Friday 21 April 2017

Hikmah i'tikaaf | Hukum i'tikaaf | I'tikaaf

I'tikaaf.

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.

Pembahasan ketiga.

Hikmah i'tikaaf.

Imam Ibnul Qoyyim rohimahuLLOOH mengatakan: "Kebaikan hati dan kelurusannya dalam menempuh jalan ALLOH tergantung pada totalitasnya berbuat karena ALLOH, dan kebulatannya secara total hanya tertuju kepada ALLOH 'Azza wa Jalla. Ketercerai-beraian hati tidak bisa disatukan kecuali oleh langkah menuju ALLOH 'Azza wa Jalla. Berlebih-lebihan dalam makan, minum, pergaulan dengan manusia, pembicaraan yang banyak dan kelebihan tidur, hanya menambah ketercerai-beraian hati serta terserak di setiap tempat, memutusnya dari jalan menuju ALLOH, atau melemahkan, merintangi, atau menghentikannya dari hubungan kepada ALLOH.

Adanya rohmat ALLOH Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-NYA menuntut disyari'atkannya puasa bagi mereka yang dapat menyingkirkan ketamakan hati dari gejolak hawa nafsu yang menjadi perintang bagi perjalanan menuju ALLOH. DIA mensyari'atkan puasa sesuai dengan kemaslahatan, dimana akan memberi manfaat kepada hamba-NYA di dunia dan akhiroh, serta tidak mencelakakannya dan juga tidak memutuskan dirinya dari kepentingan duniawi dan ukhrowinya.

ALLOH 'Azza wa Jalla juga mensyari'atkan i'tikaaf bagi mereka, yang maksud dan ruhnya adalah keteguhan hati kepada ALLOH 'Azza wa Jalla semata serta kebulatannya hanya kepada-NYA, berkhulwat kepada-NYA, dan memutuskan diri dari kesibukan duniawi, serta hanya menyibukkan diri ber'ibadah kepada ALLOH 'Azza wa Jalla semata. Dimana, dia menempatkan dzikir, cinta, dan menghadapkan wajah kepada-NYA di dalam keinginan dan lintasan-lintasan hati, sehingga semua itu menguasai perhatiannya.

Selanjutnya, keinginan dan detak hati hanya tertuju kepada dzikir kepada-NYA serta tafakkur untuk mendapatkan keridhoan-NYA serta mengerjakan apa yang mendekatkan diri kepada-NYA, sehingga keakrabannya hanya kepada ALLOH, sebagai ganti dari keakrabannya terhadap manusia. Sehingga ia siap dengan bekal akrabnya kepada ALLOH pada hari yang menakutkan di dalam kubur, saat dimana ia tidak mempunyai teman akrab. Dan tidak ada sesuatu yang dapat menyenangkan, selain DIA. Itulah maksud dari i'tikaaf yang agung."

(Kitab Zaadul Ma'aad 2/86-87, cetakan XXV, 1412 H, Muassasah ar-Risalah tahqiq dan takhrij Syu'aib al-'Arnauth dan 'Abdul Qodir al-'Arnauth)

Pembahasan keempat.

Hukum i'tikaaf ada dua macam, yaitu:

A. Sunnat

B. Wajib

I'tikaaf sunnat ialah yang dilakukan oleh seseorang dengan sukarela dengan tujuan mendekatkan diri kepada ALLOH dan mengharapkan pahala daripada-NYA serta mengikuti Sunnah Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam di sepanjang tahun.

I'tikaaf seperti ini sangatlah ditekankan. I'tikaaf yang sunnat ini tidak boleh ditetapkan 1 hari atau 3 hari secara rutin kecuali yang ditetapkan syari'at. I'tikaaf yang paling utama adalah yang dilakukan pada sepuluh hari terakhir dari bulan Romadhon, sebagaimana yang dilakukan Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam pada setiap bulan Romadhon sampai Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam.

I'tikaaf yang wajib, ialah i'tikaaf yang diwajibkan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri, adakalanya dengan nadzar mutlak, misalnya ia mengatakan, "Wajib bagi saya i'tikaaf karena ALLOH selama sehari semalam." Atau dengan nadzar bersyarat, misalnya ia mengatakan, "Jika ALLOH menyembuhkan penyakit saya, maka saya akan i'tikaaf dua hari dua malam."

Nadzar ini wajib dilaksanakan.

Dalam sebuah hadits dari 'Aisyah rodhiyaLLOOHU 'anhuma, dari Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam, Beliau bersabda:
"Barangsiapa yang bernadzar akan melakukan sesuatu keta'atan kepada ALLOH, hendaklah ia penuhi nadzarnya itu, dan barangsiapa bernadzar untuk melakukan maksiat (kedurhakaan/kesyirikan) kepada ALLOH, maka janganlah lakukan maksiat itu."
(Hadits Shohih Riwayat Imam al-Bukhori nomor 6696, 6700, Imam Abu Dawud nomor 3289, Imam an-Nasa-i 7/17, Imam at-Tirmidzi nomor 1526, Imam ad-Darimi 2/184, Imam Ibnu Majah nomor 2126, Imam Ahmad 6/36, 41, 224, Imam al-Baihaqi 9/231, 10/68, 75, dan Imam Ibnul Jarud nomor 934)

'Umar bin al-Khoththob rodhiyaLLOOHU 'anhu pernah bertanya kepada Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam: "Ya Rosululloh, aku pernah bernadzar di zaman jahiliyyah akan beri'tikaaf satu malam di Masjidil Harom?" Sabda Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam: "Penuhilah nadzarmu itu!"
(Hadits Shohih Riwayat Imam al-Bukhori nomor 2032, al-Hafizh Ibnu Hajar - kitab Fat-hul Baari 4/274, dan Imam Muslim nomor 1656)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber rujukan:

Judul buku: I'tikaaf, Penulis: Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit: Pustaka 'Abdullah - Jakarta, Cetakan I, 1425 H/ 2004 M.