Sunday 4 June 2017

Kajian Keenam Belas | Zakat | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Salafuddin Abu Sayyid.

Kajian Ramadhan.

Kajian Keenam Belas.

Zakat.

Segala puji bagi Allah yang berkenan menghapuskan dan memaafkan kesalahan dan memberikan ampunan atas dosa. Setiap orang yang berlindung kepada-Nya pasti akan beruntung dan siapa yang bertransaksi dengan-Nya pasti akan mendapat laba. Ia telah mengangkat langit tanpa penyangga, menurunkan air hujan dari langit sehingga tumbuhan menjadi subur, dan binatang ternak bisa kembali menikmati rerumputan yang segar. Allah menciptakan dedaunan terus berganti untuk selalu bertasbih kepada-Nya. Segalanya butuh kepada-Nya, dan memang barangkali kebutuhan dan kefakiran itu lebih membawa kebaikan. Betapa banyak orang yang kecukupan namun hal itu justru menyebabkannya sombong dan angkuh. Perhatikanlah Qarun. Ia mempunyai sekian banyak harta kekayaan, akan tetapi sedikit pun ia tidak mau memberi. Ia telah diingatkan, namun tidak juga bisa sadar, dan celaan pun tidak lagi berguna baginya, ketika kaumnya mengatakan kepadanya: Janganlah terlalu bergembira!

Aku memuji Allah sepanjang pagi dan petang. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah yang Mahakaya dan Mahadermawan. Allah memberikan karunia yang sangat besar dan sangat luas.

Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam adalah seorang manusia yang paling dermawan. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam rela mengorbankan jiwa dan harta demi membela kebenaran. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kedamaian kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, kepada shahabat beliau, Abu Bakar yang senantiasa menemani beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika mukim maupun ketika bepergian, kepada 'Umar yang senantiasa mengukuhkan agama ini, kepada 'Utsman yang rela menginfakkan sekian banyak hartanya di jalan Allah, kepada 'Ali, kemenakan beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang berlepas diri dari setiap orang yang berlebihan dalam mendudukannya atau yang mencacatkannya, serta kepada seluruh shahabat, dan tabi'in yang mereka dengan berbuat baik. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang demikian itulah agama yang lurus." (Qur-an Surat al-Bayyinah (98): ayat 5)

"Kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Mohonlah ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Qur-an Surat al-Muzzammil (73): ayat 20)

"Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)." (Qur-an Surat ar-Rum (30): ayat 39)

Ayat-ayat yang menunjukkan kewajiban menunaikan zakat sangat banyak. Adapun hadits-hadits tentang kewajiban zakat, di antaranya, adalah sebagai berikut:

Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan riwayat dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallaahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Islam dibangun di atas lima (dasar): Mengesakan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan hajji." Seseorang bertanya: "Hajji dan puasa Ramadhan?" Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak. Tapi, puasa Ramadhan dan hajji." 'Abdullah bin 'Umar kemudian mengatakan: "Demikianlah yang aku dengar dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam."

Dalam riwayat lain disebutkan:

"Kesaksian (syahadat) bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah...dst. Semakna dengan hadits sebelumnya."

Zakat merupakan bagian dari rukun Islam dan bangunannya yang agung. Ia selalu disandingkan dengan 'ibadah shalat di berbagai tempat dalam Kitab Allah. Kaum muslimin pun sepakat (ijma') mengenai kewajiban zakat ini dengan ijma' yang pasti. Maka siapa saja yang mengingkari kewajiban ini, padahal ini mengetahuinya, maka ia berarti telah kafir dan keluar dari Islam. Sedangkan orang yang bakhil sehingga tidak mau mengeluarkan zakat, atau mengurangi bagian zakat yang harus ia berikan, maka ia menjadi bagian dari orang-orang zhalim yang layak mendapatkan sanksi dan balasan.

