Tuesday 7 March 2017

Hadits Kesembilan | Syarah Hadits Arba'in

Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah.

Syarah Hadits Arba'in.

Syaikh Ibnu Daqiiqil 'Ied.

Syaikh Usamah Abdul Kariem Ar-Rifa'i.

Ustadz Abu Umar Abdullah Asy-Syarif.

9. Hadits Kesembilan.

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr (1) radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Apa-apa yang aku larang atas kalian maka jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah sesuai kemampuan, karena sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah karena terlalu banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka perihal Nabi mereka." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (7288) dan Muslim (1337)

Syarah.

Lafadz hadits ini dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah berbunyi "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah kepada kami dengan sabdanya, 'Wahai manusia, telah diwajibkan atas kalian haji, maka berhajilah...!' Lalu seseorang bertanya, 'Apakah diwajibkan setiap tahunnya?' Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diam sehingga penanya mengulanginya tiga kali, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

'Kalau saja aku mengatakan iya, berarti menjadi wajib sedangkan kalian tak mampu mengerjakannya.' Lalu beliau melanjutkan, 'Apa-apa yang aku biarkan atas kalian maka diamlah kalian, karena yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah terlalu banyak pertanyaan dan perselisihan mereka perihal Nabi mereka. Maka apabila aku memerintahkan kalian dengan sesuatu kerjakanlah sekuat kemampuanmu dan apabila aku melarangnya atas kalian maka tinggalkanlah.' Dan laki-laki yang bertanya tersebut adalah Al-Aqra' bin Habis (3), begitulah yang telah dijelaskan dalam riwayat yang lain.

Para ulama ushuliyyin berbeda pendapat tentang perintah, haruskah suatu perintah itu dikerjakan secara berulang-ulang? Kebanyakan ahli fikih dan mutakallimin berpendapat, tidak menuntut dilakukan secara berulang-ulang, sedangkan yang lain ada yang bersikap tawaqqud (netral), tidak mengatakan ya maupun tidak sambil menanti adanya penjelasan lebih lanjut. Mereka berdalil dengan hadits ini, yang mana tatkala seseorang bertanya, "Apakah setiap tahun?" Seandainya suatu perintah itu mutlak harus dilakukan berulang-ulang atau mutlak tidak harus dikerjakan berulang-ulang, maka tentulah Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak menjawab dengan sabdanya, "Kalau saja aku mengatakan iya, berarti menjadi wajib sedangkan kalian tak mampu mengerjakannya." Tetapi hal itu tidak perlu ditanyakan, bahkan kemutlakan terkandung dalam pernyataan ini. Dan para ulama telah sepakat bahwa haji tidak diwajibkan sepanjang umur, melainkan hanya sekali saja.

Adapun hadits Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Apa-apa yang aku biarkan atas kalian maka diamlah kalian" secara dhahir menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah menuntut wajib dilaksanakan berulang-ulang (kecuali ada keterangan yang menyebutkan harus berulang-ulang, -pent). Kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melakukan ibadah sampai ada keterangan syar'inya. Inilah pendapat yang benar menurut pendapat mayoritas para ushuliyyin.

Kalimat "Kalau saja aku mengatakan iya" menjadi dalil bagi madzhab salaf bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mempunyai wewenang untuk berijtihad dalam masalah hukum, dan tidak disyaratkan keputusan hukum tersebut mesti dengan wahyu.

Sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Apa-apa yang aku larang atas kalian maka jauhilah, dan apa-apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah sesuai kemampuan" merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam. Termasuk dalam prinsip ini adalah masalah-masalah hukum yang tak terhitung banyaknya, di antaranya shalat. Sebagai contoh dalam hal shalat, ketika seseorang tidak mampu mengerjakan sebagian rukun maupun syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang ia mampu. Demikian pula hubungannya dengan membayar zakat fitrah bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya, bila tidak mampu membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya. Tak terkecuali dalam memberantas kemungkaran, jika tidak mampu mencegah secara keseluruhan, maka hendaklah ia mencegah sesuai dengan kemampuannya dan demikian pula dengan persoalan-persoalan lain yang tak terhitung banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer dalam kitab-kitab fikih. Hadits ini selaras dengan firman Allah:

"Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu." (At-Taghabun: 16)

Adapun firman Allah:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya." (Ali Imran: 102)

Ada yang berpendapat bahwa ayat tersebut telah mansukh (terhapus hukumnya) oleh ayat di atas. Sebagian ulama berkata, "Yang benar, ayat tersebut tidaklah mansukh, bahkan menjelaskan dan menafsirkan. Yang dimaksud takwa dengan sebenar-benar takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sedangkan Allah tidak memerintahkan sesuatu melainkan yang mampu untuk dikerjakan. Karena Allah berfirman:

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Al-Baqarah: 286)

"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (Al-Hajj: 78)

Adapun sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam "Apa-apa yang aku larang atas kalian maka jauhilah" kalimat ini menunjukkan sifat mutlak, kecuali apabila seseorang memiliki udzur untuk melanggarnya, seperti diperbolehkan makan bangkai dalam keadaan terpaksa. Dalam kasus seperti ini menjadi tidak dilarang. Akan tetapi, selain dalam keadaan darurat hal tersebut harus ditinggalkan karena adanya larangan. Seseorang tidak dapat dikatakan telah menjauhi larangan jika ia hanya meninggalkan dalam selang waktu tertentu saja. Berbeda halnya dengan perintah, manakala ia telah mengerjakannya sekali maka sudah cukup baginya (dengan kata lain tidak setiap saat dia harus mengerjakan perintah tertentu, namun untuk larangan dia harus meninggalkan setiap saat, -pent). Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum. Apakah suatu perintah harus segera dikerjakan atau boleh ditunda, atau cukup sekali dikerjakan, atau harus berulangkali dikerjakan, maka pembicaraan ini terdapat pembahasan-pembahasan dalam ilmu fikih. Wallahu a'lam.

Sabda Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) "Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian adalah karena terlalu banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka perihal Nabi mereka" kalimat tersebut diletakkan setelah "Apa-apa yang aku biarkan atas kalian maka diamlah kalian" maksudnya adalah janganlah kalian banyak bertanya sehingga menimbulkan banyaknya jawaban menyerupai peristiwa yang dialami Bani Israil tatkala diperintahkan untuk menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka bersegera mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, niscaya mereka dianggap telah mentaatinya. Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit diri maka akhirnya mereka dipersulit dan dicela, maka inilah yang dikhawatirkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terjadi pada umatnya.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

1. Perawi hadits adalah Sayyidina Abu Hurairah Ad-Dausi Abdurrahman bin Shakhr. Al-Hafidz, termasuk satu tanda di antara tanda kekuasaan Allah, hafidz, zuhud, wara', bertasbih setiap hari 12.000, wafat 59 H tatkala berumur 78 tahun.

2. Al-Aqra' bin Habis bin Iqaal Al-Mujasyi'i At-Tamimi, termasuk pemimpin di kalangan Arab pada masa jahiliyyah, datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai utusan dari Bani Daarim, lalu mereka semua masuk Islam, beliau mengikuti perang Hunain dan Fathul Makkah dan Tha'if. Beliau termasuk mu'allaf dan kemudian bagus keislamannya, syahid di Jauzijaan tahun 31 H.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: Syarh Matan Al-Arba'ien An-Nawawiyah, Pensyarah: Ibnu Daqiiqil 'Ied, Tanpa Keterangan Penerbit, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Syarah Hadits Arba'in, Penerjemah: Abu Umar Abdullah Asy-Syarif, Penerbit: At-Tibyan, Solo - Indonesia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!