Thursday 30 March 2017

Perbedaan Antara Rahmat dan Maghfirah | Ilmu dan Peringkat Pengetahuan | Sabar dan Macam-macamnya | Syarah Tsalatsatul Ushul

Syarh Tsalaatsatil Ushuul.

Syarah Tsalaatsatul Ushuul.
Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam.
Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim.

Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah.

Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman.

Syarah Tsalatsatul Ushul.

Ketahuilah, rahimakallah 1), sesungguhnya wajib bagi kita mempelajari empat masalah 2). Pertama, ilmu 3), yaitu mengenal Allah 4), kemudian mengenal Nabi-Nya 5), dan mengenal Dinul Islam 6) berdasarkan dalil-dalil 7); kedua, mengamalkannya 8); ketiga, mendakwahkannya 9); keempat, bersabar terhadap gangguan di dalamnya 10).

Syarah:

1) Rahimakallah artinya, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, sehingga kamu mendapatkan kebutuhan yang kamu cari dan selamat dari bahaya yang kamu hindari.' Kalimat ini mengandung makna, 'Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu, memberikan pertolongan kepadamu, serta melindungimu dari dosa-dosa di masa mendatang'; ini jika permohonan rahmat diucapkan sendiri. Adapun jika permohonan rahmat digabung dengan permohonan maghfirah, maka maghfirah artinya ampunan terhadap dosa-dosa di masa lalu, sedangkan rahmat adalah pertolongan untuk melaksanakan kebaikan dan keselamatan dari dosa-dosa di masa mendatang.

Do'a yang diucapkan oleh penulis rahimahullah ini menunjukkan perhatian dan kasih sayang beliau kepada pembaca serta bahwa beliau bertujuan baik kepada pembaca.

2) Masalah-masalah yang disebutkan oleh penulis rahimahullah di sini meliputi seluruh ajaran agama yang selayaknya mendapatkan perhatian karena manfaatnya yang besar.

3) Ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya, dengan seyakin-yakinnya.

Pengetahuan itu memiliki enam tingkatan:

Pertama: Al-'Ilmu, yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya, dengan seyakin-yakinnya.

Kedua: Al-Jahlul Basith, yaitu ketidaktahuan mengenai sesuatu, sama sekali.

Ketiga: Al-Jahlul Murakkab, yaitu mengetahui sesuatu, berbeda dengan hakikatnya.

Keempat: Al-Wahmu, yaitu pengetahuan tentang sesuatu dengan kemungkinan kuat mengenai kebalikannya.

Kelima: asy-Syakk, pengetahuan tentang sesuatu dengan kemungkinan sama mengenai kebalikannya.

Keenam: Azh-Zhan, pengetahuan tentang sesuatu dengan kemungkinan lemah mengenai kebalikannya.

Ilmu dibagi menjadi dua, yaitu ilmu dharuuri dan ilmu nazhari. Ilmu dharuuri adalah yang obyek pengetahuan di dalamnya bersifat semi pasti, tidak perlu pemikiran dan pembuktian. Misalnya pengetahuan bahwa api itu panas. Sedangkan ilmu nazhari adalah yang membutuhkan pemikiran dan pembuktian. Misalnya pengetahuan mengenai kewajiban berniat dalam berwudhu.

4) Mengenal Allah maksudnya mengenal Allah 'Azza wa Jalla dengan hati, yang berakibat kepada penerimaan syariat yang ditetapkan-Nya, ketundukan dan kepatuhan kepada-Nya, serta sikap menjadikan syariat-Nya yang dibawa oleh Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai penentu hukum. Seorang hamba bisa mengenal Rabbnya dengan memperhatikan ayat-ayat syar'iyah yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta memperhatikan ayat-ayat kauniyah yang terdapat pada makhluk-makhluk Allah, karena semakin seseorang itu memperhatikan maka semakin bertambahlah pengetahuannya tentang Penciptanya dan Tuhan Yang diibadahinya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin. Begitu juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 20-21)