Harta yang wajib dizakati:

Harta yang wajib dizakati ada empat jenis:

1. Sesuatu yang tumbuh dari tanah.

Baik yang berupa biji (habb) maupun 'buah' (tsamar). Dasarnya adalah firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (Qur-an Surat al-Baqarah (2): ayat 267)

"Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)." (Qur-an Surat al-An'am (6): ayat 141)

Hak harta yang terbesar adalah zakat. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Pertanian yang disirami oleh langit atau yang tumbuh dengan sendirinya (tanpa pemeliharaan), maka bagian zakatnya adalah sepersepuluh (10%, -ed), sedangkan pertanian yang menggunakan pengairan sendiri adalah seperduapuluh (5%, -ed)." (Hadits Riwayat Imam al-Bukhari)

Zakat tidak wajib diberikan kecuali jika telah mencapai satu nishab, yaitu lima wasaq. Dasarnya adalah sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

"Biji-bijian dan kurma tidak ada zakatnya kecuali jika sudah sampai lima wasaq." (Hadits Riwayat Imam Muslim)

Satu wasaq adalah enam puluh sha' berdasarkan ukuran sha' Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Dengan demikian, nishabnya adalah tiga ratus sha' yang timbangannya untuk gandum yang bagus mencapai dua ribu empat puluh (2040) gram, atau dua kilogram satu per dua lima (2 1/25 kg). Dengan demikian, ukuran nishab untuk gandum yang bagus adalah enam ratus dua belas (612) kilogram. Tidak ada kewajiban zakat jika ukurannya kurang dari ini. Ukuran zakatnya adalah sepersepuluh penuh jika tanaman itu menggunakan pengairan alami, tanpa harus berupaya menyiraminya, dan seperlima jika menggunakan pengairan atas usaha petani sendiri. Namun buah-buahan (fawakih), sayur-sayuran, dan buah-buah berair (melon, semangka, dsb; biththikh), dan semisalnya tidak wajib dizakati. Dasarnya adalah perkataan 'Umar radhiyallaahu 'anhu: "Sayur-sayuran tidak ada zakatnya."

Dan juga perkataan 'Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu 'anhu: "Apel dan yang semisal dengannya tidak ada zakatnya."

Sebab ia tidak bisa dikategorikan sebagai biji-bijian maupun buah yang menjadi makanan pokok. Akan tetapi jika ia menjualnya sehingga menghasilkan dirham, dan kemudian sampai pada haul-nya (setahun) atas penjualan harganya, maka ada zakatnya.

2. Binatang ternak.

Yaitu unta, sapi dan kambing, baik kambing domba maupun kambing bandot (kambing kacang), jika binatang tersebut masuk kategori sa'imah dan dipelihara untuk diambil susunya dan dikembangbiakkan dan sudah sampai nishab. Nishab minimal unta adalah lima ekor, sapi tiga puluh ekor dan kambing empat puluh ekor. Yang dimaksud dengan binatang sa'imah adalah binatang yang digembalakan di rerumputan bebas yang bukan merupakan tanaman orang sepanjang tahunnya atau kebanyakan waktunya. Jika binatang itu tidak termasuk kategori sa'imah, maka tidak ada zakatnya. Kecuali jika binatang itu diperdagangkan. Namun jika binatang itu disiapkan untuk menghasilkan laba dengan diperjualbelikan, maka dalam hal ini ia dimasukkan dalam kategori dagangan yang wajib dizakati berdasarkan zakat tijarah (dagang), apakah binatang itu sa'imah atau mu'allaqah (binatang yang diikat dan diberi makan di situ), jika ia sudah sampai pada nishab tijarah itu sendiri, atau digabung dengan perdagangan pemiliknya secara umum.

