Tuesday 25 April 2017

Hal-hal yang sunnat, yang makruh, yang membatalkan, dan yang dibolehkan bagi orang yang i'tikaaf | Khatimah | I'tikaaf

I'tikaaf.

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Pembahasan kesebelas.

Hal-hal yang sunnat dan yang makruh bagi orang yang i'tikaaf.

Disunnatkan bagi orang yang i'tikaaf memperbanyak 'ibadah sunnat serta menyibukkan diri dengan sholat berjama'ah dan sholat-sholat sunnat, membaca al-Qur-an, tasbih, tahmid, takbir, istighfar, berdo'a, membaca sholawat atas Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dan 'ibadah-'ibadah lain untuk mendekatkan diri kepada ALLOH Ta'ala. Semua 'ibadah ini harus dilakukan sesuai dengan sunnah Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam.

Termasuk juga dalam hal ini disunnahkan menuntut 'ilmu, membaca/ menelaah kitab-kitab tafsir dan hadits, membaca riwayat para Nabi 'alay-himush sholaatu wa sallam dan orang-orang sholih, dan mempelajari kitab-kitab fiqih serta kitab-kitab yang berisi tentang masalah 'aqidah dan tauhid.

Dimakruhkan bagi orang yang i'tikaaf melakukan hal-hal yang tidak perlu dan tidak bermanfaat, baik berupa perkataan atau perbuatan, sabda Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam:

"Di antara kebaikan Islam seseorang ialah, ia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna."
(Hadits Riwayat Imam at-Tirmidzi nomor 2317, Imam Ibnu Majah nomor 3976, dari Shohabat Abu Huroiroh ro-dhiyaLLOOHU 'anhu. Dan dishohihkan oleh Imam al-Albani di kitab Shohiih Jami'ush Shoghiir nomor 5911)

Dimakruhkan pula menahan diri dari berbicara, yakni seseorang tidak mau bicara, karena mengira bahwa hal itu mendekatkan diri kepada ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala.

Ibnu 'Abbas ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma berkata: "Ketika Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam sedang khutbah, tampak oleh Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam seorang laki-laki yang tetap berdiri (di terik matahari). Maka Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bertanya (kepada para Shohabat): 'Siapakah orang itu?' Para Shohabat menjawab: 'Namanya Abu Isroil, ia bernadzar akan terus berdiri, tidak akan duduk, tidak mau bernaung, dan tidak mau berbicara serta akan terus berpuasa.' Maka Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda:

"Suruhlah ia berbicara, bernaung, dan duduk, dan hendaklah ia meneruskan puasanya."
(Hadits Shohih Riwayat Imam al-Bukhori nomor 6704, Imam Abu Dawud nomor 3300, Imam ath-Thohawi di dalam kitab Musykilul Atsaar 3/44 dan Imam al-Baihaqi 10/75.

Pembahasan kedua belas.

Hal-hal yang membatalkan i'tikaaf.

Pertama:
Sengaja keluar dari masjid tanpa suatu keperluan walaupun hanya sebentar. Keluar dari masjid akan menjadikan batal i'tikaafnya, karena tinggal di masjid sebagai rukun i'tikaaf.

Kedua:
Murtad karena bertentangan dengan makna 'ibadah, dan juga berdasarkan firman ALLOH:

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) yang sebelummu. Jika kamu mempersekutukan (ROBB), niscaya akan hapuslah 'amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."
(Qur-an Suroh az-Zumar: ayat 65)

Ketiga:
Hilang akal disebabkan gila atau mabuk.

Keempat:
Haidh.

Kelima:
Nifas.

Keenam:
Bersetubuh/ bersenggama, berdasarkan firman ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. ALLOH mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu ALLOH mengampuni kamui dan memberi maaf kepadamu. Maka, sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan ALLOH untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu ber-i'tikaaf dalam masjid. Itulah larangan ALLOH, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah ALLOH menerangkan ayat-ayat-NYA kepada manusia, supaya mereka bertaqwa."
(Qur-an Suroh al-Baqoroh: 187)
(Lihat kita Fiqhus Sunnah 1/406)

Menurut pendapat Ibnu 'Abbas ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma: "Apabila seorang mu'takif (yang i'tikaaf) bersetubuh, maka batal i'tikaafnya dan ia mulai dari awal lagi."
(Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dan Imam 'Abdurrozzaq dengan sanad yang shohih. Lihat kitab Qiyamul Romadhon halaman 41 oleh Imam al-Albani)

Pembahasan ketiga belas.

Hal-hal yang dibolehkan sewaktu i'tikaaf.

Pertama:

I'tikaafnya seorang wanita dan kunjungannya kepada suaminya yang beri'tikaaf di dalam masjid.

Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengunjungi suaminya yang tengah beri'tikaaf. Dan suaminya yang sedang beri'tikaaf diperbolehkan untuk mengantarkannya sampai pintu masjid.