5) Mengenal Nabi maksudnya mengenal atau mengetahui Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan pengetahuan yang mengakibatkan penerimaan kepada petunjuk dan ajaran yang benar yang dibawa oleh beliau, membenarkan segala hal yang dikabarkannya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, menjadikan syariatnya sebagai sumber hukum, dan rela menerima ketentuan yang ditetapkannya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisaa' [4]: 65)

"Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul mengadili di antara mereka ialah ucapan 'Kami mendengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. An-Nuur [24]: 51)

"...kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisaa' [4]: 59)

"...maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (QS. An-Nuur [24]: 63)

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "Tahukah kalian, apakah fitnah itu? Fitnah adalah perbuatan syirik. Bila seseorang membantah sebagian firman-Nya, barangkali ada sedikit penyimpangan yang terlintas di hatinya, sehingga ia binasa."

6) Makna Islam secara umum adalah beribadah kepada Allah dengan syariat yang telah ditetapkan-Nya, sejak Allah mengutus para Rasul hingga terjadinya hari Kiamat kelak. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan hal ini dalam banyak ayat yang menunjukkan bahwa seluruh syariat yang ada pada masa dahulu, merupakan wujud dari Islam (ketundukan) kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah 'Azza wa Jalla berfirman mengenai Ibrahim:

"Ya Rabb kami, jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh (muslim) kepada Engkau dan (jadikan) di antara anak cucu kami ummat yang tunduk patuh (muslim) kepada Engkau..." (QS. Al-Baqarah [2]: 128)

Sedangkan Islam dalam arti khusus setelah diutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menghapuskan seluruh syariat terdahulu. Barangsiapa mengikutinya, dia muslim, sedangkan yang menentangnya bukan muslim. Orang-orang yahudi adalah muslim di zaman Musa 'alaihis salaam. Orang-orang nashrani adalah muslim di zaman 'Isa 'alaihis salaam. Adapun setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diutus, lantas mereka kafir kepadanya, maka mereka bukan muslim.

Islam inilah satu-satunya agama yang diterima di sisi Allah, dan yang berguna bagi penganutnya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Sesungguhnya, agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imraan [3]: 19)

"Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali 'Imraan [3]: 85)

Islam inilah yang disebut oleh Allah sebagai karunia-Nya kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan ummatnya. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu sebagai agama bagimu." (QS. Al-Maa`idah [5]: 3)

7) Dalil adalah sesuatu yang menunjukkan kepada yang dikehendaki. Dalil untuk mengetahui ilmu, terdiri dari dalil sam'i dan 'aqli. Dalil sam'i didasarkan kepada wahyu, yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah, sedangkan dalil 'aqli ditegaskan melalui pemikiran dan pengamatan. Dalil untuk mengenal Allah, banyak terdapat dalam kitab-Nya. Sering Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya... begini dan begini..." Banyak pula dalil 'aqli yang menunjukkan kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Adapun mengenal Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) dengan dalil-dalil sam'i adalah seperti dalam firman Allah 'Azza wa Jalla,

"Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang bersama dengannya..." (QS. Al-Fath [48]: 29)

"Muhammad hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul..." (QS. Ali 'Imraan [3]: 144)

Adapun dengan dalil 'aqli adalah dengan memikirkan dan memperhatikan mukjizat-mukjizat beliau, yang terbesar di antaranya adalah Kitabullah yang mengandung berita-berita benar dan bermanfaat serta hukum-hukum yang mewujudkan perbaikan dan keadilan; kemudian beberapa peristiwa luar biasa yang terjadi pada beliau; serta kabar-kabar yang beliau sampaikan mengenai perkara ghaib yang tidak mungkin bisa beliau beritahukan kecuali berdasarkan informasi dari wahyu Allah dan sebagiannya telah dibuktikan oleh beberapa peristiwa yang terjadi.

8) Mengamalkannya artinya melaksanakan konsekuensi-konsekuensi pengetahuan tersebut, yaitu beriman kepada Allah dan menaati-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, baik dalam ibadah khaashah maupun ibadah muta'adiyah. Contoh ibadah khaashah adalah shalat, puasa, haji. Sedangkan contoh ibadah muta'adiyah adalah amar makruf nahi munkar, jihad fi sabilillah, dan sebagainya.