3. Emas dan perak.

Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim yahudi dan rahib-rahib nashrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam Neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: 'Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (Qur-an Surat at-Taubah (9): ayat 34-35)

Yang dimaksud dengan menyimpannya adalah tidak membelanjakannya di jalan Allah, dan pembelanjaan yang paling agung adalah membelanjakannya sebagai zakat. Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan riwayat dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidaklah seorang yang mempunyai emas atau pun perak, namun kemudian ia tidak menunaikan haknya, melainkan pada hari Kiamat nanti akan dibentangkan untuknya lempengan logam dari api Neraka, lalu ia dipanggang di atasnya di dalam Neraka Jahannam, dan kemudian bagian sisi, jidat, dan punggungnya diseterika dengan lempengan panas itu. Setiap kali dingin, maka ia dipanaskan lagi dimana ukurannya adalah lima puluh ribu tahun, sampai kemudian ia dihakimi di hadapan para hamba."

Yang dimaksud dengan haknya adalah zakatnya, seperti yang ditafsirkan oleh riwayat hadits Imam Muslim: "Tidaklah orang yang mempunyai simpanan yang tidak mengeluarkan zakatnya...dst." (Al-Hadits)

Maka harta yang berupa emas atau perak wajib dikeluarkan zakatnya, apakah yang sudah berbentuk uang, atau berbentuk logam, atau perhiasan yang dipakai maupun yang tidak dipakai dan semisalnya, berdasarkan keumuman dalil-dalil yang menunjukkan kewajiban zakat pada keduanya tanpa perincian. Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallaahu 'anhu bahwa pernah ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa puterinya yang mengenakan dua buah gelang tebal di tangannya, lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Apakah kamu memberikan zakat (perhiasan) ini?" Wanita itu menjawab: "Tidak." Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersabda: "Sukakah kamu bila pada hari Kiamat nanti Allah memakaikan dua gelang dari Neraka disebabkan keduanya?" Akhirnya wanita itu melepaskan kedua gelang tersebut dan memberikannya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lantas berkata: "Keduanya untuk Allah dan Rasul-Nya." (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, Imam an-Nasa-i, dan Imam at-Tirmidzi)

Dalam kitab Bulughul Maram disebutkan bahwa isnad hadits ini kuat. Diriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma bahwa ia berkata:

"Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengunjungiku, lalu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihat beberapa gelang yang terbuat dari perak, lalu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Apakah ini?' Aku menjawab: 'Ini aku gunakan berhias untukmu, ya Rasulullah.' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Apakah kamu menunaikan zakatnya?' Aku menjawab: 'Tidak.' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian bersabda: 'Ia akan membuatmu tersentuh api Neraka'." (Hadits Riwayat Imam Abu Dawud, Imam al-Baihaqi, dan Imam al-Hakim serta dishahihkan olehnya)

Imam al-Hakim menyatakan juga bahwa hadits ini berdasar pada syarat Shahihain. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab at-Talkhish bahwa hadits ini berdasarkan syarat hadits shahih. Imam Ibnu Daqiq menyatakan hadits ini berdasarkan syarat Imam Muslim.

Emas tidak wajib dizakati sehingga menjadi satu nishab, yaitu dua puluh dinar. Sebab, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda mengenai zakat emas:

"Engkau tidak punya kewajiban apa-apa sehingga engkau mempunyai dua puluh dinar." (Hadits Riwayat Imam Abu Dawud) (37)

Yang dimaksud dengan dinar di sini adalah dinar Islami yang timbangannya mencapai satu mitsqal, sedangkan ukuran satu mitsqal adalah empat gram seperempat. Dengan demikian, nishab emas adalah delapan puluh lima (85) gram.

Demikian juga tidak ada kewajiban zakat atas perak sehingga mencapai satu nishab, yaitu lima uqiyah. Dasarnya adalah sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

"Jika belum sampai lima uqiyah, maka tidak ada zakatnya." (Mutafaq 'alaih)

Satu uqiyah adalah empat puluh dirham Islami. Dengan demikian, nishabnya adalah seratus empat puluh mistqal, yaitu lima ratus sembilan puluh lima (595) gram, sebanding dengan lima puluh enam (56) riyal Arab dari perak. Ukuran zakat emas dan perak cukup dua setengah persen (2,5%).

