oleh-Nya. Seluruh penguasa yang angkuh pun mesti hina dan rendah di hadapan kebesaran Allah, dan seluruh makar yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan makar akan sia-sia di hadapan kekuasaan-Nya. Ketentuan Allah terhadap orang-orang yang berbuat dosa akan pasti terlaksana sebagaimana yang dikehendaki oleh-Nya, dan pilihan Allah akan berlaku bagi siapa saja yang dipilih oleh-Nya di antara orang-orang yang beramal. Yang pertama adalah golongan kiri, sedangkan yang kedua adalah golongan kanan. Kalau saja bukan karena adanya pembagian seperti ini, tentu akan tidak ada artinya jihad yang dilakukan oleh para mujahid, serta tidak akan diketahui siapa orang-orang yang beriman dan siapa yang kafir, siapa yang yakin dan siapa yang ragu. Kalau saja tidak ada pembagian seperti ini, maka Neraka tidak akan dipenuhi oleh para pendosa. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan (ketetapan) dari-Ku, 'Sesungguhnya akan Aku penuhi Neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.'" (QS. As-Sajdah (32): 13)

Demikian itu merupakan bagian dari kebijaksanaan (hikmah) Allah Sub-haanahu wa Ta'aala, dan Dia adalah Dzat yang paling bijaksana.

Aku memuji Allah sebagaimana pujian yang diberikan oleh orang-orang yang bersyukur. Aku mohon kepada-Nya anugerah yang diberikan kepada orang-orang yang bersabar, dan aku memohon perlindungan kepada-Nya dari adzab yang menghinakan.

Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, Raja Yang Mahabenar. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang terpilih dan terpercaya.

Semoga Allah senantiasa mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, kepada Shahabat beliau, Abu Bakar, sebagai orang yang pertama-tama mengikuti ajaran agama beliau dari kalangan kaum laki-laki, kepada 'Umar yang senantiasa tegar dan tidak pernah lunak, kepada 'Utsman, suami dari kedua puteri Rasul dan sebaik-baik teman dekat, kepada 'Ali yang menjadi lautan 'ilmu, kepada keluarga beliau yang suci, kepada seluruh Shahabat yang bersih, serta siapa saja yang mengikuti beliau hingga hari Kiamat.

Ketahuilah bahwa masuknya seseorang ke dalam Neraka adalah karena adanya sebab-sebab sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah di dalam Kitab-Nya dan juga melalui lisan Rasul-Nya agar manusia mau mewaspadai dan menjauhinya. Sebab-sebab yang kami maksudkan itu secara garis besar terbagi menjadi dua jenis.

Jenis pertama, sebab-sebab yang menimbulkan kekafiran (asbab mukaffirah) yang mengeluarkan pelakunya dari iman menuju kufur serta mengharuskannya kekal di dalam Neraka.

Jenis kedua, sebab-sebab yang menimbulkan kefasikan (asbab mufassiqah) yang mengeluarkan pelakunya dari sifat adil menuju kefasikan dan menyeret pelakunya untuk masuk ke dalam Neraka, akan tetapi tidak kekal di dalamnya.

Asbab Mukaffirah (Sebab-sebab yang Menimbulkan Kekafiran).

Untuk jenis yang pertama ini, kami sebutkan beberapa sebab di antaranya:

Pertama, Syirik kepada Allah (Menyekutukan Allah).

Yaitu menjadikan adanya sekutu bagi Allah dalam hal Rububiyah, Uluhiyah atau Shifat. Siapa saja yang meyakini bahwa di samping Allah ada pencipta lain yang bersekutu dengan-Nya atau yang berdiri sendiri, atau meyakini bahwa di samping Allah ada sembahan lain yang berhak diibadahi, atau menyembah selain Allah di samping menyembah-Nya lalu ia memberikan satu bentuk ibadah kepadanya, atau meyakini bahwa ada seseorang yang mempunyai ilmu, kekuasaan, keagungan dan semisalnya sebagaimana yang dimiliki oleh Allah 'Azza wa Jalla, maka ia berarti telah menyekutukan Allah dalam bentuk syirik akbar yang menyebabkannya kekal di dalam Neraka. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (QS. Al-Maidah (5): 72)

Kedua, Mengkufuri Rukun Iman.

