Saturday 18 March 2017

Ringkasan Shahih Bukhari 1-4

Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari.

Ringkasan Shahih Bukhari.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani.

1. Kitab Permulaan Turunnya Wahyu.

1. Bab: Cara permulaan turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan firman Allah, "Sesungguhnya Kami menurunkan wahyu kepadamu (Muhammad) seperti Kami menurunkan wahyu kepada Nuh dan Nabi-nabi setelahnya." {Qur-an Surat an-Nisaa' (3): ayat 163}

1. Dari Alqamah bin Waqqash al-Laitsi, berkata, "Aku mendengar 'Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu [berkhutbah 8/59] di atas mimbar, berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, '[Wahai Manusia], bahwasanya 'amal-'amal perbuatan itu harus disertai dengan (dalam riwayat lain: 'amal perbuatan itu harus disertai dengan niat 6/118), dan bahwasanya balasan bagi setiap orang adalah sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya [kepada Allah dan Rasul-Nya, maka {balasan} hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya 1/20] untuk mendapatkan dunia atau seorang wanita untuk dinikahi (dalam riwayat lain: untuk dikawini 3/119), maka hijrahnya itu kepada apa yang diniatkannya'."

2. Dari 'Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu 'anhuma, bahwa al-Harits bin Hisyam radhiyallahu 'anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, bagaimana caranya wahyu datang kepadamu?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku seperti bunyi (1) lonceng, itulah yang paling berat bagiku. Setelah bunyi itu berhenti, aku pun memahami apa yang dikatakan. Adakalanya Malaikat menampakkan diri kepadaku dalam bentuk seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku, maka aku memahami apa yang diucapkan." 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma berkata, "Aku pernah melihat beliau ketika wahyu turun kepadanya di suatu hari yang sangat dingin, yang mana setelah wahyu itu selesai turun, kelihatan dahi beliau bersimbah peluh."

