Tuesday 4 April 2017

Perintah Allah yang Paling Agung adalah Tauhid | Larangan Allah yang Paling Besar adalah Syirik | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Perintah Allah yang paling agung adalah Tauhid 1), yaitu menunggalkan Allah dalam ibadah. Sedangkan larangan Allah yang paling besar adalah syirik 2), yaitu beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada-Nya. Dalilnya firman Allah 'Azza wa Jalla, "Beribadahlah kepada Allah dan jangan mempersekutukan sesuatu dengan-Nya." (QS. An-Nisaa' [4]: 36)

Syarah:

1) Secara bahasa, tauhid adalah mashdar dari fi'il: (وَحَّدَ) - (يُوَحِّدُ) artinya 'menjadikan sesuatu itu satu. Ini tidak berwujud kecuali dengan melakukan penafian dan penetapan. Yaitu menafikan hukum dari selain yang ditauhidkan dan menetapkan hukum tersebut untuknya. Misalnya kita mengatakan, "Tidak sempurna tauhid seseorang, sehingga ia bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah." Artinya ia menafikan uluhiyah dari selain Allah 'Azza wa Jalla, dan menetapkan uluhiyah tersebut untuk-Nya semata.

Adapun secara istilah, penulis telah mendefinisikan tauhid dengan perkataannya, "Tauhid adalah menunggalkan Allah dalam ibadah." Artinya hendaklah engkau beribadah hanya kepada Allah, tidak mempersekutukan-Nya dengan seorang Nabi yang diutus, seorang Malaikat yang terdekat, seorang pemimpin, raja, atau siapa saja di antara manusia. Engkau hanya beribadah kepada-Nya, diiringi rasa cinta, ta'zhiim, harapan, dan kecemasan. Yang dimaksudkan oleh Syaikh adalah tauhid yang para Rasul diutus untuk mewujudkannya, sebab tauhid tersebut adalah yang diabaikan oleh kaum mereka.

Ada definisi tauhid yang lebih bersifat umum, yaitu:

"Menunggalkan Allah dalam hal yang merupakan kekhususan bagi-Nya."

Ada tiga macam tauhid:

Pertama: Tauhid Rububiyah, yaitu, "ifraadullaah subhaanahu wa ta'ala bil khalqi wal mulki wat tadbiir" (menunggalkan Allah 'Azza wa Jalla dalam penciptaan, kekuasaan dan pemeliharaan). Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Allah menciptakan segala sesuatu." (QS. Az-Zumar [39]: 62)

Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman,

"...adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada ilah selain Dia..." (QS. Faathir [35]: 3)

Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman, "Maha Suci Allah yang ditangan-Nya-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Mulk [67]: 1)

Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman,

"... Ingatlah, menciptakan atau memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al-A'raaf [7]: 54)

Kedua: Tauhid Uluhiyah, yaitu:

"Menunggalkan Allah 'Azza wa Jalla dalam beribadah. Caranya, hendaklah seseorang tidak beribadah maupun bertaqarrub kepada siapa pun selain Allah, seperti ibadah dan taqarrubnya kepada Allah."

Ketiga: Tauhid Asmaa' wa Shifaat, yaitu:

"Menunggalkan Allah 'Azza wa Jalla dalam nama yang Dia namakan bagi diri-Nya dan sifat yang Dia sifatkan bagi diri-Nya, di dalam kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Penunggalan ini dengan cara menetapkan apa yang telah ditetapkan-Nya dan menafsirkan apa yang telah ditafsirkan-Nya, tanpa tahrif (pengubahan), ta'thil (peniadaan), takyif (penetapan bagaimananya), atau tamtsil (penyerupaan)."

