Saturday 8 April 2017

Kajian kedua | Keutamaan puasa | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Kajian Ramadhan.

Kajian kedua.

Keutamaan puasa.

Segala puji bagi ALLOH Yang Maha Lembut, Maha Penyantun, Maha Pemberi, Yang Maha Kaya, Maha Kuat, Maha Penyabar, Maha Mulia, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. DIA al-Awwal, tidak ada yang mendahului-NYA; al-Akhir, tidak ada yang sesudah-NYA; azh-Zhohir, tidak ada yang di atas-NYA; al-Bathin, tidak ada sesuatu di bawah-NYA; DIA mengetahui segala yang akan dan sudah terjadi. DIA berkuasa untuk membuat mulia dan membuat hina, dan membuat butuh dan tidak butuh. DIA melakukan apa saja yang DIA kehendaki berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan-NYA. Setiap hari DIA mengatur urusan. DIA memancang bumi dengan gunung-gunung di berbagai penjuru serta mengirimkan awan yang berat dengan membawa air untuk dijatuhkan di bumi agar bumi itu menjadi hidup. ALLOH menetapkan seluruh penghuni bumi untuk memberikan balasan yang buruk kepada orang-orang yang berbuat buruk serta memberikan balasan kebaikan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.

Aku memuji ALLOH atas sifat-sifat-NYA yang sempurna dan baik. Aku juga bersyukur kepada-NYA atas nikmat-NYA yang sempurna. Dengan bersyukur, pemberian dan karunia dari ALLOH akan semakin bertambah. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali ALLOH jua, tidak ada sekutu bagi-NYA, Raja yang memutuskan perkara. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam adalah hamba dan utusan-NYa yang diutus untuk sekalian manusia dan jin. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Beliau dan para shohabat serta tabi'in yang senantiasa mengikuti mereka dengan berbuat baik hingga masa berganti masa.

Saudara sekalian, ketahuilah bahwa puasa merupakan bagian dari 'ibadah yang paling utama dan bentuk keta'atan yang paling agung. Banyak sekali hadits yang menyebutkan hal ini dan sudah banyak yang populer di kalangan masyarakat.

Di antara keutamaan puasa adalah bahwa ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala telah menetapkannya dan mewajibkannya atas seluruh ummat manusia. ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): ayat 183)

Kalau saja ia bukan merupakan 'ibadah agung yang mesti dilakukan oleh hamba untuk ber'ibadah kepada ALLOH berikut pahala besar yang bakal diterimanya, tentu ALLOH tidak mewajibkannya atas seluruh ummat.

Di antara keutamaan puasa di bulan Romadhon adalah bahwa ia menjadi penyebab diampuninya dosa dan dihapuskannya kesalahan-kesalahan. Dalam kitab Shohihain disebutkan riwayat hadits dari Abu Huroiroh rodhiyaLLOOHU 'anhu bahwa Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa mengerjakan puasa Romadhon atas dasar keimanan dan mengharap pahala, maka ia diberi ampunan atas dosa yang telah ia lakukan."

Artinya, pelaksanaan puasa yang didasari oleh keimanan kepada ALLOH dan kerelaan atas kewajiban puasa yang dibebankan atas dirinya serta karena mengharap dan menghitung pahala yang akan diberikan oleh ALLOH, tidak benci terhadap kewajiban ini dan juga tidak ragu terhadap pahalanya. Jika hal-hal tersebut dilakukan, maka ALLOH akan memberikan ampunan kepadanya atas dosa yang terlanjur ia lakukan.

Dalam kitab Shohiih Muslim disebutkan riwayat dari Abu Huroiroh rodhiyaLLOOHU 'anhu bahwa Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda:

"Sholat yang lima (waktu), jum'at ke jum'at berikutnya, Romadhon ke Romadhon berikutnya, menghapuskan (dosa-dosa) yang ada di antara keduanya, jika dosa-dosa besar dijauhi."

Keutamaan puasa Romadhon lainnya adalah bahwa pahalanya tidak terbatas dengan jumlah tertentu, akan tetapi orang yang berpuasa akan diberi pahala tanpa hitungan. Dalam kitab Shohiihain disebutkan riwayat hadits dari Abu Huroiroh rodhiyaLLOOHU 'anhu bahwa ia berkata: Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda:

"ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: 'Setiap 'amalan anak Adam itu adalah menjadi haknya, kecuali puasa. Sesungguhnya ia menjadi hak-KU, dan AKU sendiri yang akan memberikan balasannya.' Puasa adalah perisai. Maka jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, hendaklah ia tidak berkata kotor dan tidak berteriak-teriak. Jika ada seseorang mencelanya atau memeranginya, maka hendaklah ia berkara: 'Aku sedang berpuasa!' Demi DZAT yang jiwa Muhammad ada di tangan-NYA, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi ALLOH daripada aroma kesturi. Orang yang berpuasa punya dua kebahagiaan yang bisa ia rasakan; kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan ROBB-nya karena puasa yang dilakukannya."

