Tuesday 21 March 2017

Al-Baqarah, Ayat 14-15 | Shahih Tafsir Ibnu Katsir

al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir.

Shahih Tafsir Ibnu Katsir.

Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri.

Ustadz Abu Ihsan al-Atsari.

Surat al-Baqarah.

Al-Baqarah, Ayat 14-15.

Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian denganmu, kami hanyalah berolok-olok." (QS. 2: 14) Allah akan (membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

Makar dan Tipu Daya Orang-orang Munafik

Allah 'Azza wa Jalla menerangkan bahwa jika orang-orang munafik itu berjumpa dengan orang-orang mukmin, mereka berkata: "Kami beriman." Mereka menampakkan keimanan, loyalitas dan keakraban sebagai tipuan dan kemunafikan di hadapan orang-orang yang beriman, dan sikap berpura-pura serta upaya menyembunyikan jati diri yang sebenarnya. Tujuannya agar mereka diikutsertakan ketika mendapatkan kebaikan dan ghanimah (harta rampasan perang).

Firman Allah, "Dan apabila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka," maksudnya jika mereka kembali dan bergabung dengan syaitan-syaitan mereka, yaitu para pendeta yahudi, para pemuka kaum musyrikin dan orang-orang munafik.

Syaitan-syaitan dari Jenis jin dan Manusia

Ibnu Jarir berkata: "Syaitan dari tiap-tiap makhluk adalah mereka yang durhaka. Dengan demikian, maka syaitan bisa dari jenis jin maupun manusia, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (QS. Al-An'aam: 112)

Makna al-Istihzaa'

Firman-Nya: "Mereka berkata: 'Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian.'" Dijelaskan oleh Muhammad bin Ishaq, dari Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia mengatakan: "Maknanya, kami seiring dengan apa yang kalian jalani."

Firman-Nya: "Sebenarnya kami hanya mengolok-olok," maksudnya kami hanya memperolok dan mempermainkan mereka saja. (71)

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, ia mengatakan: "Maksudnya, sesungguhnya kami hanya mengejek dan mencemoohkan Shahabat-shahabat Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam." (72)

Hal itu juga dikatakan oleh ar-Rabi' bin Anas dan Qatadah. (73)

Kemudian Allah Sub-haanahu wa Ta'aala menjawab dan menanggapi perbuatan mereka dengan firman-Nya: "Allah akan (membalas) olokan-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka."

Ibnu Jarir berkata: "Allah Ta'ala mengabarkan bahwa Dia akan membalas olokan-olokan mereka itu pada hari Kiamat kelak melalui firman-Nya:

'Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: 'Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu.' Dikatakan (kepada mereka): 'Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu).' Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.'" (QS. Al-Hadiid: 13)

Dia juga berfirman:

"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah." Dan ayat selanjutnya. (QS. Ali 'Imran: 178)

Ibnu Jarir berkata: "Ayat-ayat di atas dan yang serupa dengannya menerangkan olok-olok, cemoohan, makar dan tipu daya Allah Ta'ala terhadap orang-orang munafik dan orang-orang yang menyekutukan-Nya.

Makar Orang-orang Munafik akan Kembali kepada Mereka

Ini merupakan kabar dari Allah Ta'ala bahwa Dia akan membalas olok-olokan mereka serta akan menyiksa mereka akibat tipu daya mereka itu. Dia juga memberitahukan balasan dan hukuman yang akan Dia berikan kepada mereka, bersamaan dengan pemberitahuan bahwa perbuatan mereka itu memang berhak mendapat balasan dan siksaan. Pembalasan ini disebutkan dengan satu lafazh, yaitu istihzaa' (memperolok-olok) walaupun maknanya berbeda antara olok-olok Allah terhadap mereka dan olok-olok mereka terhadap Allah, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (QS. Asy-Syuura: 40)

Dan juga firman-Nya:

"Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerangmu, maka seranglah ia." (QS. Al-Baqarah: 194)

Hal yang disebutkan pertama adalah kezhaliman, sedangkan hal yang disebutkan kemudian (balasan) merupakan keadilan. Meskipun kedua kata itu sama namun maknanya berbeda.

Ibnu Jarir mengatakan: "Seluruh kata semacam ini dalam al-Qur-an harus dibawa kepada pemaknaan seperti itu."

Karena telah disepakati secara ijma' bahwasanya Allah terlepas dari perbuatan makar, tipu daya dan cemoohan yang dilakukan dengan tujuan untuk main-main dan perbuatan sia-sia. Adapun yang Dia lakukan sebagai hukuman dan balasan secara adil maka hal itu tidak mustahil bagi-Nya.

Yang dimaksud dengan al-Madd, ath-Thugh-yaan dan al-'Amah

Tentang firman Allah Sub-haanahu wa Ta'aala:

"Dan (Allah) membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka," as-Suddi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud dan beberapa orang Shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam: "Wa yamudduhum (Dan (Allah) membiarkan mereka)" artinya memberi tenggang kepada mereka. (74)

Mujahid mengatakan: "Yamudduhum berarti menambah (kesesatan) mereka." (75)

Dan Allah Ta'ala berfirman:

"Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberi kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar." (QS. Al-Mu'-minuun: 55-56)

Ibnu Jarir mengatakan: "Yang benar adalah Kami memberikan tambahan kepada mereka dengan memberikan tangguh serta membiarkan mereka dalam kesesatan dan keduhakaan, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-Qur-an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." (QS. Al-An'aam: 110) (76)

"Ath-Thugh-yaan" artinya sikap berlebih-lebihan dalam suatu perkara, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera." (QS. Al-Haaqqah: 11)

Ibnu Jarir berkata: "Ath-Thugh-yaan adalah kesesatan. Dikatakan 'Ya'mahu 'amhan wa umuuhan 'amiha fulaanun' Apabila fulan telah tersesat."

Ibnu Jarir mengatakan: "Makna firman Allah: 'Bergelimang dalam kesesatannya yang sangat," adalah mereka terombang-ambing dalam kesesatan dan kekafiran yang mengotori dan menguasai diri mereka. Mereka bingung, sesat dan tidak menemukan jalan keluar, karena Allah Sub-haanahu wa Ta'aala telah mengunci mati hati mereka dan menutupnya. Juga membutakan pandangan mereka dari petunjuk dan menghalanginya, sehingga mereka tidak dapat melihat petunjuk dan tidak pula mendapatkan jalan keluar." (77)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

(71) Tafsiir ath-Thabari 1/300.

(72) Tafsiir ath-Thabari 1/300.

(73) Tafsiir ath-Thabari 1/300.

(74) Tafsiir ath-Thabari 1/311.

(75) Ibnu Abi Hatim 1/57.

(76) Tafsiir ath-Thabari 1/307.

(77) Tafsiir ath-Thabari 1/309.

===

Maraji'/ sumber:

Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.