Tauhid yang dimaksudkan oleh penulis di sini adalah tauhid uluhiyah. Berkenaan dengan tauhid inilah orang-orang musyrik tersesat, diperangi oleh Nabi, darah, harta, tanah, rumah, serta penawanan terhadap isteri dan anak mereka dihalalkan. Dakwah yang disampaikan oleh para Rasul kepada kaum mereka, kebanyakn berkenaan dengan tauhid uluhiyah ini. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap ummat (untuk menyerukan), 'Beribadahlah kepada Allah saja...'" (QS. An-Nahl [16]: 36)

Ibadah tidak boleh dilaksanakan kecuali kepada Allah 'Azza wa Jalla. Barangsiapa mengabaikan tauhid ini, maka statusnya musyrik dan kafir, meskipun ia mengakui tauhid rububiyah dan tauhid asmaa' wa shifaat. Andaikata ada seseorang yang mengakui tauhid rububiyah dan tauhid asmaa' wa shifaat secara sempurna, tetapi ia mendatangi kuburan, beribadah kepada penghuninya atau bernadzar untuk memberikan sesajen kepadanya guna mendekatkan diri kepadanya, maka ia seorang musyrik dan kafir yang kekal di Neraka. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah (musyrik), maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya adalah Neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (QS. Al-Maa`idah [5]: 72)

Tauhid merupakan perintah Allah yang paling agung, karena ia merupakan fondasi tempat dibangunnya seluruh ajaran agama Islam. Karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memulai dakwahnya dengan tauhid dan memerintah para delegasi yang diutusnya agar memulai dakwah dengan tauhid.

2) Larangan Allah yang paling besar adalah syirik. Sebab hak yang paling agung adalah hak Allah 'Azza wa Jalla. Jika seseorang mengabaikannya, berarti ia telah mengabaikan hak yang paling agung yaitu mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla. Allah berfirman,

"...sesungguhnya syirik itu merupakan kezhaliman yang besar." (QS. Luqmaan [31]: 13)

"...barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah (musyrik), maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun." (QS. Al-Maa`idah [5]: 72)

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An-Nisaa' [4]: 48)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Dosa yang paling besar adalah engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang telah menciptakanmu." (9)

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Jabir radhiyallahu 'anhu,

"Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah sedangkan ia tidak menyekutukan-Nya dengan apapun, maka ia masuk Surga dan barangsiapa yang berjumpa dengan Allah sedangkan ia menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka ia masuk Neraka." (10)

Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) juga bersabda,

"Barangsiapa mati sedangkan ia beribadah kepada sekutu selain Allah, maka ia masuk Neraka." (11)

Penulis rahimahullah menyimpulkan perintah Allah untuk beribadah dan larangan-Nya terhadap perbuatan syirik, berdasarkan firman Allah 'Azza wa Jalla, "Beribadahlah kepada Allah dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (QS. An-Nisaa' [4]: 36)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan beribadah kepada-Nya dan melarang perbuatan mempersekutukan sesuatu dengan-Nya (syirik). Ini mengandung perintah untuk beribadah hanya kepada-Nya. Barangsiapa tidak beribadah kepada-Nya, maka ia seorang yang kafir dan sombong. Sedangkan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya seraya beribadah kepada selain-Nya, maka ia seorang yang kafir dan musyrik. Adapun orang yang beribadah kepada Allah saja, maka ia seorang muslim yang mukhlis. Syirik ada dua macam, yaitu syirik akbar dan syirik ashghar. Syirik akbar adalah setiap yang disebut syirik oleh Syaari' (Pemberi Syariat), yang mengimplikasikan keluarnya seseorang dari agama. Sedangkan syirik ashghar adalah adalah setiap amal, baik yang berupa ucapan maupun tindakan, yang disebut syirik oleh Syaari', akan tetapi tidak mengeluarkan pelakunya dari millah.

Manusia wajib berhati-hati dari syirik akbar maupun syirik ashghar. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik." (QS. An-Nisaa' [4]: 48)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(9) HR. Al-Bukhari, Kitaabuth Tauhiid, bab "Qauluhu 'Azza wa Jalla, 'Yaa Ayyuhar Rasuulu Balligh maa Unzila Ilaika min Rabbika", dan Muslim, Kitaabul Imaan, bab "Man Maata laa Yusyriku billaahi Syai'an Dakhalal Jannah."

(10) HR. Muslim, Kitaabul Imaan, bab "Man Maata laa Yusyriku billaahi Syai'an Dakhalal Jannah."

(11) HR. Al-Bukhari dalam Kitaabut Tafsiir, Surat al-Baqarah, bab "Qauluhu Ta'aalaa, 'Wa Minan Naasi Man Yattakhidzuu min Duunillaahi Andaadan."

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.