Friday 9 June 2017

Berbuka Puasa | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

M. Abdul Ghoffar E.M.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Keempatbelas.

Berbuka Puasa.

1. Kapan Seseorang Boleh Berbuka?

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam..." (QS. Al-Baqarah: 187)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkannya dengan datangnya malam dan berlalunya siang serta tenggelamnya bulatan matahari. Dan kami akan menyampaikan beberapa hal yang membuat hati orang muslim yang mengikuti Sunnatul Huda benar-benar tenang.

Wahai hamba Allah, inilah beberapa sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di hadapan kalian semua, dimana engkau telah membacanya sendiri, dan sesungguhnya semua demikian jelas dan tidak ada yang tertutupi lagi bagimu. Berbagai tindakan para Shahabat radhiyallahu 'anhum pun telah engkau saksikan. Selain itu, engkau pun telah mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jejak demi jejak.

Diriwayatkan oleh 'Abdurrazzaq di dalam kitab al-Mushannaf (7591) dengan sanad yang dinilai shahih oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab Fat-hul Baari (IV/ 199), al-Haitami di dalam kitab Majma'uz Zawaa-id (III/ 154) dari 'Amr bin Maimun al-Audi, dia bercerita:

"Para Shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat makan sahur."

2. Menyegerakan Berbuka.

Saudaraku seiman, hendaklah engkau berbuka puasa langsung setelah matahari tenggelam, jangan terpengaruh oleh warna merah tajam yang tersisa di ufuk. Sebab, yang demikian itu sebagai upaya mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sekaligus tidak menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani, dimana mereka biasa mengakhirkan buka puasa. Penundaan buka puasa mereka itu sampai batas tertentu, yaitu munculnya bintang. Mengikuti jalan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjalankan Sunnahnya merupakan salah satu upaya menjunjung tinggi ajaran agama sekaligus wujud rasa bangga atas petunjuk yang kita dapatkan. Dan berikut ini beberapa hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal tersebut:

a. Menyegerakan buka puasa akan mendatangkan kebaikan.

Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

"Ummat manusia ini akan tetap baik selama mereka menyegerakan buka puasa." (105)

b. Menyegerakan buka puasa merupakan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Jika ummat Islam menyegerakan buka puasa, berarti mereka tetap berada dalam bingkai Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan manhaj Salafush Shalih. Dengan izin Allah, mereka tidak akan pernah tersesat selama mereka benar-benar berpegang teguh padanya seraya membuang semua yang akan merubah kaidah-kaidahnya.

Dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Ummatku masih tetap berada di atas Sunnahku selama mereka tidak menunda-nunda puasa sampai munculnya bintangnya." (106)

c. Menyegerakan buka puasa berarti menyalahi orang-orang yang sesat lagi mendapat murka.

Seandainya ummat manusia ini masih tetap baik, karena mereka masih menempuh manhaj Rasul mereka serta mempertahankan Sunnahnya, niscaya Islam akan tetap jaya dan berdiri kokoh serta tidak akan disusahkan oleh orang-orang yang menentangnya. Pada saat itulah ummat Islam akan menjadi cahaya yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk menerangi tempat yang gelap sekaligus sebagai teladan yang baik yang dijadikan panutan. Sebab, ia tidak akan pernah menjadi ekor ummat-ummat timur maupun barat, sekaligus sebagai naungan bagi setiap kelompok yang condong oleh angin ke mana saja angin itu berhembus.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Agama ini masih tetap jaya selama ummat manusia menyegerakan buka puasa, karena orang-orang yahudi dan nashrani biasa mengakhirkannya." (107)

Dapat kami katakan, dalam hadits-hadits di atas terdapat manfaat yang cukup banyak dan beberapa hal penting, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