3. 'Aisyah Ummul Mukminin Radhiyallahu 'anhuma berkata, "Awal mula wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam [adalah 6/87] berupa mimpi yang benar sewaktu beliau tidur. Mimpi itu terlihat jelas oleh beliau seperti jelasnya cuaca pagi. Semenjak itu beliau tertarik untuk menyendiri, maka beliau pun menyendiri di Gua Hirb'. Di situlah beliau beribadah beberapa malam. Beliau tidak pulang ke rumah istrinya, sehingga untuk itu beliau membawa perbekalan. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada Khadijah untuk mengambil lagi perbekalan sebanyak itu {untuk beberapa malam}. Hingga suatu ketika datang kepada beliau [dikejutkan oleh] kebenaran atau wahyu sewaktu beliau berada di Gua Hira'. Malaikat datang kepada beliau, [di Gua Hira' 8/67] lalu berkata, 'Bacalah!' Beliau menjawab, 'Aku tidak bisa membaca.' Selanjutnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam menceritakan, 'Aku ditarik dan didekapnya hingga aku kelelahan, lalu aku dilepaskan dan disuruh membaca lagi, 'Bacalah!' Jawabku, "Aku tidak bisa membaca." Aku ditarik dan didekapnya lagi untuk yang kedua kali sampai aku kelelahan, lalu aku dilepaskan dan disuruh membaca lagi, "Bacalah!" katanya. Kujawab, "Aku tidak bisa membaca." Aku ditarik dan didekapnya lagi untuk yang ketiga kali, kemudian dilepaskan seraya berkata, "Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Rabbmulah Yang Paling Mulia. [Yang telah mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.]" Setelah itu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam pulang sementara hatinya merasa takut (dalam riwayat lain: dengan kuduk merinding). Beliau masuk ke rumah Khadijah binti Khuwailid seraya berkata, 'Selimuti aku, selimuti aku!' Beliau pun diselimuti hingga rasa takutnya hilang. Beliau berkata kepada Khadijah ['Apa yang terjadi padaku?'] Beliau mengabarkan kepadanya semua kejadian yang dialaminya itu, {Beliau berkata] 'Sesungguhnya aku mencermaskan diriku (akan binasa)." Khadijah berkata. 'Jangan takut, [bergembiralah]. Demi Allah, Allah tidak akan pernah membinasakanmu. [Demi Allah], engkau selalu menyambung tali persaudaraan. [engkau selalu jujur dalam berbicara], membantu orang yang sengsara, mengusahakan barang keperluan yang belum ada, memuliakan tamu, dan menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran.' Setelah itu Khadijah pergi bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin 'Abdul 'Uzza [bin Qushay, yaitu], anak paman Khadijah [saudara ayahnya] yang telah memeluk agama Nasrani pada masa Jahiliyah itu. Ia bisa menulis buku dalam bahasa Ibrani. Ia pun menyalin dari Injil dengan bahasa Ibrani (dalam
riwayat lain: Ia bisa menulis kitab dalam bahasa 'Arab, dan ia pun menulis dari Injil dengan bahasa 'Arab) sebanyak yang dikehendaki Allah. Saat itu usianya telah lanjut dan matanya telah buta. Khadijah berkata kepada Waraqah, 'Wahai putera pamanku! dengarkan kabar dari anak saudaramu (Muhammad) ini.' Waraqah bertanya kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa sallam, 'Wahai anak saudaraku! apa yang engkau lihat?' Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam menceritakan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Waraqah berkata, 'Inilah Namus (Malaikat Jibril) yang pernah diutus Allah kepada Musa. Duhai, seandainya saat itu aku masih muda, dan seandainya aku masih hidup ketika engkau diusir kaummu." Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam bertanya, 'Apakah mereka akan mengusirku?' Waraqah menjawab, 'Ya, benar! Belum pernah ada seorang pun yang diberi {wahyu} sepertimu yang tidak dimusuhi orang. Seandainya aku masih mendapati hari tersebut, aku pasti akan menolongmu sekuat diriku.' Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk sementara, [sehingga Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa sallam sangat berduka -sebagaimana yang sampai kepada kami (2)- lalu pergi dengan berjalan kaki menuju puncak pegunungan. Ketika beliau sampai di puncak gunung untuk melemparkan dirinya dari situ, Jibril menampakkan diri seraya berkata; 'Wahai Muhammad! Sesungguhnya engkau benar-benar utusan Allah', dengan begitu hati beliau menjadi tenang, jiwanya pun tenteram, maka beliau pun kembali. Ketika terjadi lagi masa terputusnya wahyu, beliau pun pergi seperti itu, dan ketika beliau sampai di puncak gunung, Jibril menampakkan diri dan berkata kepada beliau seperti yang pernah dikatakannya." 8/68].

[an—Namus adalah pemegang rahasia yang menyampaikannya dengan cara yang tidak dapat diketahui oleh yang lain. 4/124]

4. Dari Ibnu 'Abbas (Radhiyallahu 'Anhuma) berkata, "Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa sallam adalah orang yang paling murah hati [dengan kebaikan 2/228], lebih-lebih pada bulan Ramadhan ketika beliau ditemui Jibril. Beliau ditemui Jibril pada setiap malam [bulan 6/102] Ramadhan [sampai akhir] untuk mengajarkan al-Qur-an kepadanya. Sifat murah hati Rasulullah (Shallallahu 'Alaihi Wa sallam) [ketika ditemui Jibril 4/81] dalam kebaikan melebihi angin yang berhembus."

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

1. Shalshalah, ialah suara yang dihasilkan dari benturan antara besi, kemudian kata ini dipakai untuk semua suara yang menimbulkan denging. Sedangkan jaras adalah lonceng yang biasa digantungkan pada leher binatang.

2. Yang mengatakan (sebagaimana yang sampai kepada kami) adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, perawi hadits dari Urwah bin az-Zubair dari 'Aisyah.

Ungkapan ini menunjukkan perasaannya bahwa tambahan ini tidak termasuk dalam syarat "shahih", karena merupakan bagian yang sampai kepada az-Zuhri, tidak bersambung, sebagaimana yang disebutkan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab "al-Fath".

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, tanpa keterangan penerbit, tanpa keterangan cetakan, tanpa keterangan tahun, Judul Terjemahan: Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 1, Penerjemah: Asep Saefullah FM, M.A., Drs. Kamaluddin Sa'adiyatulharamain, Editor: Abu Rania, Abu Fahmi Huaidi, Fajar Inayati, Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta - Indonesia, Cetakan keenam, Nopember 2013 M.