Sunday 30 April 2017

Yang Harus Ditinggalkan oleh Orang yang Menjalankan Ibadah Puasa | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

M. Abdul Ghoffar E.M.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kesebelas.

Yang Harus Ditinggalkan oleh Orang yang Menjalankan Ibadah Puasa.

Ketahuilah wahai yang senantiasa mentaati Rabbnya Jalla Sya'-nuhu, bahwa orang yang berpuasa adalah yang menahan seluruh anggota tubuhnya dari perbuatan dosa, menjaga lidahnya dari berkata dusta, berbicara keji, dan berkata licik, serta menahan perutnya dari minuman dan makanan, juga kemaluannya dari perbuatan keji. Kalau toh harus berbicara, maka dia akan menyampaikan kata-kata yang tidak menodai puasanya. Dan kalau toh dia harus berbuat, maka dia akan melakukan sesuatu yang tidak merusak puasanya. Sehingga dengan demikian, ungkapan yang keluar adalah kata-kata yang baik dan perbuatannya pun berwujud amal shalih.

Itulah puasa yang disyari'atkan. Yaitu puasa yang tidak hanya sekedar menahan rasa lapar dan haus serta hawa nafsu, melainkan puasa yang membentengi diri dari perbuatan dosa dan menahan perut dari makanan dan minuman. Sebagaimana makan dan minum dapat merusak puasa, maka demikian pula perbuatan dosa yang dapat memutuskan pahalanya, merusak buahnya, hingga akhirnya menempatkan pelakunya pada posisi yang sama dengan orang yang tidak berpuasa.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah memerintahkan orang Muslim yang berpuasa untuk menghiasi diri dengan akhlak mulia serta menjauhi perbuatan keji dan kata-kata kotor, pembicaraan hina, dan sesuatu yang tiada guna. Semua hal buruk tersebut, sekalipun orang Muslim diperintahkan untuk menjauhi dan menghindarinya setiap hari, sesungguhnya larangan itu lebih ditekankan pada saat menjalankan ibadah puasa wajib.

Dengan demikian, diwajibkan bagi setiap orang Muslim yang menjalankan ibadah puasa untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang dapat menodai puasanya, sehingga dia bisa memperoleh manfaat dengan puasa yang dijalankannya dan tercapai pula ketakwaan yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam firman-Nya:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuausa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)

Puasa merupakan sarana penghubung menuju ketakwaan, karena puasa bisa menahan diri dari berbagai macam kemaksiatan yang senantiasa menjadi incarannya. Hal itu didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Puasa itu adalah benteng pertahanan." (75) Dan kami telah menjelaskan hal tersebut pada pembahasan tentang keutamaan puasa.

Berikut ini, saudaraku, beberapa perbuatan keji yang harus engkau ketahui untuk selanjutnya engkau jauhi agar tidak terjebak ke dalamnya, sebagaimana diungkapkan:

"Aku mengetahui kejahatan bukan untuk berbuat jahat,
tetapi untuk menghindarinya.
Dan orang yang tidak mengetahui kebaikan dari kejahatan,
niscaya dia akan terjerumus ke dalamnya."

1. Qauluz Zuur.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan qauluz zuur (kata-kata palsu) dan mengamalkannya, maka Allah 'Azza wa Jalla tidak memerlukan orang itu untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya)." (76)

2. Pembicaraan yang Tidak Bermanfaat dan Kata-kata Kotor.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Puasa itu bukan (hanya) dari makan dan minum, tetapi puasa itu dari kata-kata tidak bermanfaat dan kata-kata kotor. Oleh karena itu, jika ada orang yang mencacimu atau membodohimu, maka katakanlah kepadanya: 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Sesungguhnya aku sedang berpuasa.'" (77)

Oleh karena itu, muncul ancaman keras dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bagi orang yang melakukan keburukan-keburukan tersebut, dimana beliau -sebagai orang yang jujur dan tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu- bersabda:

"Berapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa haus dan lapar dari puasanya." (78)

Hal itu karena orang yang melakukannya tidak memahami hakikat puasa yang sebenarnya yang telah diperintahkan oleh Allah kepada kita, sehingga Allah membalas hal tersebut dengan mengharamkannya dari pahala dan ganjaran. (79)

Karena itu, para ulama Salafush Shalih telah membedakan antara larangan itu untuk makna yang dikhususkan pada ibadah sehingga dapat membatalkannya, dengan larangan yang tidak dikhususkan pada ibadah sehingga tidak membatalkannya. (80)

Baca selanjutnya:

Daftar Isi Buku Ini.

Daftar Buku Perpustakaan Ini.

===

Catatan Kaki:

(75) Takhrij hadits ini telah diberikan sebelumnya.

(76) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 99).

(77) Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1996) dan al-Hakim (I/ 430-431), sanadnya shahih.

(78) Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (I/ 539), ad-Darimi (II/ 211), Ahmad (II/ 441 dan 373), al-Baihaqi (IV/ 270) melalui beberapa jalan dari Sa'id al-Maqbari, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sanadnya shahih.

(79) Lihat buku, al-Lu'lu-u wal Marjaan fiimat Tafaqa 'alaihisy Syaikhaan (707) dan juga buku, Riyaadhush Shaalihiin (1215).

(80) Silahkan dirujuk kembali pada buku, Jaami'ul 'Uluum wal Hikam halaman 58, karya Ibnu Rajab rahimahullah.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.