Sunday 12 March 2017

Hari-hari raya yang tidak disyari'atkan | 50 Kesalahan dalam berhari raya

al-Kalimaatun Naafi'ah fil Akhthoo-isy Syaa-i'ah: Khomsuun Khotho-an fii Sholaatil 'Iidain.

50 kesalahan dalam berhari raya.

Syaikh Wahid 'Abdus Salam Baali.

Bab III.

Hari-hari raya yang tidak disyari'atkan.

1. Perayaan tahun baru Hijriyah.

Di antara kaum muslimin ada yang merayakan tahun baru Hijriyah pada setiap tahunnya, tepatnya pada hari pertama di bulan Muharrom, mereka menamakannya dengan hari raya tahun baru Hijriyah. Dan mereka menyangka bahwa hal itu merupakan bagian dari hari raya - hari raya Islam. Hal ini adalah keliru, karena tidak ada keterangan dari Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam mengenainya, tidak juga keterangan dari para Kholifahnya yang mendapat petunjuk, tidak juga dari para Tabi'in yang mengikuti mereka dengan baik.

(Penentuan) hari raya adalah bersifat tauqifiyyah (mengikuti keterangan syar'i mengenainya), maka berhari raya pada hari itu adalah termasuk perbuatan bid'ah, bahkan seharusnya hari tersebut disamakan dengan hari-hari lainnya dalam setahun, waLLOOHU a'lam.

2. Perayaan hari kelahiran para wali

Sebagian orang-orang sufi merayakan kelahiran para syaikh, para wali, dan orang-orang sholih, mereka mengadakan kumpul-kumpul dalam perayaan ini, mendirikan kemah, dan berdzikir kepada ALLOH dengan bergoyang dan menari. Berkumpul pula para pedagang dan diadakanlah pasar. Datang pula para murid (pengikut sufi) dari tempat-tempat yang jauh untuk menghidupkan malam kelahiran wali fulan.

Semua itu bukanlah berasal dari ajaran Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, tidak juga dari salah seorang Shohabat Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Seandainya hal itu baik, tentunya mereka telah lebih dahulu melakukannya.

Telah dimaklumi bahwa Abu Bakr ash-Shiddiq ro-dhiyaLLOOHU 'anhu adalah manusia yang paling utama dari ummat ini, setelah Nabi mereka, Nabi Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Akan tetapi ia tidak pernah mengadakan perayaan hari kelahiran bagi dirinya, tidak juga para Shohabatnya melakukan baginya setelah kematiannya.

Demikian juga sepuluh orang yang dijamin masuk Surga, tidak pernah ada keterangan bahwa para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum mengadakan perayaan hari kelahiran mereka. Juga para Shohabat ro-dhiyaLLOOHU 'anhum yang lainnya yang utama, mereka seluruhnya adalah sebaik-baik para wali, berdasarkan sabda Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,

"Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelah mereka." (1)

Maka jelaslah bahwa perayaan hari kelahiran ini adalah perbuatan bid'ah, tidak ada contoh mengenainya.

3. Sibuk mengunjungi teman dari bersilaturrohmi pada hari 'Id

Sebagian manusia sibuk dengan mengunjungi teman dan karib kerabat pada hari 'Id dan melupakan mengunjungi kedua orang tuanya, saudaranya, dan familinya di hari yang diberkahi ini.

Maka seorang muslim harus mendahulukan kedua orang tua dan saudaranya dalam bersilaturrohmi dan berkunjung. Tidak mengapa untuk mengunjungi teman dan karib kerabatnya, akan tetapi tidak boleh melebihkan yang utama dari yang paling utama, tidak juga mendahulukan yang penting dari yang paling penting.

ALLOH Ta'ala berfirman (dalam hadits qudsi) mengenai silaturrohmi,

"Barangsiapa yang menyambungmu (tali silaturrohmi), maka AKU akan menyambung dengannya dan barangsiapa yang memutuskanmu, maka AKU akan memutuskan dengannya." (2)

Maknanya:

Barangsiapa yang menyambung tali silaturrohminya, maka ALLOH akan menyambung dengannya, yaitu menyambungnya dengan 'ilmu, rizqi, keberkahan, kebaikan, dan dengan setiap kebaikan yang bermanfaat baginya, di dunia dan di akhiroh.

4. Hari ibu

Hari raya ini adalah berasal dari orang-orang kafir, dimana pada hari itu seorang laki-laki memberikan berbagai hadiah kepada ibunya, memberikan ucapan selamat kepadanya, dan mengunjunginya, kemudian setelah itu ia memutuskan hubungan dengannya (dengan tidak mengunjunginya lagi) sepanjang tahun, tidak memperdulikannya.