Demikian juga terdapat kewajiban zakat pada uang, karena ia merupakan ganti dari perak, sehingga ia menggantikan kedudukannya. Jika uang itu telah mencapai nishabnya perak, maka zakatnya wajib dikeluarkan. Jadi zakat itu wajib atas emas, perak dan uang, apakah ada di tangannya sendiri atau sedang ada di dalam tanggungan orang. Oleh karena itu wajib dikeluarkan zakat pada piutang, baik piutang orang itu berupa uang, harga barang, upah atau lainnya. Piutang ini dikeluarkan zakatnya setiap tahun bersama dengan uang tunai yang ada, atau dikeluarkan zakatnya setelah dibayar oleh yang berutang dengan diperhitungkan setiap tahunnya. Tetapi jika uang itu ada pada orang lain yang kesulitan mengembalikannya atau memperlambat pembayarannya sehingga pemiliknya sulit untuk memperolehnya kembali, maka tidak ada zakatnya sampai uang itu dapat diperolehnya kembali. Pada waktu itu dikeluarkanlah zakatnya hanya untuk tahun itu, bukan untuk tahun-tahun yang terlewat.

Tidak ada kewajiban zakat pada barang tambang lainnya selain emas dan perak, sekalipun barangkali lebih mahal dari keduanya, kecuali jika untuk perdagangan, sehingga ia mengeluarkan zakatnya sebagai zakat tijarah.

4. Barang dagangan (komoditi)

Yaitu segala sesuatu yang dikembangkan dan diperdagangkan, baik berupa perabot rumah, hewan, makanan, minuman, kendaraan dan semisalnya yang bisa disebut sebagai harta yang berupa barang. Ia harus menghitungnya setiap tahun dan kemudian mengeluarkan dua setengah persen dari nilainya, apakah nilainya itu sesuai dengan nilai ketika ia membelinya, lebih tinggi atau lebih rendah. Para pemilik warung, alat-alat, onderdil dan sebagainya, berkewajiban melakukan perhitungan secara cermat dan menyeluruh mengenai barang yang kecil maupun besar dan kemudian mengeluarkan zakatnya. Jika ia mengalami kesulitan untuk melakukan hal itu, mereka harus bersikap hati-hati kemudian mengeluarkan zakatnya yang akan membebaskan mereka dari tanggungan.

Tidak ada zakat dalam hal yang menjadi kebutuhan manusia, baik yang berupa makanan, minuman, tempat tidur, tempat tinggal, binatang-binatang lain, mobil, dan pakaian, kecuali perhiasan emas dan perak. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak ada kewajiban zakat atas orang Muslim berkenaan dengan budak dan kuda yang dimilikinya." (Mutafaq 'alaih)

Tidak ada kewajiban zakat mengenai harta yang disiapkan untuk gaji, baik berupa properti, mobil dan semisalnya, akan tetapi yang wajib dizakati adalah gaji yang berupa uang dan sudah sampai haul (genap satu tahun) serta sudah mencapai nishab, atau digabungkan kepada harta sejenis yang dimilikinya.

Ikhwan sekalian, tunaikanlah zakat harta kalian dan bersihkanlah dirimu dengannya. Sebab, zakat yang engkau berikan itu adalah keuntungan dan bukan kerugian. Hitunglah seluruh harta yang mengharuskan kalian untuk menunaikan zakatnya, dan mohonlah kepada Allah agar apa yang kalian infakkan itu diterima oleh Allah dan membawa berkah kepada kalian dalam harta yang masih ada di tangan kalian. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Semoga Allah senantiasa berkenan mencurahkan rahmat dan kasih sayang kepada Nabi Muhammad serta kepada keluarga dan para shahabat seluruhnya.

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(37) Dalam sanadnya terdapat kdha'ifan, namun ia mempunyai syawahid yang mengangkatnya sampai ke derajat hasan, sehingga hadits ini bisa dijadikan sebagai hujjah. Mayoritas 'ulama menjadikan hadits ini sebagai hujjah.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.