Saturday 18 March 2017

Al-Baqarah, Ayat 10 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Baqarah.

Al-Baqarah, Ayat 10.

Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (QS. 2: 10)

Yang Dimaksud dengan Penyakit.

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik dan Abu Shalih, keduanya meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma dan Murrah al-Hamdani, keduanya meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu dan beberapa orang Shahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, tentang ayat: "Di dalam hati mereka ada penyakit", ia berkata: "Penyakit itu berupa keraguan". "Lalu Allah menambah penyakitnya", yakni Allah menambah lagi keraguannya." (59)

Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Mujahid, 'Ikrimah, al-Hasan al-Bashri, Abul 'Aliyah, ar-Rabi' bin Anas dan Qatadah. (60)

'Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: "Di dalam hati mereka ada penyakit", yang dimaksud adalah penyakit di dalam agama, bukan penyakit jasmani. Mereka adalah orang-orang munafik. Dan penyakit itu adalah keraguan yang menyerang mereka ketika masuk ke dalam Islam. "Lalu Allah menambah penyakitnya", ia mengatakan: "Yakni ditambahkan (setelah masuk Islam) kepada mereka kotoran (kekufuran)." (61)

Kemudian ia membaca ayat:

"Adapun orang yang berimaan, maka surat ini menambah keimanannya, sedang mereka bergembira. Dan adapun orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya (yang telah ada)." (QS. At-Taubah: 124-125)

Penafsiran yang lain yaitu ditambahkannya keburukan di sampaing keburukan yang telah ada dan ditambahkannya kesesatan di samping kesesatan yang telah ada. Perkataan 'Abdurrahman ini sangat baik, sesuai dengan kaidah: Al-Jaza-u min jinsil 'amali (Balasan itu sesuai dengan 'amal perbuatan). Itu pula yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu. Perbandingannya (dalam hal keimanan) adalah seperti firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala: "Dan (bagi) orang-orang yang mendapat petunjuk, maka Allah menambah petunjuk kepada mereka, dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya." (QS. Muhammad: 17)

Dan firman Allah: Bimaa kaanuu yakdzibuun "Atas apa yang mereka dustakan dahulu", dibaca juga yukadzdzibuun. Mereka pantas disifati dengan ini dan itu karena mereka dahulu adalah tukang dusta. Dan mereka mendustakan perkara ghaib. Jadi, mereka menggabungkan antara banyak sifat.

Catatan:

Orang yang mengatakan bahwa Rasulullah 'alaihish Shalaatu was salaam mengetahui identitas sebagian kaum munafik, mereka berdasar kepada hadits Hudzaifah bin al-Yaman ra-dhiyallaahu 'anhu tentang penyebutan nama empat belas orang munafik dalam peperangan Tabuk yang berencana membunuh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam di kegelapan malam di sebuah bukit di sana. Mereka berencana mengejutkan unta Nabi agar beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam jatuh. Lalu Allah mewahyukan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang rencana tersebut, dan Hudzaifah mengetahui peristiwa itu.

Adapun selain keempat belas orang itu, Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah berfirman:

"Di antara orang-orang Arab badui di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik, dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka melampaui batas dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka." (QS. At-Taubah: 101)

Dan Allah Sub-haanahu wa Ta'aala berfirman:

"Sesungguhnya jika orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar dalam keadaan terlaknat. Di mana saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya." (QS. Al-Ahzaab: 60-61)

Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak mengetahui mereka dan tidak mengetahui identitas mereka. Namun yang disebutkan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hanyalah tentang sifat-sifat mereka yang mana tanda-tanda tersebut bisa terlihat pada sebagian dari mereka. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

"Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka." (QS. Muhammad: 30)

Orang yang kemunafikannya paling terkenal di antara mereka adalah 'Abdullah bin Ubay bin Salul. Zaid bin Arqan telah bersaksi atas kemunafikannya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menegur 'Umar bin al-Khaththab ra-dhiyallaahu 'anhu atas keinginannya menghabisi 'Abdullah bin Ubay bin Salul:

"Aku tidak suka jika orang-orang Arab berkomentar bahwa Muhammad telah membunuh temannya sendiri." (62)

Walau demikian, ketika 'Abdullah wafat, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menshalatkannya dan menghadiri pemakamannya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin lainnya. Dalam riwayat yang shahih disebutkan:

"Aku telah diberi pilihan dan aku mengambil pilihan tersebut."

Dalam riwayat lain:

"Andaikata aku tahu jika sekiranya aku menambah permohonan ampunan lebih dari tujuh puluh kali ia akan diampuni, niscaya aku akan menambahnya." (63)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(59) Tafsiir ath-Thabari 1/280.

(60) Ibnu Abi Hatim 1/48.

(61) Tafsiir ath-Thabari 1/280.

(62) Tafsiir ath-Thabari 23/406. Al-Bukhari no. 3519, Muslim no. 2584(63).

(63) Fat-hul Baari 8/184 dan Muslim 4/2141.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.