Shofiyyah ro-dhiyaLLOOHU 'anha bercerita: "Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam pernah beri'tikaaf (pada sepuluh malam terakhir dari bulan Romadhon), lalu aku datang untuk mengunjungi Beliau pada malam hari, (yang saat itu di sisi Beliau sudah ada beberapa isterinya, lalu mereka pergi). Kemudian aku berbicara dengan Beliau beberapa saat, untuk selanjutnya aku berdiri untuk kembali. (Maka Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda: "Janganlah kamu tergesa-gesa, biar aku mengantarmu"). Kemudian Beliau berdiri mengantarku -dan rumah Shofiyyah di rumah Usamah bin Zaid-. Sehingga ketika sampai di pintu masjid yang tidak jauh dari pintu Ummu Salamah, tiba-tiba ada dua orang dari kaum Anshor yang melintas. Ketika melihat Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, kedua orang itu mempercepat jalannya, maka Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda: 'Janganlah kalian tergesa-gesa, sesungguhnya dia adalah Shofiyyah binti Huyay.' Kemudian keduanya menjawab, 'Mahasuci ALLOH, wahai Rosululloh.' Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda: 'Sesungguhnya syaithon itu berjalan dalam diri manusia seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir syaithon itu akan melontarkan kejahatan dalam hati kalian berdua, atau Beliau bersabda (melontarkan sesuatu)'."
(Hadits Shohih Riwayat Imam al-Bukhori nomor 2035, Imam Muslim nomor 2175)

Kedua:

Menyisir rambut, berpangkas, memotong kuku, membersihkan tubuh, memakai pakaian terbaik, dan memakai wangi-wangian.

Ketiga:

Keluar untuk sesuatu keperluan yang tidak dapat dielakkan.

Dari 'Aisyah ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma, bahwa ia pernah menyisir rambut Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, padahal ia ('Aisyah) sedang haidh, dan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam sedang beri'tikaaf di masjid. 'Aisyah berada di dalam kamarnya dan kepala Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dimasukkan ke kamar 'Aisyah. Dan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bila sedang beri'tikaaf tidak pernah masuk rumah melainkan kalau untuk menunaikan hajat.
(Hadits Shohih Riwayat Imam al-Bukhori nomor 2029, 2046, Imam Muslim nomor 297(6-7), Imam Abu Dawud nomor 2467, Imam at-Tirmidzi nomor 804, Imam Ibnu Majah nomor 1776, 1778, Imam Malik 1/257 nomor 1, Imam Ibnul Jarud nomor 409, Imam Ahmad 6/104, 181, 235, 247, 262)

Berkata Ibnul Mundzir: "Para 'ulama sepakat, bahwa orang yang i'tikaaf boleh keluar dari masjid (tempat i'tikaafnya) untuk keperluan buang air besar atau kencing, karena hal ini merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan, (apabila tidak ada kamar mandi/ wc di masjid -pent). Dalam hal ini, sama hukumnya dengan kebutuhan makan minum bila tidak ada yang mengantarnya, maka boleh ia keluar (sekedarnya)."
(Lihat kitab Fiqhus Sunnah 1/405)

'Aisyah ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma juga meriwayatkan bahwa ia tidak menjenguk orang sakit ketika sedang i'tikaaf melainkan hanya sambil lewat saja, misalnya ada orang sakit di dalam rumah, ia bertanya kepada si sakit sambil lewat saja.
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam al-Bukhori dan Imam Muslim)

Khotimah
Dianjurkan bagi orang-orang yang beri'tikaaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Romadhon dan yang tidak i'tikaaf, berusahalah memanfaatkan waktu untuk 'ibadah kepada ALLOH, perbanyaklah baca al-Qur-an, berdzikir kepada ALLOH, dan melakukan sholat-sholat sunnat yang disunnahkan oleh Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, mudah-mudahan kita termasuk orang yang mendapatkan malam Lailatul Qodar yang keutamaannya lebih baik dari seribu bulan dan mudah-mudahan pula dosa kita diampunkan ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala.

ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Sesungguhnya KAMI telah menurunkannya (al-Qur-an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun Malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin ROBB-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."
(Qur-an Suroh al-Qodar: ayat 1-5)

Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa berdiri (melaksanakan 'ibadah) pada malam Lailatul Qodar, karena iman dan mengharapkan ganjaran dari ALLOH, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
(Hadits Shohih Riwayat Imam al-Bukhori nomor 2014, Imam Muslim 760(175), Imam Abu Dawud nomor 1372, Imam an-Nasa-i 4/157)

Dianjurkan pula banyak do'a dan dzikir ini pada malam ganjil di akhir Romadhon yang diharapkan adanya Lailatul Qodar:

ALLOOHUMMA innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii.
"Ya ALLOH, sesungguhnya ENGKAU Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah aku."
(Hadits Shohih Riwayat Imam Ahmad 6/171, Imam Ibnu Majah nomor 3850, Imam at-Tirmidzi nomor 3513 dari 'Aisyah ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma. Lihat kitab Shohiih at-Tirmidzi nomor 2789 dan kitab Shohiih Ibnu Majah nomor 3105)

WALLOOHU a'lam bish showaab.

Sub-haanakaLLOOHUMMA wa bihamdika asy-Hadu an laa ilaaHa illaLLOOHU astagh-firuka wa atuubu ilaik.
"Maha Suci ENGKAU ya ALLOH, aku memujimu. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak untuk di'ibadahi dengan benar) kecuali ENGKAU, aku meminta ampun dan bertaubat kepada-MU.
(Hadits Riwayat Imam an-Nasa-i di dalam kitab 'Amalul Yaum wal Lailah nomor 403, Imam Ahmad 6/77. Lihat kitab Fat-hul Baari 13/546, kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shohiihah nomor 3164)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber rujukan:

Judul buku: I'tikaaf, Penulis: Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit: Pustaka 'Abdullah - Jakarta, Cetakan I, 1425 H/ 2004 M.