* Kejayaan agama ini masih akan terus melaju dengan kibaran panjinya jika kita menyalahi ahlul kitab yang datang sebelum kita. Dalam hal itu terkandung penjelasan bagi ummat Islam, dimana ia akan tetap mencengkram kebaikan dengan semua kandungan jika ummat ini masih tetap memiliki keistimewaan Rabbani, dengan tidak terombang-ambing ke timur dan ke barat, menolak tegas untuk berkiblat pada atmosfir kremlin atau tunduk pada kebijakan gedung putih (white house), mudah-mudahan Allah membuatnya (gedung putih itu) hitam kelam, atau berkiblat pada london, semoga Allah meluluhlantakkannya. Jika ummat Islam benar-benar menjalankan hal tersebut, niscaya Islam akan berdiri tegak penuh kewibawaan di tengah-tengah ummat-ummat yang lain, menjadi pusat perhatian seluruh pandangan. Selain itu, semua hati akan tertarik padanya. Dan ummat ini tidak akan memperoleh posisi tersebut kecuali dengan kembali kepada Islam dengan berpegang teguh pada al-Qur-an dan as-Sunnah, 'aqidah maupun manhaj.

* Berpegang teguh kepada Islam secara menyeluruh dan komprehensif. Yang demikian itu didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan." (QS. Al-Baqarah: 208)

Dengan demikian, pembagian Islam menjadi isi dan kulit merupakan bid'ah (sesuatu yang diada-adakan) jahiliyyah modern, yang tujuannya merancukan pemikiran kaum muslimin serta memasukkan mereka ke dalam perhatian yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama Allah. Bahkan, akarnya menjalar kepada orang-orang yang mendapat murka yang hanya percaya kepada sebagian al-Kitab dan kafir kepada sebagian lainnya. Dan kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka secara menyeluruh dan terperinci. Dan engkau telah mengetahui buah dari tindakan tidak menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani, yaitu kejayaan dan kemuliaan Islam.

* Dakwah kepada Allah dan mengikatkan (hati) orang-orang mukmin tidak akan memecah belah persatuan mereka. Berbagai peristiwa besar yang menimpa ummat Islam tidak boleh menjadikan kita membedakan syi'ar-syi'ar Allah, serta tidak juga menyeret kita pada pembedaan antara sebagian syi'ar atas sebagian syi'ar lainnya dengan menganggap keutamaan sebagian kelompok dan merendahkan kelompok yang lainnya, sehingga kita akan mengatakan seperti yang dikatakan banyak orang: "Ini hanya merupakan masalah ringan, cabang (furu') sekaligus khilafiyah, yang patut untuk kita tinggalkan dan selayaknya kita memfokuskan diri pada masalah besar yang membuat barisan kita berantakan dan memecah belah kesatuan kita."

Wahai penyeru ke jalan Allah, engkau telah mengetahui dari hadits-hadits mulia tersebut bahwa keberadaan agama ini tetap jaya tergantung pada penyegeraan buka puasa, yaitu segera sesaat setelah bulatan matahari tenggelam. Oleh karena itu, hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang mengklaim bahwa buka puasa pada saat bulatan matahari terbenam adalah fitnah, dan menganggap dakwah untuk menghidupkan Sunnah ini sebagai dakwah kepada kesesatan dan kebodohan serta menjauhkan kaum muslimin dari agamanya, atau menilai bahwa dakwah tersebut tidak mempunyai nilai sama sekali. Dan kaum muslimin tidak akan pernah bersatu padu menyerukannya, karena hal tersebut bagian dari masalah furu'iyah dan khilafiyah atau hanya kulit saja. Segala daya dan upaya hanya milik Allah semata.

d. Berbuka puasa sebelum shalat Maghrib.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum mengerjakan shalat (108), karena menyegerakannya termasuk akhlak para Nabi.

Dari Abud Darda' radhiyallahu 'anhu: "Ada tiga hal yang termasuk akhlak kenabian, yaitu menyegerakan berbuka puasa, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat." (109)

3. Makanan Apa yang Sebaiknya Dipergunakan Berbuka?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk berbuka puasa dengan kurma. Jika tidak memiliki kurma maka hendaklah dengan air. Yang demikian itu merupakan bagian dari kesempurnaan kasih sayang dan perhatian beliau pada ummatnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rabb semesta alam, yang telah mengutus Muhammad (shallallahu 'alaihi wa sallam) sebagai rahmat bagi seluruh ummat manusia, telah berfirman:

"Sesungguhnya telah datang kepadamu sekalian seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu sekalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS. At-Taubah: 128)

Sebab, memberi sesuatu yang manis pada tubuh saat perut dalam keadaan kosong lebih diterima dan bermanfaat bagi anggota tubuh, apalagi badan yang sehat, yang akan menjadi kuat kembali. Sedangkan air, pada saat puasa, tubuh mengalami kekeringan sehingga apabila dibasahi dengan air, maka akan sangat bermanfaat bagi tubuh.