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:

"Setiap 'amal perbuatan anak Adam menjadi miliknya yang dilipatgandakan kebaikannya (pahalanya) sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. ALLOH berfirman: 'Kecuali puasa, karena sesungguhnya ia milik-KU dan AKU akan membalasnya sendiri. Orang yang berpuasa itu meninggalkan nafsu dan makanannya demi AKU'."

Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan puasa dari beberapa segi.

Pertama: ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala mengkhususkan 'ibadah puasa ini hanya untuk diri-NYA di antara segala 'amalan 'ibadah lainnya. Ini disebabkan karena kemuliaan 'ibadah ini di sisi-NYA, kecintaan ALLOH kepada 'amalan ini, serta lahirnya keikhlasan dalam melaksanakannya. Sebab, ini merupakan rahasia antara seorang hamba dengan ROBB-nya, yang hanya ALLOH saja yang tahu. Orang yang berpuasa itu berada di tempat yang sepi dari manusia yang sebenarnya memungkinkan baginya untuk makan apa yang diharomkan oleh ALLOH atasnya namun ia tidak mau, karena ia berpuasa. Sebab, ia mengetahui bahwa ia punya ROBB yang senantiasa mengetahuinya dalam kesendiriannya sekalipun. ALLOH telah mengharomkan makan barang harom, kemudian ia meninggalkan barang harom itu semata karena takut kepada sanksi dari ALLOH di samping keinginan untuk meraih pahala dari-NYA. Oleh karena itu, ALLOH merasa berterima kasih kepadanya atas ketulusan itu, dan kemudian ALLOH mengkhususkan 'amalan puasa hamba-NYA itu hanya untuk diri-NYA di antara sekian banyak 'amalan lainnya. Oleh karena itu, ALLOH berfirman, "Ia meninggalkan nafsu dan makanannya hanya karena AKU." Kekhususan faedah ini terlihat dengan jelas pada hari Kiamat, sebagaimana yang dikatakan oleh Sufyan bin Uyainah rohimahuLLOOH: "Pada hari Kiamat nanti ALLOH akan menghisab hamba-NYA lalu menuntut kezholiman-kezholiman yang dilakukannya dengan menguras seluruh 'amalannya untuk menutupi kezholimannya itu. Sehingga apabila tidak tersisa lagi kecuali 'amalan puasa, maka ALLOH akan memaafkan kezholimannya yang tersisa kemudian memasukkannya ke dalam Surga karena 'amalan puasanya."

Kedua: ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala mengatakan (tentang puasa): "Dan AKU yang akan memberikan balasannya." ALLOH menyandarkan balasan 'ibadah puasa ini kepada diri-NYA yang Mulia, karena 'amal-'amal sholih itu akan dilipatgandakan dengan jumlah tertentu, mulai dari sepuluh hingga sepuluh kali lipat sampai kepada lipatan yang sekian banyak. Sedangkan 'ibadah puasa langsung dibalas dan dilipatgandakan sendiri oleh ALLOH tanpa perhitungan jumlah. ALLOH adalah DZAT yang paling dermawan dan pemurah. Pemberian itu tergantung siapa yang memberi. Dengan demikian pahala puasa itu sangat besar dan sangat banyak tanpa kalkulasi angka. Puasa adalah bentuk kesabaran dalam melakukan keta'atan kepada ALLOH, kesabaran dalam meinggalkan larangan-larangan ALLOH, dan kesabaran terhadap ketentuan ALLOH yang tidak menyenangkan, berupa rasa lapar, haus, serta lemahnya badan. Dalam 'ibadah puasa terhimpun tiga bentuk kesabaran, dan ini akan mengantarkan orang yang berpuasa menjadi bagian dari orang-orang yang bersabar. Sedangkan ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman: 'Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.' (Qur-an Suroh az-Zumar (39): ayat 10)

Ketiga: Puasa adalah perisai. Maksudnya adalah pelindung yang akan menjaga dan melindungi orang yang berpuasa dari perbuatan kesia-siaan dan perbuatan kotor. Oleh karena itu, Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian sedang melaksanakan puasa, maka janganlah berkata kotor dan jangan berteriak-teriak."

Di samping itu juga, karena puasa akan menjaganya dari api Neraka. Oleh karena itu -Imam Ahmad dengan isnad hasan meriwayatkan dari Jabir rodhiyaLLOOHU 'anhu bahwa- Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda:

"Puasa adalah perisai yang bisa digunakan oleh hamba untuk melindungi diri dari Neraka."

