Sunday 12 March 2017

Surat al-Faatihah | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Faatihah.

(Pembukaan).

Surat Makkiyah.

Surat Ke-1: 7 Ayat.

Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. 1:1) Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (QS. 1:2) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. 1:3) Yang menguasai hari Pembalasan. (QS. 1:4) Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. (QS. 1:5) Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus. (QS. 1:6) (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. 1:7)

Nama al-Faatihah dan maknanya

Surat ini disebut al-Faatihah (pembuka) yang maknanya adalah pembuka kitab secara tertulis. Dengan surat inilah dibukanya bacaan dalam shalat. Surat ini disebut juga Ummul Kitab (induk al-Qur-an) berdasarkan pendapat jumhur.

At-Tirmidzi telah meriwayatkan sebuah hadits dan ia menshahihkannya dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Al-Hamdulillaahi Rabbil 'Aalamiin adalah Ummul Qur-aan, Ummul Kitaab dan as-Sab'ul Matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan al-Qur-aanul 'Azhiim.'" (*)

Surat al-Faatihah disebut juga al-Hamdu dan ash-Shalaah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika meriwayatkan dari Rabbnya, Dia berfirman:

"Aku membagi ash-Shalaah antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua bagian. Jika seorang hamba mengucapkan 'Al-Hamdulillaahi Rabbil 'Aalamiin', maka Allah Ta'ala berfirman: 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.'" (1)

Surat al-Faatihah disebut ash-Shalaah karena termasuk syarat sahnya shalat.

Surat al-Faatihah disebut juga ar-Ruqyah berdasarkan hadits Abu Sa'id ketika ia meruqyah seorang laki-laki yang terkena sengatan dengan surat ini, maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidakkah engkau tahu bahwa al-Faatihah itu adalah ruqyah?" (2)

Surat ini termasuk surat Makkiyah (diturunkan sebelum hijrah ke Madinah). Demikian yang dikatakan Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma, Qatadah, dan Abul 'Aliyah, berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala, "Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang." (QS. Al-Hijr: 87)

Wallaahu a'lam.

Jumlah ayatnya

Surat ini terdiri dari tujuh ayat tanpa ada perselisihan. Dan basmalah () adalah satu ayat berdiri sendiri pada awal surat al-Faatihah, sebagaimana pendapat jumhur Qurra' dan kufah. Dan juga merupakan pendapat sejumlah Shahabat, Tabi'in, dan ulama Khalaf.

Jumlah kata dan hurufnya

Mereka mengatakan, "Surat al-Faatihah terdiri dari 25 kata dan 113 huruf."

Mengapa dinamakan Ummul Kitaab?

Al-Bukhari berkata di awal kitab tafsir: "Disebut Ummul Kitaab karena al-Faatihah ditulis pada permulaan al-Qur-an dan dibaca pada permulaan shalat." (3)

Ada yang mengatakan: "Disebut Ummul Kitaab karena seluruh makna al-Qur-an kembali kepada apa yang dikandungnya."

Ibnu Jarir mengatakan: "Orang Arab menyebut kata 'umm' untuk semua yang mencakup atau mendahului sesuatu jika ia memiliki perkara-perkara yang mengikutinya dan ia sebagai pemuka baginya. Seperti ummur ra'-si adalah sebutan untuk kulit yang meliputi otak. Dan mereka menyebut bendera dan panji tempat berkumpulnya pasukan di bawahnya dengan sebutan umm." Ia mengatakan: "Kota Makkah disebut Ummul Quraa karena keberadaannya terlebih dahulu dan ia sebagai penghulu bagi kota-kota lainnya. Ada yang mengatakan: 'Disebut Ummul Quraa karena bumi terbentang darinya'." (4)

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda tentang Ummul Qur-aan:

"Dia adalah Ummul Qur-aan, dia adalah as-Sab'ul Matsaani dan dia adalah al-Qur-aanul 'Azhiim." (5)

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

"Ia adalah Ummul Qur-aan, ia adalah Faatihatul Kitaab dan ia adalah as-Sab'ul Matsaani." (6)

Keutamaan al-Faatihah

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah meriwayatkan dalam Musnadnya dari Abu Sa'id bin Mu'alla rahimahullaah, ia berkata: "Aku pernah mengerjakan shalat, kemudian Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memanggilku, tetapi aku tidak menjawabnya hingga aku menyelesaikan shalat. Setelah itu aku mendatangi beliau, maka beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bertanya: 'Apa yang menghalangimu untuk datang kepadaku?' Maka aku menjawab: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi aku sedang mengerjakan shalat.' Lalu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Bukankah Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

'Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada apa yang memberi kehidupan kepadamu'. (QS. Al-Anfaal: 24)?