Maka sebagian kaum muslimin pun bertasyabbuh (menyerupai/ meniru) mereka, dan berbuat seperti perbuatan kaum kafir, berupa memberikan berbagai hadiah kepada ibu mereka pada hari tersebut dan memberikan ucapan selamat kepada mereka.

Sebagian kaum muslimin menganggapnya termasuk dalam berbuat baik kepada kedua orang tua, yang diperintahkan oleh Islam. Hal ini adalah keliru, dikarenakan beberapa sebab:

a. Karena Islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua (setiap hari) sepanjang tahun, bukan hanya dalam satu hari saja.

b. Karena hari raya ini, berdasarkan cara dan bentuknya adalah diadakan oleh orang-orang kafir, sedangkan kita telah dilarang dari bertasyabbuh dengan mereka, berdasarkan sabda Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,

"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari mereka." (3)

Juga berdasarkan sabda Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,

"Bukan termasuk golongan kami orang yang bertasyabbuh dengan golongan selain kami, janganlah kalian bertasyabbuh dengan yahudi, tidak juga dengan nashroni!" (4)

c. Wajib menyelisihi mereka (khususnya) dalam merayakan hari tersebut, berdasarkan sabda Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,

"Selisihilah orang-orang musyrik!" (5)

d. Hari raya ini membuat cemburu anggota keluarga lainnya, dimana tidak ada hari raya untuk para bapak, saudara laki-laki, paman dari pihak ibu dan dari pihak ayah, tidak ada juga hari raya untuk para anak perempuan, bibi dari pihak ibu dan bibi dari pihak ayah. Padahal mereka semua ini adalah orang-orang yang harus disambung silaturrohmi dengan mereka.

Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baaz rohimahuLLOOH berkata, "Sesungguhnya mengkhususkan dalam menghormati ibu pada satu hari dalam setahun, kemudian menyia-nyiakannya pada tahun lainnya disertai dengan adanya pemenuhan terhadap hak bapak dan famili lainnya (pada tahun-tahun lainnya itu) adalah di antara bentuk (kebudayaan) yang diada-adakan oleh orang barat.

Keburukan hal ini sudah sangat jelas bagi orang yang memiliki hati, yaitu berupa kerusakan yang besar, bersamaan dengan keadaannya yang menyelisihi syari'at Ahkamul Haakimiin (ALLOH, Hakim Yang seadil-adilnya). Dan hal ini menyebabkan terjatuh pada perbuatan yang diperingatkan oleh ar-Rosulul al-Amin shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, dimana Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda,

"Kalian pasti akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sedikit demi sedikit, hingga seandainya mereka masuk ke liang biawak pun, kalian niscaya akan masuk ke dalamnya." Mereka (para Shohabat) bertanya, "Wahai Rosululloh, apakah mereka itu orang-orang yahudi dan nashroni?" Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)!!" (6)

Dalam riwayat lain disebutkan,

"Niscaya ummatku akan mengikuti kebiasaan ummat-ummat sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Mereka bertanya, "Wahai Rosululloh, apakah mereka itu bangsa persia dan romawi?" Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda, "Siapa lagi (kalau bukan mereka)!!" (7)

Dan telah terbukti apa yang telah diberitakan oleh ash-Shodiqul Mashduq shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, yaitu mencontohnya ummat (Islam) ini (kepada orang-orang kafir itu), kecuali orang yang ALLOH kehendaki (selamat darinya). Berupa mengikuti orang-orang yahudi, nashroni, majusi, dan bangsa kafir lainnya, pada kebanyakan akhlaq dan perbuatan mereka, hingga nyatalah keterasingan Islam ini, sehingga cara-cara orang-orang kafir, yaitu akhlaq dan perbuatan mereka, dinilai lebih baik dari apa-apa yang datang dari Islam, oleh kebanyakan manusia (orang Islam).

Sehingga berubahlah penilaian kebanyakan manusia, dimana kebaikan dianggap sebagai sesuatu yang munkar dan kemunkaran sebagai sesuatu yang baik, Sunnah dianggap bid'ah, sedangkan bid'ah dianggap suatu hal yang Sunnah. Dikarenakan kebodohan dan menentang apa-apa yang datang dari Islam, berupa akhlaqul karimah dan 'amal sholih yang lurus (benar), innaa liLLAAHI wa innaa ilay-hi rooji'uun.