Keempat: Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi ALLOH daripada aroma kesturi, karena ia merupakan bagian dari dampak puasa. Dengan demikian bau mulut itu harum sekali di sisi ALLOH dan sangat dicintai oleh-NYA. Ini merupakan dalil yang menunjukkan keagungan puasa di sisi ALLOH sehingga sesuatu yang dibenci dan menjijikkan di mata manusia menjadi disukai di sisi ALLOH dan bahkan harum. Sebab, ia ditimbulkan oleh pelaksanaan keta'atan kepada ALLOH berupa 'ibadah puasa.

Kelima: Orang yang berpuasa memperoleh dua kesenangan; kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika kelak bertemu dengan ROBB-nya. Kebahagiaannya ketika ia berbuka adalah karena ia merasa senang atas nikmat yang dianugerahkan oleh ALLOH kepadanya, yaitu bisa melaksanakan 'ibadah puasa yang merupakan bagian dari bentuk 'amal sholih yang paling utama. Betapa banyak orang yang tidak memperoleh karunia itu sehingga ia tidak berpuasa. Ia juga merasa senang atas makanan, minuman dan jimak yang dihalalkan kembali oleh ALLOH baginya setelah sebelumnya diharomkan pada saat berpuasa.

Sedangkan kebahagiaannya ketika bertemu dengan ROBB-nya adalah karena ia senang sekali dengan 'ibadah puasanya ketika ia mendapatkan balasannya di sisi ALLOH secara utuh pada saat dimana ia jauh lebih membutuhkannya ketika dikatakan: "Dimana orang-orang yang berpuasa?" Mereka dipersilakan masuk ke dalam Surga dari pintu Royyan yang tidak akan dimasuki oleh seorang pun selain mereka.

Hadits ini berisi petunjuk dan bimbingan bagi orang yang berpuasa jika ia dicela atau diperangi oleh seseorang agar jangan melakukan pembalasan dengan hal yang sama, sehingga orang yang mencaci tidak semakin menambah caciannya. Begitu pula ia tidak boleh melemah di hadapannya dengan mengambil sikap diam saja, akan tetapi ia harus memberitahukan kepadanya bahwa ia sedang berpuasa. Ini merupakan isyarat bahwa ia tidak akan melakukan pembalasan yang sama karena menghormati 'ibadah puasa. Bukan karena lemah dan tidak mampu membalas. Serta-merta, orang yang mencaci akan menghentikan perbuatannya. "Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yanga sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (Qur-an Suroh Fushshilat (41): ayat 34-35)

Di antara keutamaan puasa adalah bahwa ia akan memberikan syafa'at kepada orang yang meng'amalkannya pada hari Kiamat. Diriwayatkan dari 'Abdulloh bin Amru rodhiyaLLOOHU 'anhu bahwa Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda:

"Puasa dan al-Qur-an akan memberikan syafa'at kepada hamba pada hari Kiamat. Puasa akan berkata: 'Ya ROBB-ku, aku telah mencegahnya dari makanan dan nafsu. Karena itu syafa'atkanlah aku padanya!' Sedangkan al-Qur-an berkata: 'Aku telah mencegahnya dari tidur di malam hari. Karena itu syafa'atkanlah aku padanya!' Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda: 'Keduanya kemudian menjadi syafa'at'."
(Hadits Riwayat Imam Ahmad) (5)

Keutamaan puasa tidak bisa diraih sehingga orang yang berpuasa itu menjaga betul adab-adabnya. Karena itu, bersungguh-sungguhlah di dalam menjalankan puasa kalian dan peliharalah batasan-batasannya. Bertaubatlah kepada ALLOH dari segala kekurangan kalian di dalamnya.

Ya ALLOH, peliharalah puasa kami dan jadikanlah ia sebagai pensyafa'at bagi kami. Berilah kami ampunan, untuk kami sendiri dan juga kedua orang tua kami serta seluruh kaum muslimin. Semoga sholawat dan salam terlimpah kepada Nabi Muhammad shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam serta kepada keluarga dan para Shohabat Beliau.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(5) Diriwayatkan juga oleh Imam ath-Thobroni dan al-Hakim, ia menyatakan shohih berdasarkan syarat Imam Muslim. Imam al-Mundziri berkata: "Rijal hadits ini dapat dijadikan sebagai pegangan untuk menentukan sebagai hadits shohih."

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam, Solo - Indonesia, Cetakan V, 2012 M.

===

Disalin dari buku milik Abu Reza Taufik al-Batawy, semoga Allah menjaga dan memudahkan segala urusan kebaikannya.