Monday 13 March 2017

Al-Faatihah, Ayat 5 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Faatihah.

Al-Faatihah, Ayat 5.

Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin.
Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. (QS. 1: 5)

Makna 'Ibadah Menurut Bahasa dan Istilah Syari'at.

Menurut bahasa 'ibadah bermakna kerendahan. Dikatakan: "Thariiqun mu'abbad wa ba'iirun mu'abbad (jalan yang diratakan dan unta yang dijinakkan)", yakni ditundukkan.

Adapun menurut istilah syari'at, 'ibadah adalah sebuah ibarat bagi rangkaian cinta, ketundukan dan rasa takut yang sempurna.

Faedah Didahulukannya Maf'ul dan Kemudian Diulangi.

Didahulukannya maf'ul (obyek) yaitu kata iyaaka, dan setelah itu diulangi lagi, bertujuan untuk mendapatkan perhatian, dan juga sebagai pembatasan. Artinya: "Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu, dan kami tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Mu."

Inilah puncak kesempurnaan ketaatan. Dan agama ini secara keseluruhan kembali kepada dua makna di atas.

Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Salaf, bahwa surat al-Faatihah adalah rahasia al-Qur-an. Dan rahasia al-Faatihah terletak pada ayat:

Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin.
"Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan."

Penggalan pertama, yakni "hanya kepada-Mu kami beribadah" merupakan pernyataan berlepas diri dari kemusyrikan. Sedangkan pada penggalan kedua, yakni "hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan" merupakan sikap berlepas diri dari upaya dan kekuatan, serta berserah diri kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Makna seperti ini tidak hanya terdapat dalam satu ayat al-Qur-an saja, seperti firman-Nya:

"Maka ibadahilah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan." (QS. Huud: 123)

Juga firman-Nya:

"Katakanlah: 'Dialah Allah Yang Maha Pemurah, kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nyalah kami bertawakkal." (QS. Al-Mulk: 29)

Dan juga firman-Nya:

"(Dialah) Rabb masyriq (timur) dan maghrib (barat), tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung." (QS. Al-Muzzammil: 9)

Demikian juga ayat yang mulia ini:

"Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan." (QS. Al-Faatihah: 5)

Dan adanya perubahan bentuk dari ghaib (orang ketiga) kepada mukhaathab (orang kedua/ lawan bicara), yakni dengan huruf kaf, karena ketika seseorang memuji Allah maka seolah-olah dia dekat dan hadir di hadapan Allah Ta'ala. Karena itulah Dia berfirman:

"Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan." (QS. Al-Faatihah: 5)

Al-Faatihah adalah petunjuk agar kita memuji Allah, maka kita wajib membacanya ketika shalat

Ini merupakan dalil bahwasanya awal-awal surat al-Faatihah merupakan pemberitahuan dari Allah 'Azza wa Jalla yang memberikan pujian kepada diri-Nya sendiri dengan berbagai sifat-Nya yang agung, serta petunjuk kepada hamba-hamba-Nya agar memuji-Nya dengan pujian tersebut. Oleh karena itu tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca al-Faatihah di dalamnya, sedangkan ia mampu melakukannya, sebagaimana hadits yang terdapat dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim dari 'Ubaidah bin ash-Shamit radhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

'Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab.'" (62)

Dan dalam Shahiih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

"Allah Ta'ala berfirman: 'Aku telah membagi shalat (bacaan al-Faatihah) menjadi dua bagian antara diriku dengan hamba-Ku. Satu bagian untuk diri-Ku dan satu bagian untuk hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.' Jika ia mengucapkan al-hamdulillaahi Rabbil 'aalamiin, maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Jika ia mengucapkan ar-Rahmaanir Rahiim, maka Allah berfirman: 'Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.'" Dan pernah Abu Hurairah mengatakan: "(Allah berfirman:) 'Hamba-Ku telah berserah diri kepada-Ku.' Jika ia mengucapkan iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin, maka Allah berfirman: 'Ini adalah bagian diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.' Dan jika ia mengucapkan ihdinash shiraathal mustaqiim, shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdhuubi 'alaihim wa ladhdhaalliin, maka Allah berfirman: 'Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.'" (63)

Tauhid Uluhiyyah

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma, ia berkata: Iyyaaka na'budu (Hanya kepada-Mu kami beribadah), yakni hanya Engkau semata yang kami esakan, kami takuti, dan kami harapkan wahai Rabb kami, bukan selain-Mu."

Tauhid Rububiyyah

Wa iyaaka nasta'iin (Hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan), untuk mentaati-Mu dan dalam segala urusan kami. (64)

Qatadah berkata: "Iyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin, Dia memerintahkan kepada kalian agar mengikhlaskan ibadah dan meminta pertolongan kepada-Nya dalam segala urusan kalian." (65)

"Iyyaaka na'budu (Hanya kepada-Mu kami beribadah)" didahulukan dari "wa iyyaaka nasta'iin (hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)", karena ibadah kepada-Nya merupakan tujuan. Dan meminta pertolongan merupakan wasilah (sarana) untuk mendapatkannya. Dan perkara yang didahulukan adalah perkara yang lebih penting, dan seterusnya. Wallaahu a'lam.

Allah menyebut Nabi-Nya sebagai hamba yang menduduki maqam yang paling mulia

Allah telah menyebut Nabi-Nya sebagai hamba-Nya yang menjadi bukti bahwa beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memiliki kedudukan mulia. Dia berfirman:

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur-an)." (QS. Al-Kahfi: 1)

Dia juga berfirman:

"Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyeru-Nya (mengerjkan ibadah)." (QS. Al-Jinn: 19)

Dia juga berfirman:

"Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam." (QS. Al-Israa': 1)

Allah menyebutnya (Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) sebagai seorang hamba ketika menurunkan al-Qur-an kepadanya, ketika beliau berdakwah dan ketika beliau diperjalankan pada malam hari.

Bimbingan kepada ibadah ketika dada terasa sempit

Dan Allah membimbing Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk senantiasa menjalankan ibadah ketika hati merasa sesak akibat pendustaan orang-orang yang menentangnya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

"Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadami menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersujud (shalat), dan ibadahilah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)." (QS. Al-Hijr: 97-99)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(62) Fat-hul Baari 2/276 dan Muslim 1/276. Al-Bukhari no. 756, Muslim no. 394.

(63) Muslim 1/297. Muslim no. 395, an-Nasa-i no. 909. Dan riwayat senada oleh Abu Dawud no. 821, at-Tirmidzi no. 2953, Ibnu Majah no. 3784, Ahmad no. 7289, 7823, dan lihat Shahiih at-Targhiib no. 1455.

(64) Ibnu Abi Hatim 1/19.

(65) Ibnu Abi Hatim 1/20.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.