Kami memohon kepada ALLOH agar memberikan taufiq kepada kaum muslimin pada kefahaman dalam agama dan agar memperbaiki keadaan mereka." (8)

Syaikh Ibnul 'Utsaimin rohimahuLLOOH ditanya mengenai perayaan hari raya ummat lain, beliau menjawab, "Setiap hari raya yang menyelisihi hari raya yang telah disyari'atkan (Islam) adalah bid'ah yang baru, tidak pernah dikenal pada masa Salafush Sholih. Dan mungkin saja asal mulanya dari selain kaum muslimin. Sehingga hal itu di samping sebuah kebid'ahan, juga merupakan perbuatan menyerupai musuh ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala.

Hari raya yang ada dalam Islam hanyalah:

1. 'Idul Fithri.
2. 'Idul Adh-ha.
3. Hari raya yang berulang setiap pekan, yaitu hari Jum'at.

Tidak ada dalam Islam selain tiga hari raya tersebut. Sehingga setiap hari raya yang diadakan, selain dari (tiga) hari raya tersebut adalah tertolak, dikarenakan diada-adakannya hal itu, dan merupakan suatu hal yang bathil dalam syari'at ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala, berdasarkan sabda Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,

"Barangsiapa yang mengadakan suatu hal baru dalam urusan (agama) kami ini, yang bukan berasal darinya, maka hal itu tertolak." (9)

Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan,

"Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan, yang bukan berasal dari (agama) kami, maka perbuatan itu tertolak." (10)

Apabila hal ini telah jelas, maka hari raya yang disebutkan dalam pertanyaan itu, yang dinamakan dengan hari ibu adalah tidak boleh, dan tidak boleh juga mengadakan sesuatu yang menandakan hari raya, seperti menampakan kegembiraan dan kebahagiaan, memberikan hadiah-hadiah, dan sebagainya.

Maka kewajiban seorang muslim adalah untuk merasa mulia dan bangga dengan agamanya, dan hendaklah ia membatasi diri pada apa yang ditunjukkan oleh ALLOH Ta'ala dan Rosul-NYA shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, tidak menambah-nambah dan tidak mengurang-nguranginya.

Juga merupakan kewajiban bagi seorang muslim untuk tidak menjadi bunglon, dengan mengikuti setiap penyeru, bahkan seharusnya ia membentuk kepribadiannya sesuai tuntunan syari'at ALLOH Ta'ala. Sehingga ia pun menjadi orang yang diikuti, bukan yang mengikuti, juga menjadi contoh yang baik bukan orang yang mencontoh. Dikarenakan syari'at ALLOH -alhamduliLLAAH- telah sempurna dari segala sisi. ALLOH Ta'ala berfirman,

"Pada hari ini telah KU-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah KU-cukupkan kepadamu nikmat-KU dan telah KU-ridhoi Islam itu jadi agamamu."
(Qur-an Suroh al-Maa-idah: ayat 3)

Seorang ibu adalah orang yang paling berhak untuk dihormati, bukan hanya sehari dalam setahun, bahkan seorang ibu memiliki hak terhadap anak-anaknya untuk mengurusinya, pada setiap waktu dan tempat, memberikan perhatian kepadanya, dan menta'atinya selama bukan dalam kemaksiatan kepada ALLOH 'Azza wa Jalla." (11)

5. Hari raya orang-orang baik

Syaikh 'Abdulloh bin 'Abdil 'Aziz at-Tuwaijiri hafizhohuLLOOH berkata, "Di antara perkara baru yang bid'ah dalam bulan Syawwal adalah hari raya orang-orang baik, yaitu pada tanggal delapan di bulan Syawwal."

Setelah orang-orang menyempurnakan puasa bulan Romadhon, dan berbuka di hari pertama di bulan Syawwal -yaitu 'Idul Fithri-, mereka pun mulai berpuasa enam hari pertama di bulan Syawwal. Pada hari kedelapan, mereka telah selesai melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawwal, lalu mereka pun berbuka dan menamakan hari itu dengan hari raya orang-orang baik.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahuLLOOH berkata, "Adapun mengadakan hari raya selain hari raya yang disyari'atkan, seperti beberapa malam di bulan Robi'ul Awwal, yang dinamakan malam Maulid (12) atau beberapa malam di bulan Rojab (13) atau tanggal delapan Dzulhijjah (14) atau hari Jum'at pertama di bulan Rojab atau tanggal delapan di bulan Syawwal, yang dinamakan oleh orang-orang bodoh sebagai hari raya orang-orang baik. Semua itu adalah termasuk bid'ah yang tidak pernah dituntunkan dan dilakukan oleh para Salaf, waLLOOHU Sub-haanahu wa Ta'aala a'lam." (15)

Syaikhul Islam juga berkata, "Adapun tanggal delapan dari bulan Syawwal, ia bukanlah hari raya orang-orang baik, tidak juga hari raya orang-orang jahat. Tidak boleh seseorang meyakininya sebagai hari raya, tidak juga melakukan sesuatu yang menandakan hari raya." (16)