Ketahuilah, wahai hamba yang taat, bahwa kurma memiliki berkah dan keistimewaan -demikian halnya dengan air- dalam memberikan pengaruh terhadap hati dan penyuciannya yang hanya diketahui oleh orang-orang yang mengikuti Sunnah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berbuka dengan beberapa buah ruthab (kurma segar) sebelum mengerjakan shalat. Jika beliau tidak mendapatkan ruthab, maka beliau berbuka dengan beberapa buah tamr (kurma masak yang sudah lama dipetik), dan jika tidak mendapatkan tamr, maka beliau meminum air." (110)

4. Yang Diucapkan Saat Berbuka.

Ketahuilah, saudaraku yang menjalankan ibadah puasa -semoga Allah memberikan petunjuk kepadamu untuk mengikuti Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam- bahwa engkau memiliki saat dimana do'a pasti dikabulkan. Oleh karena itu, manfaatkanlah kesempatan ini dan berdo'alah kepada Allah sedang engkau benar-benar yakin akan dikabulkan. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan do'a orang yang hatinya lengah lagi lalai. Panjatkanlah do'a apa saja yang engkau kehendaki, mudah-mudahan engkau akan memperoleh kebaikan dunia dan juga kebaikan akhirat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Ada tiga do'a yang mustajab (dikabulkan), yaitu do'a orang yang sedang berpuasa, do'a orang yang dizhalimi, dan do'a orang yang sedang dalam perjalanan." (111)

Dan do'a yang tidak akan ditolak itu dipanjatkan saat berbuka. Yang demikian itu didasarkan pada hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Ada tiga orang yang tidak akan ditolak do'anya, yaitu orang yang sedang berpuasa, pemimpin yang adil, dan do'a orang yang dizhalimi." (112)

Dari 'Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash (radhiyallahu 'anhu), dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya orang yang berpuasa itu mempunyai satu kesempatan do'a yang tidak akan ditolak." (113)

Sebaik-baik do'a adalah do'a yang diwariskan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dimana beliau membaca pada saat berbuka:

ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتِ العُرُوْقُ, وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahabazh zhama-u wabtallatil 'uruuqu, wa tsabatal ajru in syaa Allaah.

"Telah hilang rasa haus dan basah pula urat-urat serta telah ditetapkan pahala, insya Allah." (114)

5. Memberi Makan Kepada Orang yang Berpuasa.

Berusahalah saudaraku -mudah-mudahan Allah memberikan berkah kepadamu serta petunjuk untuk mengerjakan kebajikan dan ketakwaan- untuk memberi makan kepada orang yang berpuasa, karena yang demikian itu mengandung pahala yang besar dan kebaikan yang melimpah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti yang diperoleh orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun." (115)

Jika seorang muslim yang berpuasa diundang untuk berbuka puasa, maka hendaklah dia memenuhi undangan tersebut, karena orang yang tidak mau memenuhi undangan berarti dia telah mendurhakai Abu Qasim (Rasulullah) shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan hendaklah dia meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa hal tersebut tidak akan mengurangi sedikit pun dari kebaikan dan pahalanya.

Disunnahkan kepada orang yang diundang untuk mendo'akan orang yang mengundang setelah selesai memakan makanan yang disajikan, sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang terdiri dari beberapa macam, misalnya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian, para Malaikat telah bershalawat pula untuk kalian, dan orang-orang yang berpuasa pun telah berbuka di tempat kalian." (116)

اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي, وَاسْقِ مَنْ سَقَانِي

Allaahumma ath'im man ath'amanii, wasqi man saqaanii.