Hakikatnya, amal adalah buah ilmu. Siapa beramal tanpa ilmu, ia seperti orang nashrani, dan siapa berilmu namun tidak beramal, ia menyerupai orang yahudi.

9) Mendakwahkannya maksudnya mendakwahkan syariat Allah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tahapannya ada tiga atau empat. Firman Allah:

"Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik..." (QS. An-Nahl [16]: 125)

Sedangkan tahapan dakwah keempat adalah sebagaimana firman Allah:

"Dan jangan berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara paling baik kecuali yang berlaku zhalim..." (QS. Al-'Ankabuut [29]: 46)

Seorang yang berdakwah harus memiliki ilmu tentang syariat Allah 'Azza wa Jalla, sehingga dakwah yang dilakukannya tegak di atas landasan ilmu dan bashirah, 'hujah nyata'. Hal ini berdasarkan firman Allah:

"Katakan, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yuusuf [12]: 108)

Bashirah dalam dakwah akan terwujud jika seorang dai memiliki ilmu tentang hukum syar'i, metode dakwah, dan keadaan sasaran dakwah.

Dakwah meliputi banyak bidang, di antaranya melalui khutbah dan ceramah, makalah, halaqah ilmu, penulisan buku, dan majelis khusus, misalnya seseorang berada dalam sebuah majelis untuk berdakwah. Inilah bidang-bidang dakwah. Namun hendaknya dakwah dilakukan dengan cara yang tidak membosankan dan tidak memberatkan. Caranya, misalnya seorang dai terlebih dulu memaparkan permasalahan secara ilmiah di hadapan orang-orang yang hadir di majelis, kemudian mulailah dilangsungkan dialog. Dialog dan tanya jawab memang memiliki peran besar dalam membantu memahami dan memahamkan apa yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Terkadang metode ini lebih efektif dibandingkan khutbah atau ceramah yang disampaikan dari satu arah.

Berdakwah mengajak kepada Allah 'Azza wa Jalla adalah tugas para Rasul dan merupakan jalan orang-orang yang meniti jejak mereka dengan baik. Jika Allah telah memberikan taufik kepada seseorang untuk mengenal Allah sebagai ma'buud (yang diibadahinya), mengenal Nabi-Nya, dan mengenal agamanya; hendaklah ia berusaha menyelamatkan saudara-saudaranya dengan mengajak mereka kepada agama Allah dan menyebarkan kebaikan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada 'Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu 'anhu) pada masa Perang Khaibar:

"Bergeraklah perlahan-lahan sehingga kamu tiba di wilayah mereka, kemudian ajaklah mereka masuk Islam. Beritahulah mereka tentang hak Allah yang wajib mereka tunaikan dalam Islam. Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang lantaran dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta yang merah-merah." (2)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

"Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun." (3)

Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim:

"Siapa menunjukkan kebaikan, niscaya memperoleh pahala seperti pelakunya." (4)

10) Sabar adalah menahan diri untuk tetap menaati Allah, tidak bermaksiat kepada-Nya, dan tidak membenci takdir-takdir yang ditetapkan-Nya. Atau menahan diri untuk tidak membenci, mengeluh, dan bosan. Dengan kesabaran, seseorang senantiasa giat mendakwahkan agama Allah, sekalipun disakiti, karena penganiayaan terhadap dai yang mendakwahkan kebaikan merupakan hal yang biasa dilakukan manusia, kecuali mereka yang mendapat petunjuk dari Allah. Allah 'Azza wa Jalla berfirman kepada Nabi-Nya:

"Sesungguhnya telah didustkan (pula) Rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiyaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka..." (QS. Al-An'aam [6]: 34)

