Sunday 12 March 2017

Al-Faatihah, Ayat 1 (2) | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Faatihah.

Al-Faatihah, Ayat 1 (2).

Makna Lafzhul Jalaalah (اللّه).

(Allah) merupakan nama untuk Rabb Tabaaraka wa Ta'aala. Dikatakan bahwa Allah adalah al-ismul a'zham (nama yang paling agung), karena nama itu menyandang semua sifat. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dialah Allah Yang tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk rupa, Yang mempunyai Nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (QS. Al-Hasyr: 22-24)

Dengan demikian semua Nama-nama yang baik itu merupakan sifat-Nya, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

"Hanya milik Allahlah Asma-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu." (QS. Al-A'raaf: 180)

Dan Dia juga berfirman:

"Katakanlah: 'Serulah Allah atau serulah ar-Rahmaan. Dengan Nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asma-ul Husna (Nama-nama yang terbaik)." (QS. Al-Israa': 110)

Dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah memiliki 99 (sembilan puluh sembilan) Nama, seratus kurang satu. Barangsiapa menjaganya, niscaya ia masuk Surga." (40)

Tafsir ar-Rahmaan ar-Rahiim

"...Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. 1: 1)

Ar-Rahmaan ar-Rahiim merupakan dua Nama dalam bentuk mubalaghah (bermakna lebih) yang berasal dari satu kata ar-Rahmaan. Namun, Nama ar-Rahmaan memiliki makna yang lebih dari ar-Rahiim.

Dalam pernyataan Ibnu Jarir, dapat dipahami adanya kesepakatan mengenai hal ini.

Al-Qurthubi mengatakan bahwa dalil yang menunjukkan bahwa nama ini musytaq (terbentuk) dari kata lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari 'Abdurrahman bin 'Auf radhiyallaahu 'anhu bahwasanya ia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Allah Ta'ala berfirman: 'Aku adalah ar-Rahmaan, Aku telah menciptakan rahim (kekerabatan). Aku telah menjadikan untuknya nama dari Nama-Ku. Barangsiapa menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barangsiapa memutuskannya, maka Aku akan memutuskannya." (41)

Al-Qurthubi berkata: "Ini merupakan nash bahwa nama tersebut musytaq. Dan pengingkaran orang-orang Arab terhadap Nama ar-Rahmaan disebabkan kejahilan mereka tentang Allah dan apa yang wajib bagi-Nya."

Al-Qurthubi berkata: "Kemudian dikatakan, keduanya memiliki satu makna, misalnya kata nadmaan dan nadiim, demikian dikatakan oleh Abu 'Ubaid. Ada juga yang mengatakan bahwasanya timbangan kata fa'laan tidak seperti fa'iil. Karena fa'laan tidak digunakan kecuali pada fi'il yang memiliki makna lebih, seperti perkataanmu rajulun ghadh-baanun untuk menyebut seorang laki-laki yang kemarahannya memuncak. Adapun fa'iil terkadang bermakna faa'ilun (subyek) atau maf'uulun (obyek).

Abu 'Ali al-Farisi berkata: "Ar-Rahmaan merupakan Nama yang bersifat umum meliputi segala bentuk rahmat, dan dikhususkan bagi Allah semata. Sedangkan ar-Rahiim ditujukan bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman: "Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS. Al-Ahzaab: 43)

Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata: "Keduanya adalah dua nama yang mengandung kelembutan. Dan salah satunya lebih lembut dari yang lainnya, yakni lebih banyak mengandung rahmat." (42)

Ibnu Jarir meriwayatkan: Telah berkata kepada kami as-Sarri bin Yahy at-Tamimi, telah berkata kepada kami 'Utsman bin Zufar, aku mendengar al-'Azrami berkata tentang ar-Rahmaan ar-Rahiim, ia berkata: "Ar-Rahmaan untuk seluruh makhluk dan ar-Rahiim untuk orang-orang yang beriman." (43)

Mereka mengatakan: Karena itulah Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman: "Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, (Dialah) Yang Maha Pemurah." (QS. Al-Furqaan: 59)

Dan Dia berfirman: "(Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas 'Arsy." (QS. Thaahaa: 5)

Dia menyebutkan istiwa' (bersemayam) dengan Nama ar-Rahmaan untuk meliputi seluruh makhluk dengan rahmat-Nya.

