Tuesday 28 March 2017

Al-Baqarah, Ayat 21-22 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Baqarah.

Al-Baqarah, Ayat 21-22.

Hai manusia, ibadahilah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa. (QS. 2: 21) Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. 2: 22)

Tauhid Uluhiyyah (Keesaan Allah Dalam Hal Ibadah)

Berikutnya Allah Tabaaraka wa Ta'aala menjelaskan keesaan Uluhiyyah-Nya, bahwa Dialah yang menganugerahkan nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tidak ada menjadi ada, serta menyempurnakan bagi mereka nikmat lahir maupun batin, Dia menjadikan bagi mereka bumi yang terhampar seperti tikar sehingga dapat ditempati dan dihuni, yang dikokohkan dengan gunung-gunung yang tinggi menjulang, "Dan langit serta pembangunannya," (QS. Asy-Syams: 5) yaitu dijadikan-Nya langit sebagai atap. Sebagaimana Dia berfirman di ayat lain: "Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya." (QS. Al-Anbiyaa': 32)

"Dan Dia telah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka." Yang dimaksud dengan langit di sini adalah awan yang turun ketika mereka membutuhkan. Lalu Dia mengeluarkan untuk mereka buah-buahan dan tanaman seperti yang mereka saksikan sebagai rizki bagi mereka dan juga ternak mereka. Sebagaimana disebutkan pada banyak tempat di dalam al-Qur-an.

Di antara ayat yang serupa dengan ini adalah firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Allah-lah yang menjadikan bumi bagimu tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentukmu lalu membaguskan rupamu serta memberi rizki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian adalah Allah Rabbmu, Mahaagung Allah, Rabb semesta alam." (QS. Al-Mu'-min: 64)

Ayat ini menjelaskan bahwa Dialah Pencipta, Pemberi rizki, Raja alam semesta berikut penghuninya dan yang memberi rizki kepada mereka. Dengan demikian, hanya Dialah yang berhak diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu, Allah berfirman: "Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 22)

Dalam kitab Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud ra-dhiyallaahu 'anhu, ia menceritakan:

"Aku pernah bertanya: 'Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?' Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: 'Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia yang telah menciptakanmu.'" (95) (Dan hadits selanjutnya).

Demikian juga hadits Mu'adz ra-dhiyallaahu 'anhu:

"Tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya? Yaitu mereka beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun." (96) (Dan hadits selanjutnya).

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak fulan.' Akan tetapi hendaklah ia mengatakan: 'Atas kehendak Allah, kemudian kehendak fulan.'" (97)

Dalil-dalil yang Menunjukkan Adanya Allah Ta'ala

Banyak ahli tafsir, di antaranya ar-Razi dan selainnya menjadikan ayat ini sebagai dalil yang menunjukkan adanya Sang Pencipta (Allah 'Azza wa Jalla). Ayat tersebut menunjukkannya dengan metode terbaik. Karena barangsiapa memperhatikan semua ciptaan-Nya, baik yang ada di bumi maupun di langit, perbedaan bentuk, warna, karakter, serta manfaatnya, dan semua itu diletakkan pada tempat yang mendatangkan manfaat secara tepat, niscaya ia akan mengetahui kekuasaan Penciptanya, meyakini hikmah, ilmu, kecermatan, dan keagungan kekuasaan-Nya. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian Arab badui ketika ditanya: "Apa dalil yang menunjukkan adanya Rabb?" Maka mereka menjawab: "Subhaanallaah, kotoran unta menunjukkan adanya unta, dan jejak kaki menunjukkan adanya orang yang pernah berjalan. Bukankah langit mempunyai gugusan bintang, bumi memiliki jalan-jalan yang lurus, dan lautan mempunyai gelombang? Tidakkah yang demikian itu menunjukkan adanya Allah Yang Mahalembut dan Maha Mengetahui? (98)

Maka barangsiapa yang memperhatikan ketinggian dan luasnya langit serta berbagai bintang, komet dan planet, juga merenungkan bagaimana semua benda itu berputar di falak (orbit) yang luar biasa besarnya pada setiap siang dan malam hari, dan pada saat yang sama masing-masing benda itu berputar pada porosnya. Juga memperhatikan lautan yang mengelilingi bumi dari segala arah, serta gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar menjadi tetap dan tidak bergoyang dan penduduknya dapat tinggal di dalamnya walaupun dengan bentuk permukaan bumi yang bermacam-macam dan berwarna-warni, sebagaimana Allah berfirman:

"Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan sejenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama." (QS. Faathir: 27-28)

Demikian pula sungai-sungai yang mengalir dari satu daerah ke daerah lain yang membawa berbagai manfaat. Diciptakan juga berbagai macam binatang, tumbuh-tumbuhan yang memiliki rasa, bau, bentuk dan warna yang beraneka ragam, padahal tumbuh-tumbuhan itu hidup pada tanah dan air yang sama. Maka semua itu menjadi dalil adanya Rabb Sang Pencipta, dan menunjukkan kekuasaan-Nya yang agung, hikmah, rahmat, kelembutan dan kebaikan-Nya kepada semua makhluk yang Dia ciptakan. Tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, hanya kepada-Nya kami bertawakkal dan kepada-Nya-lah kami kembali.

Ayat-ayat al-Qur-an yang menunjukkan hal ini sangatlah banyak.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(95) Fat-hul Baari 8/350 dan Muslim 1/90. Al-Bukhari no. 4477, Muslim no. 86.

(96) Fat-hul Baari 13/359 dan Muslim 1/59. Al-Bukhari no. 2856, Muslim no. 30.

(97) Ahmad 5/384, 394, 398. Shahih: Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam kitabnya Silsilah ash-Shahiihah no. 137.

(97) Ahmad 5/384, 394, 398. Shahih: Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam kitabnya Silsilah ash-Shahiihah no. 137.

(98) Ar-Razi 2/91.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.