Setelah itu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Aku akan mengajarkan kepadamu satu surat yang paling agung dalam al-Qur-an sebelum engkau keluar dari masjid ini.' Maka beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menggandeng tanganku. Dan ketika beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hendak keluar dari masjid, aku mengatakan: 'Wahai Rasulullah, engkau tadi mengatakan akan mengajarkan kepadaku surat yang paling agung dalam al-Qur-an.' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Benar, al-Hamdulillaahi Rabbil 'Aalamiin adalah as-Sab'ul Matsaani dan al-Qur-aanul 'Azhiim yang telah diturunkan kepadaku'." (7)

Demikian pula diriwayatkan oleh al-Bukhari, (8) Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah. (9)

Hadits lain, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Fadhaa-ilul Qur-aan dari Abu Sa'id al-Khudri radhiyallaahu 'anhu: "Kami pernah melakukan suatu perjalanan, lalu kami singgah. Kemudian datanglah seorang budak wanita seraya berkata: 'Sesungguhnya kepala suku kami tersengat, dan orang-orang kami sedang tidak ada di tempat. Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah?' Maka berangkatlah bersamanya seorang laki-laki yang kami tidak pernah menyangka bahwa ia bisa meruqyah. Kemudian ia membacakan ruqyah dan kepala suku itu pun sembuh. Lalu kepala suku itu memerintahkan agar ia diberi tiga puluh ekor kambing dan kami diberi minum susu. Setelah kembali kami bertanya kepadanya: 'Apakah engkau memang pandai dan biasa meruqyah?' Maka ia menjawab: 'Aku tidak meruqyah kecuali dengan Ummul Kitaab (al-Faatihah).' Kami katakan: 'Jangan melakukan apa pun hingga kita menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan menanyakan hal itu kepada beliau.' Sesampainya di Madinah kami menceritakan hal itu kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda:

'Bagaimana ia tahu bahwa surat al-Faatihah itu adalah ruqyah? Bagi-bagilah kambing itu dan berikan satu bagian kepadaku'." (10)

Hadits lain, diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahiihnya dan an-Nasa-i dalam Sunannya dari Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma, ia berkata: "Ketika Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tengah bersama Malaikat Jibril, tiba-tiba terdengar suara keras dari atas. Maka Jibril mengarahkan pandangannya ke langit seraya berkata: 'Itu adalah dibukanya sebuah pintu di langit yang belum pernah dibuka sebelumnya.'" Ibnu 'Abbas melanjutkan: "Dari pintu itu turunlah satu Malaikat dan menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam seraya berkata: 'Sampaikanlah kabar gembira kepada ummatmu tentang dua cahaya. Kedua cahaya itu telah diberikan kepadamu dan belum pernah diturunkan kepada seorang Nabi pun sebelummu, yaitu Faatihatul Kitaab dan beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf darinya melainkan akan diberikan pahala kepadamu.'" Ini adalah lafazh dalam riwayat an-Nasa-i dan riwayat Muslim senada dengannya. (11)

Al-Faatihah dalam shalat

Hadits lain diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

"Barangsiapa yang mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur-an di dalamnya, maka shalatnya kurang... kurang... kurang, yakni tidak sempurna." Dikatakan kepada Abu Hurairah: "(Bagaimana jika) kami berada di belakang imam?" Maka Abu Hurairah berkata: "Bacalah al-Faatihah itu secara sirr (hanya terdengar oleh diri sendiri), karena aku pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Allah 'Azza wa Jalla berfirman: 'Aku telah membagi ash-Shalaah (bacaan al-Faatihah) menjadi dua bagian antara diri-Ku dengan hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta. Jika ia mengucapkan: 'Al-Hamdulillaahi Rabbil 'Aalamiin,' maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Jika ia mengucapkan, 'Ar-Rahmaanir Rahiim,' maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.' Jika ia mengucapkan: 'Maaliki yaumid Diin,' maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.'" Dan Abu Hurairah pernah mengatakan: "(Allah berfirman:) 'Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku.' Jika ia mengucapkan: 'Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin,' maka Allah berfirman: 'Ini adalah antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.' Dan jika ia mengucapkan: 'Ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalliin,' maka Allah berfirman: 'Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta'."

Demikianlah yang diriwayatkan oleh an-Nasa-i dan dalam lafazh riwayat Muslim dan an-Nasa-i disebutkan: "Setengahnya untuk-Ku dan setengah lagi untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta." (12)

Pembahasan tentang hadits ini dan khususnya berkaitan dengan al-Faatihah

Dalam hadits di atas disebutkan kata "shalat (qasamtush shalaat)", dan yang dimaksud adalah bacaan, sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala: "Janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya." (QS. Al-Israa': 110)

Maksud "suaramu" yakni "bacaanmu", sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang shahih dari Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma. (13)

Demikian juga Allah berfirman dalam hadits qudsi ini: "Aku telah membagi shalat (bacaan al-Faatihah) menjadi dua bagian antara diri-Ku dan hamba-Ku. Separuh untuk diri-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta."