Yaitu kufur kepada Allah 'Azza wa Jalla, atau kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari Akhir, atau qadha' dan qadar Allah. Orang yang mengingkari sebagian saja darinya, baik karena mendustakan atau mengingkari atau meragukannya, maka ia adalah kafir dan akan kekal di dalam Neraka. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: 'Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain),' serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (QS. An-Nisa' (4): 150-151)

"Sesungguhnya Allah melaknat orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (Neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata: 'Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.' Dan mereka berkata: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (QS. Al-Ahzab (33): 64-68)

Ketiga, Mengingkari Kewajiban Lima Rukun Islam.

Orang yang mengingkari kewajiban mentauhidkan Allah, mengingkari syahadat (persaksian) kepada Rasul-Nya sebagai pembawa risalah atau keumuman risalah tersebut kepada seluruh manusia, mengingkari shalat lima waktu, mengingkari zakat, mengingkari puasa Ramadhan, atau mengingkari kewajiban haji, maka ia kafir. Sebab, ia mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta ijma' kaum Muslimin. Demikian juga orang yang mengingkari keharaman (larangan) syirik atau keharaman tindakan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, atau mengingkari keharaman zina, liwath, khamr atau semisalnya yang keharamannya tampak dengan jelas dan terang di dalam Kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya. Sebab, ia berarti mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi jika ia baru saja masuk Islam, lalu ia mengingkari hal itu disebabkan oleh kebodohannya, maka ia tidaklah sampai kufur. Kecuali jika ia telah diberitahu, namun ia masih saja mengingkari setelah ia mengetahuinya.

Keempat, Memperolok Allah Sub-haanahu wa Ta'aala, Agama-Nya, atau Rasul-Nya.

Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Dan jika kamu tanyakan memperolok kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjwab: 'Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman.'" (QS. At-Taubah (9): 65-66)

Tindakan memperolok atau mengejek merupakan bagian dari bentuk penghinaan terbesar kepada Allah, agama-Nya, dan Rasul-Nya, serta merupakan tindakan merendahkan dan melecehkan yang paling besar. Mahatinggi dan Mahasuci Allah dari itu semua.

Kelima, Mencaci Allah Sub-haanahu wa Ta'aala, Agama-Nya, atau Rasul-Nya.

Yang dimaksud dengan mencaci (as-sabb) adalah mencela dan mencacatkan serta menyatakan sesuatu yang mengandung arti merendahkan, seperti mengutuk (melaknat), menjelek-jelekkan dan semisalnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullaah mengatakan: "Siapa saja yang mencaci Allah atau Rasul-Nya, maka ia kafir secara lahir maupun batin, apakah ia meyakini bahwa hal itu haram atau halal (boleh) baginya, atau kekacauan keyakinan. Para ulama kami mengatakan: 'Ia menjadi kafir, apakah ia bercanda atau serius.' Inilah pendapat yang benar, yang dapat dipastikan kebenarannya. Dikutip dari Ibnu Ishaq bin Rahawaih bahwa kaum Muslimin telah sepakat (ijma') bahwa siapa saja yang mencaci Allah, Rasul-Nya, atau menolak sesuatu yang telah diturunkan oleh Allah, maka ia menjadi kafir, sekalipun ua mengakui apa yang diturunkan oleh Allah."

Syaikhul Islam lebih lanjut mengatakan: "Hukum mencaci Nabi-nabi yang ada adalah seperti hukum mencaci Nabi kita, Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Maka barangsiapa yang mencaci seorang Nabi yang disebut dengan namanya di antara para Nabi yang dikenal dan disebutkan di dalam al-Qur-an, atau yang disifati dengan kenabian, dalam bentuk bahwa seorang Nabi melakukan atau mengatakan begini atau begitu, lalu ia mencaci yang melakukan atau mengatakan hal itu, padahal ia tahu bahwa ia adalah seorang Nabi, maka hukumnya adalah sebagaimana di depan."

Mencaci selain para Nabi, jika yang menjadi tujuan darinya adalah mencaci Nabi, seperti mencaci para Shahabat Nabi namun dengan maksud mencaci Nabi, karena teman dekat itu tentunya meneladani teman ikutannya, misalnya menuduh salah seorang di antara isteri-isteri Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam itu berbuat serong dan semisalnya, maka yang demikian itu juga kufur. Sebab, yang demikian itu sama artinya dengan mencaci dan mencela Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji." (QS. An-Nur (24): 26)

Keenam, Berhukum dengan selain Hukum Allah.