Tetapi Dia berfirman: "Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS. Al-Ahzaab: 43)

Dalam ayat ini Dia mengkhususkan dengan Nama ar-Rahiim.

Mereka mengatakan: "Ini menunjukkan bahwa Nama ar-Rahmaan, lebih mengandung rahmat karena keumumannya di dua negeri (dunia dan akhirat) dan untuk seluruh makhluk-Nya. Adapun ar-Rahiim dikhususkan bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi disebutkan dalam sebuah do'a Rasulullah: "Rahmaan (Pengasih) di dunia dan akhirat dan Rahiim (Penyayang) pada keduanya." (Dalam do'a ini Rahmaan dan Rahiim meliputi dunia dan akhirat, -pent).

Nama ar-Rahmaan khusus bagi Allah dan tidak boleh diberikan kepada selain-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

"Katakanlah: 'Serulah Allah atau serulah ar-Rahmaan. Dengan Nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaa-ul Husna (Nama-nama yang terbaik)." (QS. Al-Israa': 110)

Dan juga firman-Nya:

"Dan tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelummu: 'Adakah Kami menentukan ilah-ilah untuk diibadahi selain Allah Yang Maha Pemurah?" (QS. Az-Zukhruf: 45)

Oleh karena itu ketika Musailamah al-Kadzdzab dengan kesombongannya menamakan dirinya dengan Rahmaanul Yamamah, maka Allah memakaikan kepadanya pakaian kebohongan (al-Kadzdzab), sehingga dia terkenal dengannya. Dia tidak dipanggil melainkan dengan sebutan Musailamah al-Kadzdzab (Musailamah si pendusta). Maka jadilah ia perlambang kebohongan bagi penduduk kota maupun penduduk desa dari kalangan Arab badui.

Oleh karena itulah didahulukan Nama Allah yang tidak bisa dipakai oleh selain-Nya. Dan menyifatkan Allah terlebih dahulu dengan sifat ar-Rahmaan yang tidak boleh disandang oleh selain-Nya, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Katakanlah: 'Serulah Allah atau serulah ar-Rahmaan. Dengan Nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-Asmaa-ul Husna (Nama-nama yang terbaik)." (QS. Al-Israa': 110)

Musailamah telah menyombongkan diri dan menamakan dirinya dengan nama ini (Rahmaan). Dan tidak ada yang mengikutinya dalam hal ini kecuali orang yang bersamanya dalam kesesatan.

Adapun ar-Rahiim, Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menyifatkan selain diri-Nya dengan nama ini. Dia berfirman:

"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS. At-Taubah: 128)

Sebagaimana Allah telah menyifatkan selain diri-Nya dengan Nama-Nya yang lain. Sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat." (QS. Al-Insaan: 2)

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa di antara Nama-nama Allah ada yang boleh diberikan kepada selain diri-Nya, dan ada juga yang tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, seperti nama ar-Rahmaan, al-Khaaliq, ar-Razzaaq dan lain sebagainya.

Oleh karena itulah, Dia memulai dengan Nama-Nya (yang paling terkenal), yaitu Allah dan kemudian menyifati-Nya dengan ar-Rahmaan, karena ar-Rahmaan lebih khusus dan lebih dikenal daripada ar-Rahiim. Nama yang disebut lebih dulu adalah nama yang paling mulia, oleh karena itu Dia memulai dengan menyebut Nama-Nya yang lebih khusus, dan seterusnya.

Telah disebutkan dalam hadits Ummu Salamah radhiyallaahu 'anha bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam biasa memutus bacaan beliau huruf demi huruf (ayat demi ayat): Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Al-Hamdulillaahi Rabbil 'aalamiin. Ar-Rahmaanir Rahiim. Maaliki yaumid diin.

Maka sebagian ulama pun membacanya demikian. Tetapi di antara mereka ada pula yang menyambung bismillaahir Rahmaanir Rahiim dengan ayat al-Hamdulillaahi Rabbil 'aalamiin.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(40) Fat-hul Baari 11/218, dan Muslim 4/2062. Al-Bukhari no. 2736, 7392, Muslim no. 2677(6).

(41) Tuhfatul Ahwadzi 6/33. Shahiih lighairihi: Abu Dawud no. 1694, at-Tirmidzi no. 1907. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih at-Targhiib no. 2528.

(42) Al-Qurthubi 1/105.

(43) Tafsiir ath-Thabari 1/127.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.