Semakin keras penganiyaan terhadap seorang dai, maka semakin dekat pertolongan Allah. Pertolongan Allah tidak hanya diberikan-Nya ketika seseorang masih hidup, saat ia masih bisa melihat pengaruh dakwahnya terwujud, tetapi bisa saja pertolongan itu datang setelah wafatnya, misalnya Allah menjadikan hati segenap manusia menerima dakwahnya dan berpegang teguh kepadanya. Ini termasuk dalam kategori pertolongan Allah kepada sang dai, meskipun ia telah wafat. Karena itu, seorang dai harus bersabar dan konsisten menjalankan dakwahnya. Ia harus bersabar dan konsisten menjalankan dakwahnya. Ia harus bersabar menjalankan agama Allah yang didakwahkannya. Ia juha harus bersabar menghadapi gangguan yang menimpa dirinya. Lihatlah, para Rasul shalaawaatullaah wa salaamuhu 'alaihim juga diganggu dengan perkataan maupun perbuatan. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Demikianlah tidak seorang Rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, 'Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila'." (QS. Adz-Dzaariyaat [51]: 52)

Allah 'Azza wa Jalla juga berfirman, "Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap Nabi musuh dari (kalangan) orang-orang yang berdosa." (QS. A-Furqaan [25]: 31)

Tetapi hendaklah seorang dai menerima perlakuan itu dengan sabar.

Perhatikan firman Allah 'Azza wa Jalla kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran kepadamu (wahai Muhammad) dengan berangsur-angsur." (QS. Al-Insaan [76]: 23)

Sebenarnya wajar kiranya jika setelah firman Allah ini yang dinantikan adalah sebuah ayat yang berbunyi, "Hendaklah kamu mensyukuri nikmat Rabbmu!" Namun ternyata Allah 'Azza wa Jalla berfirman,

"Maka, bersabarlah untuk (melaksanakan) ketetapan Rabbmu..." (QS. Al-Insaan [76]: 24)

Ini mengandung isyarat bahwa setiap orang yang melaksanakan al-Quran pasti mengalami hal-hal yang menuntutnya bersabar. Perhatikan keadaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dipukuli oleh kaumnya, hingga darah mengucur di wajah beliau. Sambil mengusap darah di wajah, beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) berdo'a:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

Allaahummaghfir liqaumii fainnahum laa ya'lamuun.

"Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (5)

Karena itu, seorang dai wajib bersabar dan mengharap pahala dari sisi Allah.

Ada tiga macam sabar:

1. Sabar dalam menaati Allah.

2. Sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

3. Sabar menjalani takdir yang ditimpakan oleh Allah, baik takdir tersebut ditimpakan oleh Allah bukan lantaran usaha manusia maupun melalui perantaraan tangan manusia berupa gangguan dan penganiyaan.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(2) HR. Al-Bukhari dalam Kitaabul Jihaad, Bab: "Du'aaun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ilal Islam wan Nubuwwah"; dan Muslim dalam Kitaab Fadhaailish Shahaabah, Bab: "Fadhaailu 'Ali Ibni Abi Thalib radhiyallahu 'anhu". Hadits ini disepakati keshahihannya.

(3) HR. Muslim dalam Kitaabul 'Ilmii, Bab: "Man Sanna Sunnatan Hasanatan au Sayyiatan."

(4) HR. Muslim, Kitaabul Imaarah, Bab: "Fadhlu I'aanatil Ghaazii fii Sabiilillaah bi Markuub wa Ghairihi".

(5) HR. Al-Bukhari, Kitaabul Istitaabatil Murtaddiin wal Mu'aanidiin; dan Muslim dalam Kitaabul Jihaad, Bab: "Ghazwatu Uhud".

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: Syarh Tsalaatsatil Ushuul, Penulis Matan: Syaikhul Islam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rahimahullah, Penulis Syarah: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penyusun: Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Penerbit: Darul Tsarya, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi, Cetakan III, Tahun 1997 M, Judul Terjemahan: Syarah Tsalaatsatul Ushuul (Mengenal Allah, Rasul dan Dinul Islam, Penjelasan Singkat Tentang Ilmu-ilmu yang Wajib Diketahui Setiap Muslim), Penerjemah: Hawin Murtadlo, Salafuddin Abu Sayyid, Editor: Muhammad Albani, Penerbit: Al-Qowam, Sukoharjo - Indonesia, Cetakan XIII, Maret 2016 M.

===

Wakaf dari Ibu Anny - Jakarta untuk Perpustakaan Baitul Kahfi Tangerang.
Semoga Allah menjaganya dan memudahkan segala urusan kebaikannya.