Yaitu berhukum dengan selain hukum yang telah diturunkan oleh Allah dengan keyakinan bahwa hal itu lebih dekat kepada kebenaran dan lebih membawa kebaikan (kemaslahatan) bagi makhluk, atau hal itu setara dengan hukum Allah, atau meyakini boleh berhukum dengannya, maka orang seperti ini berarti kafir. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Barangsiapa yang tidak menghukumi (memutuskan perkara) berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah (5): 44)

Demikian juga halnya jika ia meyakini bahwa selain hukum Allah itu lebih baik daripada hukum Allah, atau setara dengannya, atau bahwa boleh berhukum dengannya, maka ia berarti kafir, sekalipun ia belum memutuskan hukum dengannya. Sebab, ia berarti mendustakan hukum Allah. Dalilnya adalah firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah (5): 50)

Dan juga sebagai konsekuensi dari firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Barangsiapa yang tidak menghukumi berdasarkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah (5): 44)

Ketujuh, Berbuat Kemunafikan.

Yaitu kafir dengan hatinya, namun menampakkan kepada manusia lain bahwa ia adalah seorang Muslim, entah melalui perkataannya ataupun perbuatannya. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka." (QS. An-Nisa' (4): 145)

Golongan ini lebih parah dari golongan sebelumnya. Oleh karena itu hukuman bagi pelakunya jauh lebih keras. Mereka berada di bagian terbawah dari Neraka. Sebab, kekufuran mereka menyatukan antara kekufuran, penipuan, dan ejekan terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya. Tentang mereka ini Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir,' padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah lagi oleh Allah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi', mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: 'Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,' mereka menjawab: 'Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: 'Kami telah beriman.' Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: 'Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok.' Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka." (QS. Al-Baqarah (2): 8-15)

Tanda-tanda Kemunafikan

Nifaq (kemunafikan) itu mempunyai sekian banyak tanda, di antaranya adalah:

Pertama, keraguan terhadap apa yang telah diturunkan oleh Allah, sekalipun ia menampakkan kepada orang lain bahwa dirinya adalah seorang mukmin. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya." (QS. At-Taubah (9): 45)

Kedua, membenci hukum Allah dan Rasul-Nya. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,' niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (QS. An-Nisa' (4): 60-61)

Ketiga, membenci kemenangan Islam dan kemenangan para pemeluknya serta merasa gembira dengan kekalahan dan keterlantaran mereka. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya, dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: 'Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang),' dan mereka berpaling dengan rasa gembira." (QS. At-Taubah (9): 50)

"Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata: 'Kami beriman,' dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): 'Matilah kamu karena kemarahanmu itu.' Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan." (QS. Ali 'Imran (3): 119-120)

Keempat, menimbulkan fitnah di antara sesama kaum Muslimin dan memecah belah mereka dengan kecintaan untuk melakukan hal itu. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas-gegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antaramu, sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka." (QS. At-Taubah (9): 47)

Kelima, mencintai musuh-musuh Islam dan para pemimpin kufur, memuji-muji mereka, serta menyebarkan pendapat-pendapat yang menyelisihi Islam. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui." (QS. Al-Mujadilah (58): 14)

Keenam, mengejek orang-orang mukmin serta mengejek mereka di dalam melakukan ibadah. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "(Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka adzab yang pedih." (QS. At-Taubah (9): 79)

Mereka akan mencela orang-orang yang bersungguh-sungguh di dalam mengerjakan ibadah dengan mengatakan riya' dan mencela orang-orang yang lemah (kurang mampu) melaksanakannya sebagai tindak penyepelean.

Ketujuh, menyombongkan diri dari panggilan orang-orang beriman dengan merendahkan dan meragukan. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu,' mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri." (QS. Al-Munafiqun (63): 5)

Kedelapan, berat menjalankan shalat dan bermalas-malasan untuk mengerjakannya. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, maka mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya' (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An-Nisa' (4): 142)

Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat shubuh." (Mutafaq 'alaih)

Kesembilan, menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: 'Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.'" (QS. At-Taubah (9): 61)

"Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, serta menyediakan baginya siksa yang menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (QS. Al-Ahzab (33): 57-58)

Demikianlah sejumlah tanda orang-orang munafik yang kami sebutkan agar kita mewaspadainya dan membersihkan jiwa dari melakukan hal itu.

Ya Allah, lindungilah kami dari kemunafikan. Bantulah kami untuk bisa merealisasikan iman sebagaimana yang Engkau ridhai untuk kami lakukan. Ampunilah kami, kedua orang tua kami dan seluruh kaum Muslimin, wahai Rabb semesta alam. Semoga Allah selalu mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, serta kepada keluarga dan para Shahabat seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.