Asy-Syaqiri rohimahuLLOOH berkata, "Di antara perbuatan bid'ah bahwa mereka mengadakan kumpul-kumpul dan hari raya dan mereka menamakannya dengan hari raya orang-orang baik." (17)

Inilah akhir dari pembahasan Kesalahan-kesalahan dalam hari raya dan peringatan-peringatan. Aku memohon kepada ALLOH Yang Maha Pemurah untuk mengampuni kekeliruan dan kesalahanku agar IA menetapkannya sebagai 'amal sholih bagiku dan pembaca dan agar IA memasukkan kita ke dalam Surga tertinggi, dengan karunia dan kebaikan-NYA.

Sub-haanakaLLOOHUmma wa bihamdika, asy-hadu allaa ilaaha illa anta, astagh-firuka, wa atuubu ilaih.
"Maha Suci ENGKAU ya ALLOH dan segala puji bagi-MU. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak di'ibadahi dengan benar, kecuali ENGKAU, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-MU."

Ditulis oleh yang sangat membutuhkan ALLOH
Wahid bin 'Abdissalam bin as-Sayyid bin Muhammad Baali

===

(1) Shohih. Hadits Riwayat Imam al-Bukhori nomor 3651, dan Imam Muslim nomor 2533.

(2) Shohih. Hadits Riwayat Imam al-Bukhori 10/249, dan Imam Muslim nomor 554.

(3) Shohih. Hadits Riwayat Imam Abu Dawud nomor 4031, dan dishohihkan oleh Imam al-Albani.

(4) Hasan. Hadits Riwayat Imam at-Tirmidzi nomor 2695, dan dihasankan oleh Imam al-Albani dalam kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shohiihah nomor 2194.

(5) Shohih. Hadits Riwayat Imam al-Bukhori nomor 5892, dan Imam Muslim nomor 259.

(6) Shohih. Hadits Riwayat Imam al-Bukhori nomor 3456, dan Imam Muslim nomor 2669.

(7) Shohih. Hadits Riwayat Imam al-Bukhori nomor 7319.

(8) Kitab Majmuu' Fataawaa wa Maqoolaat Mutanawwi'ah 5/189 dalam pembahasan mengenai al-Bida' wal Muhdatsaat halaman 217.

(9) Shohih. Hadits Riwayat Imam al-Bukhori nomor 2697, dan Imam Muslim nomor 1718.

(10) Shohih. Hadits Riwayat Imam Muslim nomor 1718.

(11) Kitab Majmuu' Fataawaa wa Rosaa-il Ibnil 'Utsaimin 2/353.

(12) Yaitu malam dua belas Robi'ul Awwal. Dimana sebagian manusia berpesta di malam itu dengan memakan daging atau manisan ataupun membaca sya'ir-sya'ir yang berisi pujian terhadap Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, dan hal-hal lainnya. Mereka menamakannya dengan hari raya Maulid Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam. Hari raya tersebut adalah bid'ah. Bacalah kitab al-Akhthoo-ul Masaajid, point ke-52.

(13) Yaitu malam 27 Rojab. Dimana sebagian manusia berpesta di malam itu, mereka menamakannya dengan malam Isro' dan Mi'roj. Walaupun seandainya malam itu benar merupakan malam Isro' dan Mi'roj, tetap tidak boleh mengadakan perayaan dengannya. Bacalah kitab al-Akhthoo-ul Masaajid, point ke-54.

(14) Yaitu malam kesembilan bulan Dzulhijjah, bertepatan dengan malam wuquf di 'Arofah. Pada malam itu sebagian manusia berpesta dengan makan daging dan sebagainya. Pesta pada malam tersebut adalah bid'ah.

(15) Kitab Majmuu' al-Fataawaa 25/298.

(16) Kitab al-Ikhtiyaarootul Fiqhiyyah, kitab ash-Shoum halaman 111.

(17) Kitab as-Sunan wal Mubtada'aat, bab Bida' Syahri Syawwal halaman 157.

===

Sumber:
Kitab: al-Kalimaatun Naafi'ah fil Akhthoo-isy Syaa-i'ah: Khomsuun Khotho-an fii Sholaatil 'Iidain, Penulis: Wahid 'Abdus Salam Baali, Penerbit: Dar Ibni Rojab, Cetakan II, 1424 H/ 2003 M, Judul terjemahan: 50 Kesalahan dalam berhari raya, Penerjemah: Mufti Hamdan, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir - Bogor, Cetakan I, Rojab 1426 H/ Agustus 2005 M.