Saturday 15 April 2017

Ringkasan Shahih Bukhari 67-69

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.

Kitaabul ilmi.

3. Kitab Ilmu.

35. Bab: Cara Dicabutnya 'Ilmu.

25.(71) 'Umar bin 'Abdul 'Aziz menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm, "Kumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang engkau temukan, kemudian tulislah. Aku khawatir akan hilangnya 'ilmu dan perginya para 'ulama (meninggal), padahal tidak ada yang dapat diterima kecuali hadits Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Hendaknya orang-orang saling menyebarkan 'ilmu agama serta menyelenggarakan pengajaran, sehingga orang yang tidak mengetahui bisa diajari. Karena sesungguhnya 'ilmu itu tidak akan sirna kecuali jika dibiarkan menjadi rahasia {yang tidak diketahui/ tidak disebarluaskan}."

67. Dari Urwah [ia berkata: Datang kepada kami 8/148] 'Abdullah bin Amru bin al-Ash [lalu aku dengar ia] berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak mencabut 'ilmu dari para hamba secara langsung, tetapi Allah mencabut 'ilmu itu dengan mematikan para 'ulama. Apabila sudah tidak tersisa seorang 'alim pun, maka orang-orang akan mengangkat orang-orang bodoh menjadi pemimpin yang akan dijadikan tempat bertanya, lalu mereka {orang-orang bodoh itu} akan berfatwa tanpa dasar 'ilmu, (dalam riwayat lain: mereka akan memberikan fatwa dengan pendapat sendiri) mereka itu sesat dan menyesatkan." (Kemudian aku sampaikan kepada 'Aisyah (ra-dhiyallaahu 'anhuma), isteri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Selanjutnya 'Abdullah bin Amru bin al-Ash berkunjung lagi, maka 'Aisyah berkata, "Wahai anak saudariku, pergilah kepada 'Abdullah, dan pastikan tentang hadits yang engkau sampaikan kepadaku darinya." Lalu aku menemuinya dan menanyakan hal itu, maka ia pun menceritakan seperti yang pernah disampaikan kepadaku. Kemudian aku menemui 'Aisyah dan aku sampaikan kepadanya, 'Aisyah pun kaget dan berkata, "Demi Allah, 'Abdullah bin Amru masih mengingatnya." 8/148)

36. Bab: Perlukah Menetapkan Hari Tertentu untuk Mengajarkan 'Ilmu kepada Kaum Wanita?

(Haditsnya adalah hadits Abu Sa'id al-Khudri (ra-dhiyallaahu 'anhu), yang akan disebutkan pada kitab ke 96 bab 9).

37. Bab: Menanyakan Sesuatu yang Didengar Sampai Mengerti

68. Dari Ibnu 'Abi Mulaikah, bahwa 'Aisyah (ra-dhiyallaahu 'anhuma) isteri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, apabila mendengar sabda Nabi (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) yang tidak ia pahami, maka ia akan menanyakan kembali kepada Nabi (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) sampai mengerti. Pada suatu ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa dihisab maka akan disiksa." (Dalam riwayat lain: "maka akan binasa."). 'Aisyah berkata, "Lalu aku bertanya, [Allah telah menjadikanku tawananmu], bukankah Allah Ta'ala telah berfirman, '[Adapun orang yang diberi kitabnya dari sebelah kanan], maka ia akan dihisab dengan perhitungan yang mudah? {QS. Al-Insyiqaaq (84): 7-8}'" 'Aisyah melanjutkan, "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda, 'Itu hanya dihadapkan saja (di hadapan pengadilan Allah), tetapi orang yang dihisab dengan teliti akan binasa.' (Dalam riwayat lain: 'Tidak ada seorang pun yang memperdebatkan hisab pada hari Kiamat kecuali ia akan disiksa.' 7/198)."

38. Bab: Hendaknya yang Hadir Menyampaikan 'Ilmu kepada yang Tidak Hadir (32).(72) Ini diucapkan Ibnu 'Abbas (ra-dhiyallaahu 'anhuma) dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

69. Dari Abu Syuraih [al-Adawi 5/94] (ra-dhiyallaahu 'anhu), bahwa ia berkata kepada Amr bin Sa'id ketika Amr sedang mengirim tentara ke Makkah, "Wahai pemimpin, izinkanlah aku menyampaikan sabda Nabi (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) yang diucapkan beliau di pagi hari penaklukan kota Makkah. Sabda ini kudengar langsung dengan kedua mataku ketika beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) mengucapkannya. Saat itu beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) terlebih dahulu memuji dan mengagungkan-Nya, lalu bersabda, 'Sesungguhnya kota Makkah telah diharamkan (disucikan) Allah dan bukan diharamkan oleh manusia. Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir untuk menumpahkan darah di dalamnya dan menebang pohonnya. Jika ada orang yang mengatakan bahwa hal tersebut halal karena Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sendiri berperang di Makkah, maka katakanlah [kepadanya 2/213], 'Sesungguhnya Allah hanya memberi izin kepada Rasul-Nya dan tidak memberi izin kepada kalian semua. Itupun hanya sesaat di siang hari penaklukan, kemudian kesucian kota ini kembali seperti semula.' Hendaklah yang hadir menyampaikan hal ini kepada yang tidak hadir.'" Seseorang bertanya kepada Abu Syuraih, "Apakah jawaban yang dikemukakan Amr [kepadamu]?" Abu Syuraih menjawab, "Dia berkata, 'Wahai Abu Syuraih, aku lebih tahu [tentang itu] daripada engkau. Kota Makkah (dalam riwayat lain: Tanah suci) tidak akan melindungi pendurhaka, tidak pula orang yang lari dengan darah (pembunuh), dan tidak pula melindungi pencuri unta.'"

['Abdullah berkata: al-Khabah artinya adalah baliyah 4/95]

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(71) Ini riwayat mu'allaq dalam naskah Istambul, demikian tentang satu riwayat, tapi juga maushul pada beberapa riwayat lainnya hingga kalimat "wa dzahaabal 'ulama (dan perginya para 'ulama)". Telah disambungkan oleh Abu Na'im dalam Akhbar Ashbahan seperti itu.

(72) Ini adalah bagian dari haditsnya yang insya Allah akan disebutkan secara maushul pada kitab ke 25 bab 132.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.