Kemudian Allah menjelaskan pembagian itu secara rinci dalam bacaan al-Faatihah. Ini menunjukkan agungnya bacaan al-Faatihah dalam shalat dan itu merupakan rukun yang utama. Di sini disebutkan ibadah (shalat) sedang yang dimaksud adalah satu bagian darinya yaitu bacaan shalat. Sebagaimana disebutnya kata qur-aan (bacaan), sedangkan yang dimaksud adalah shalat, seperti dalam firman Allah: "Dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh Malaikat)." (QS. Al-Israa': 78)

Sebagaimana disebutkan secara jelas dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim: "Shalat Shubuh itu disaksikan oleh Malaikat malam dan Malaikat siang." (14)

Wajibnya membaca al-Faatihah dalam setiap shalat baik sebagai imam, makmum ataupun shalat sendirian

Seluruh penjelasan di atas menunjukkan bahwa bacaan al-Faatihah dalam shalat merupakan suatu hal yang wajib menurut kesepakatan para ulama. Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang telah disebutkan sebelumnya, yakni sabda Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

"Barangsiapa mengerjakan shalat tanpa membaca Ummul Qur-aan di dalamnya, maka shalatnya kurang." (15)

Yang dimaksud dengan khidaaj adalah kurang, yakni tidak sempurna sebagaimana dijelaskan dalam lanjutan hadits tersebut.

Disebutkan juga dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, sebuah hadits dari 'Ubaidah bin ash-Shamit radhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab (surat al-Faatihah).'" (16)

Demikian pula hadits yang tercantum dalam Shahiih Ibni Khuzaimah dan Shahiih Ibnu Hibban dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tidak sah shalat yang di dalamnya tidak dibacakan Ummul Qur-aan." (17)

Hadits-hadits dalam bab ini sangatlah banyak. Maka setiap orang yang shalat wajib membaca Faatihatul Kitaab baik ia sebagai imam, makmum ataupun shalat munfarid (sendirian) dalam setiap shalat dan dalam setiap raka'at.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(*) Shahih. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1457, at-Tirmidzi, tanpa kalimat wal Qur-aanul 'Azhiim, Ahmad no. 9781, 9789.

(1) Tuhfatul Ahwadzi 8/283. Lihat hadits lengkapnya diriwayatkan oleh Muslim no. 395, Abu Dawud no. 821, at-Tirmidzi no. 2953, an-Nasa-i no. 909, Ibnu Majah no. 3784, Ahmad no. 7289, 7823, dan lihat pula Shahiih at-Targhiib no. 1455.

(2) Fat-hul Baari 4/529. Hadits lengkapnya diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 2276, at-Tirmidzi no. 2064. Lihat pula yang semisalnya yang diriwayatkan oleh Muslim no. 2201, Abu Dawud no. 3418, dan lihat kitab Irwaa-ul Ghaliil 6/12.

(3) Fat-hul Baari 8/6.

(4) Tafsiir ath-Thabari 1/107.

(5) HR. Ahmad 2/448. Komentar Syaikh Syu'aib al-Arnauth hafizhahullaah: "Sanadnya shahih, berdasarkan syarat periwayatan al-Bukhari dan Muslim." (Al-Musnad 15/489 no. 9788, cet. Ar-Risalah)

(6) Tafsiir ath-Thabari 1/107.

(7) Ahmad 4/211.

(8) Fat-hul Baari 8/6, 671. Al-Bukhari no. 4474, 4647, 4703, 5006.

(9) Abu Dawud 2/150, an-Nasa-i 2/139, dan Ibnu Majah 2/1244. Shahih: Abu Dawud no. 1458, an-Nasa-i no. 913, Ibnu Majah no. 3785. Dan lihat pula Shahiih at-Targhiib no. 1452.

(10) Fat-hul Baari 8/671. Al-Bukhari no. 5007, Muslim no. 2201.

(11) Muslim 1/296, dan an-Nasa-i dalam al-Kubra 5/12. Muslim no. 806(254), an-Nasa-i no. 912.

(12) Muslim 1/296 dan an-Nasa-i dalam al-Kubra 5/11, 12. Muslim no. 395, an-Nasa-i no. 909. Dan riwayat senada oleh Abu Dawud no. 821, at-Tirmidzi no. 2953, Ibnu Majah no. 3784, Ahmad no. 7289, 7823, dan lihat Shahiih at-Targhiib no. 1455.

(13) Fat-hul Baari 8/257. Al-Bukhari no. 4722.

(14) Fat-hul Baari 8/251 dan Muslim 1/439. Al-Bukhari no. 648, Muslim no. 649.

(15) Ahmad 2/250. Syaikh al-Arnauth hafizhahullaah berkata: "Sanadnya shahih berdasarkan syarat periwayatan Muslim." Dalam al-Musnad 13/232 no. 7836, cet. Ar-Risalah.

(16) Fat-hul Baari 2/276 dan Muslim 1/295. Al-Bukhari no. 756, Muslim no. 394.

(17) Ibnu Khuzaimah 1/248 dan Ibnu Hibban 3/139.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.