"Ya Allah, berikanlah makan kepada orang yang memberiku makan dan berilah minum orang yang memberiku minum" (117)

اللَّهُمَّ غْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ وَبَارِكْ فِيْمَارَزَقْتَهُمْ

Allaahummaghfir lahum warhamhum wa baarik fiimaa razaqtahum.

"Ya Allah, berikanlah ampunan kepada mereka, kasihilah mereka serta berikanlah berkah pada apa yang telah Engkau karuniakan kepada mereka." (118)

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(105) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 173) dan Muslim (1093).

(106) Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (891) dengan sanad yang shahih. Dan aslinya, sebagaimana telah disampaikan terdahulu, berada di dalam kitab, ash-Shahihain.

(107) Diriwayatkan oleh Abu Dawud (II/ 305) dan Ibnu Majah (224), sanad hadits ini hasan.

(108) Diriwayatkan oleh Ahmad (III/ 164) dan Abu Dawud (2356) dari Shahabat Anas radhiyallahu 'anhu dengan sanad yang hasan.

(109) Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab al-Majma' (II/ 105). Dan dia mengatakan, "...marfu' dan mauquf. Mauquf itu shahih dan marfu' itu pada rijalnya terdapat orang yang tidak aku dapati biografinya." Dapat kami katakan, "Mauquf -sebagaimana yang tampak- memiliki hukum rafa' juga."

(110) Diriwayatkan oleh Ahmad (III/ 163), Abu Dawud (II/ 306), Ibnu Khuzaimah (III/ 277 dan 278), at-Tirmidzi (III/ 70) melalui dua jalan dari Anas radhiyallahu 'anhu. Sanad hadits ini shahih.

(111) Diriwayatkan oleh al-'Uqaili di dalam kitab adh-Dhu'afaa' (I/ 72). Abu Muslim al-Kajji di dalam kitab Juz-u-nya. Yang di antara jalannya adalah Ibnu Masi di dalam kitab, Juz-ul Anshaari. Dan sanadnya shahih, kalau tidak ada 'an'anah Yahya bin Abi Katsir. Hadits ini memiliki satu syahid, yaitu hadits yang datang setelahnya.

(112) Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (2528), Ibnu Majah (1752), Ibnu Hibban (2407), di dalamnya terdapat kemajhulan Abu Mudillah.

(113) Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (I/ 557), al-Hakim (I/ 422), Ibnus Sunni (128), ath-Thayalisi (299) melalui dua jalan darinya. Al-Bushairi (II/ 81) mengatakan, "Sanad ini shahih dan rijalnya pun tsiqah."

(114) Diriwayatkan oleh Abu Dawud (II/ 306), al-Baihaqi (IV/ 239), al-Hakim (I/ 422), Ibnus Sunni (128), an-Nasa-i di dalam kitab 'Amalul Yaum wal Lailah (269), ad-Daraquthni (II/ 185) dan dia mengatakan, "Sanadnya hasan." Dapat kami katakan, "Statusnya sama seperti yang dikatakannya."

(115) Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/ 114-115 dan 116, V/ 192), at-Tirmidzi (804), Ibnu Majah (1746), Ibnu Hibban (895) dan dinilai shahih oleh at-Tirmidzi.

(116) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (III/ 100), Ahmad (III/ 118), an-Nasa-i di dalam kitab 'Amalul Yaum wal Lailah (268), Ibnus Sunni (129) dan 'Abdurrazzaq (IV/ 311) melalui beberapa jalan, sanadnya shahih.

Peringatan: Tambahan yang ditambahkan oleh sebagian mereka dalam hadits ini: "Dan Allah menyebutkan kalian di sisi-Nya", merupakan tambahan yang tidak berdasar sama sekali, renungkanlah!

(117) Diriwayatkan oleh Muslim (2055) dari al-Miqdad (radhiyallahu 'anhu).

(118) Diriwayatkan oleh Muslim (2042) dari 'Abdullah bin Busr (radhiyallahu 'anhu).

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.